Aku Rindu Pulang

3K 98 23
                                    

"Hari ini mau buka puasa pakai apa?" tanya mbak Padma saat aku sedang membereskan alat-alat yang baru saja kugunakan untuk menginfus pasien. Mbak Padma adalah salah satu perawat senior di IGD yang super baik. Selain peduli dan mengayomi, mbak Padma juga tidak pelit ilmu. Ia senantiasa mengajari siapapun yang bertanya padanya dan tidak pernah sekali pun menutup pikirannya untuk ilmu-ilmu yang baru. Kadang ia juga bertanya pada mahasiswa-mahasiswa praktikan tentang update ilmu terbaru yang tentu saja membuat para mahasiswa itu senang sekali karena mereka merasa berguna dan dihargai. Mbak Padma sampai dijuluki 'bundadari' oleh mahasiswa praktikan atau perawat baru sepertiku. Kebaikan mbak Padma tentu saja sudah menyebar di kalangan para mahasiswa praktikan karena seperti yang kita selalu tahu, setiap mahasiswa keperawatan praktik dan berpindah stase, pasti mereka bertanya pada kelompok sebelumnya yang sudah melewati ruangan yang akan mereka tempati di 3 minggu berikutnya. Pertanyaanya tak jauh dari:

1. Apa di ruangan itu enak? Dalam artian apa pekerjaan dan tugasnya banyak?

2. Siapa yang paling galak di ruangan itu?

3. Siapa yang paling baik di ruangan itu?

Sudah. Yang penting 3 hal itu saja. Kalau semuanya sudah tahu, paling tidak para mahasiswa praktikan itu paham cara menempatkan diri di lingkungan barunya. Soal mereka mampu atau tidak mengikuti ritme kerja di ruangan yang mereka tempati, itu bisa nanti saja, kan kalau sudah biasa ya akan terbawa sendiri mengimbangi irama kerjanya.

Awal aku masuk IGD dulu, selama 3 bulan rasanya lelah sekali. Dulu aku belum menikah, jadi kalau kelelahan bekerja, ya sesampainya di kost biasanya langsung menangis sampai ketiduran. Mbak Padma yang membantuku, memberi tahu apa yang harus dan tidak perlu kulakukan. Mengajakku untuk ikut bersamanya saat ia tahu teman-temannya memberikan beban kerja yang terlalu banyak untukku. Mbak Padma orang yang mengingatkanku untuk minum atau makan selama bekerja. Makanya aku sangat menghormati mbak Padma dan jelas setuju sekali dengan julukan 'bundadari' yang selalu diberikan oleh para praktikan ke padanya.

"Apa aja, mbak. Mbak mau beli apa? Aku ngikut aja," jawabku sambil memasukkan jarum ke dalam safety box berwarna kuning.

"Okay, nanti kupesankan lonte, ya. Sama kayak pesananku!" ujar mbak Padma. Aku mengangguk.

"Eh, mbak! Lonte?" teriakku baru sadar.

"Iya, lontong sate, beyb!"

"Sialan," gumamku yang dibalas tawa oleh mbak Padma.

Bulan puasa untuk beberapa pegawai adalah bulan yang menyenangkan karena biasanya mereka mendapat potongan jam kerja, THR, dan beberapa hari libur untuk lebaran tapi kemewahan itu tentu tidak berlaku bagi perawat. Pekerjaan perawat itu 24 jam dan sudah dibagi menjadi 3 shift. Bulan puasa bukan berarti tidak ada orang sakit, tidak ada orang kecelakaan, atau tidak ada emergency case. Justru pada bulan puasa, biasanya malah banyak sekali orang berdatangan, apalagi kalau mendekati lebaran. Entah karena ada yang tertabrak mobil saat takbiran, terkena petasan atau kembang api, korban kebakaran, dan masih banyak lagi. Jadi kalau mau pekerjaan yang mudah, banyak libur, dan bisa lebaran bersama keluarga di rumah, pesanku: jangan jadi perawat. Karena menjadi perawat artinya mengabdikan diri pada negara, pada kemanusiaan. Kadang kalau sudah terlalu lelah, aku berpikir kalau menjadi perawat itu adalah oekerjaan kemanusiaan yang tidak manusiawi.

Seperti yang sudah-sudah, bulan Ramadhan selalu datang tepat waktu tapi kita selalu merasa 'tidak terasa'. Kita tahu bulan Ramadhan tahun ini akan jatuh pada bulan Mei tapi saat melangkah menuju masjid untuk shalat tarawih pertama kali, pasti berjuta-juta dari kita membatin, "Tidak terasa ya sudah bertemu bulan Ramadhan lagi". Akupun demikian. Rasa-rasanya, baru kemarin aku pulang ke kost dan tertidur di lantai karena kelelahan mengejar dosen demi mengumpulkan tugas akhir supaya aku bisa wisuda tepat waktu, sekarang aku sudah bertemu bulan Ramadhan lagi dengan keadaan yang sangat berbeda. Bulan Ramadhan kali ini, aku sudah tidak tinggal di kost lagi, melainkan di rumahku dan mas Naren. Aku juga sudah tidak berstatus sebagai mahasiswi-keperawatan-yang-hampir-diwisuda lagi, melainkan sudah bekerja di salah satu rumah sakit terkeren se-Jogja. Tidak juga aku bertemu bulan Ramadhan sebagai jomlo yang available untuk diajak buka bersama oleh teman laki-laki, melainkan sudah menjadi istri orang yang akan berbuka bersama suaminya dan mertuanya.

anagataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang