bukan salah semesta

583 95 44
                                    

dari: lelaki payah yang gemar memperhatikanmu secara diam-diam.

teruntuk:

tuan berwajah manis;

yang ku temui di lapangan berbaris;

kala langit menurunkan gerimis.

aku bersyukur kepada semesta yang telah membiarkanku bertemu —menemukan kamu; salah satu bentuk ciptaan-Nya yang luar biasa indah.

hari dimana aku menemukanmu, di hari itu juga ku putuskan untuk jatuh cinta padamu.

bodoh memang menaruh hati pada orang yang baru kutemui, yang bahkan namamu saja saat itu belum ku ketahui.

tetapi jatuh cinta tidak harus dalam waktu yang lama, bukan?

sejak hari itu kamu mulai mengisi duniaku walau hanya dengan memikirkannya.

diam-diam juga kamu adalah semangatku untuk menjalani hari-hari yang kadang tak selalu berjalan dengan baik.

ketika penatku datang lalu hilang sebab senyummu terlintas di pikiran ku.

betapa pertemuan tak sengaja itu sangat membekas bagiku, sampai-sampai kamu berhasil menjadi satu-satunya penghuni hatiku.

namun ternyata semesta mempermainkanku!

dengan mudahnya ia mempertemukan kita dan menimbulkan getaran di hati yang ternyata cuma dirasakan sepihak saja —diriku.

tak sampai disitu, semesta juga mengantarkanku pada: mencintaimu tanpa pernah memiliki.

semesta memang jahat.

pantas saja aku tidak pernah merasa kehilangan dirimu, rupanya aku yang tak pernah bisa memiliki mu.

࿐̗mark.

🍉☕

hampir semua pelajar pasti menyukai bel pulang sekolah, hal yang selalu dinanti-nanti kehadirannya. seakan mereka datang sekolah hanya untuk menantikan bel pulang berdering agar mereka bisa secepatnya kembali kerumah atau mungkin melakukan kegiatan lainnya yang mereka sukai. diantara para pelajar itu, aku masuk di dalamnya.

sebuah fitnah bila ada yang berkata: "mark tidak suka dengan bel pulang sekolah."

biar ku perjelas lagi, itu adalah fitnah.

terlebih yang mengatakannya aku sendiri; itu berarti aku seorang munafik. karena pada kenyataannya aku selalu menanti berderingnya bel pulang sekolah. bukan tanpa alasan aku melakukan itu. pulang sekolah adalah saat dimana aku merasa lebih dekat dengan dia, satu-satunya penghuni hatiku.

"cas, cepetan dong elah! ngiket tali sepatu aja kayak ngiket tali silaturahmi sama mantan, lama banget!" sergah ku kepada sahabatku, lucas namanya.

"udah nih! ngapain sih buru-buru?!" langsung ku seret lucas mengikutiku berlari, masa bodoh tentang pertanyaannya yang tidak kujawab.

habisnya sih, lucas seperti baru berteman denganku saja hingga menanyakan hal itu.

ketika sampai di gerbang sekolah aku menghentikan langkah, begitu juga lucas yang berada di belakangku mau tak mau berhenti. aku menatap penuh harap kearah gerbang sekolah swasta yang letaknya persis di sebrang sekolahku; berharap seseorang yang selalu kutunggu keluar dari sana.

"dia udah pulang, sekolahnya udah sepi. lo gak liat?" aku menoleh ke belakang dan ku dapati lucas yang memandangku malas-malasan.

"liat lah, tapi sekarang hari rabu 'kan?"

"iya, emang kenapa?"

"yaudah kita langsung ke stadion aja!" aku berlari ke dalam sekolah, lebih tepatnya ke parkiran untuk mengambil sepeda motor milikku kemudian berhenti di hadapan lucas dan menyuruhnya naik ke boncengan.

i. parvis litteraeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang