kabar macam apa ini ?

13 1 0
                                    

Pukul 07.30 semua siswa sudah berada di kelas masing-masing, karna jam masuk sudah berbunyi.

Namun Sasya yang menyadari teman sebangkunya -Aditya tak kunjung ada, akhirnya ia bertanya pada Angga.

"Adit kemana ? Ada kabar ga ? Ko belum sampe juga ?" Angga juga tampak heran

Ia segera bertanya pada Bagas lewat handphone. Dan Bagas juga tak dapat kabar dari Aditya.

Aditya tak pernah seperti ini, bahkan ia siswa teladan di sekolah ini.

Kebingungan mereka terhenti saat wali kelas mereka masuk. Padahal ini bukan jam mata pelajarannya.

"Anak-anak selamat pagi" ucap bu Riska dengan senyum yang dipaksakan.

Jujur saja Aditya adalah siswa kebanggaan sekolah, anak emasnya para guru.

"Maaf menggangu hari yang indah ini. Ibu kesini membawa kabar yang tak akan mau kalian dengar mungkin. Teman kita, Muhammad Aditya Rasya Pratama, terpaksa harus menunda sekolahnya dikarenakan kecalakaan yang parah yang menimpa dia. Kepalanya yang menjadi hantaman dalam kecelakaan serta beberapa kerusakan tulang yang sangat parah mengakibatkan dia belum juga sadar sampai saat ini. Oleh karena itu Aditya mulai hari ini sedang menjalani penangangan di rumah sakit di Singapure. Yang dimana ia tidak memungkinkan jika harus sekolah di tahun ini. Hari kemarin adalah hari terakhirnya belajar bersama dengan kalian. Untuk itu mari kita berdo'a agar teman kita bisa segera disembuhkan dari sakitnya"

Isak tangis memenuhi kelas XII IPA 1, ia mereka sangat mengagumi sosok Aditya. Dia siswa yang ramah, pintar dan sangat senang membantu yang sedang kesulitan, dan sekarang orang itu terpaksa harus menunda sekolahnya.

Tak bersama dengan mereka lagi.

Sasya yang mendengar pengumuman itu, jantungnya seperti dihujani jarum yang amat tajam. Sakit. Ia menangis dalam diam. Bahkan untuk bernapas saja rasanya napasnya tercekat.

Baru semalam Aditya mengantarkan dia pulang.

Setelah melakukan do'a bersama, keadaan kelas semakin hening. Hanya tersisa isak tangis.

Bagas yang tahu kabar itu dari Angga segera berlari menuju kelas XII IPA 1, sahabatnya yang selalu memperhatikan teman-temannya dengan baik kini tengah mengalami kesakitan. Bahkan mereka tak ada disana barang untuk melihat keadaan Aditya.

Bagas menangis bersama Angga, jujur mereka bukan lelaki tegar disaat melihat kawan baiknya sakit seperti ini.

"Gas... Adit gass" isak tangis Angga sangat memilukan siapapun yang mendengarnya.

"Iya" hanya itu yang bisa Bagas ucapkan, hatinya sesak, mendengar sahabatnya terpaksa tak bisa bersama dengan mereka.

"Baru kemaren sore dia ngasih baju olahraga dia buat gue, baru kemaren dia kasih minyak kayu putih biar gue engga kedinginan. Kenapa sekarang dia malah gini ? Hikss hikss gue ga ikhlas sahabat gue kesakitan. Gue ga rela hal ini terjadi sama Aditya. Dia terlalu baik buat rasain sakit ini. Gue hiksss hikss sakit denger kabar ini" suara Angga sangatlah serak, matanya sudah sangat sembab, berantakan. Ya begitulah keadaan Angga sekarang.

Padahal dulu janji mereka adalah lulus SMA bersama, namun Aditya mengingkarinya.

"Dia bohong hiks.. Mana katanya mau lulus bareng" Angga meracau dengan suaranya yang sangat serak

Bagas hanya memejamkan matanya, perih memang ditinggalkan sahabatnya. Walaupun ini hanya sementara tapi kabar ini sangat mengejutkan mereka.

Bahkan Bagas bingung harus meluapkan perasaannya seperti apa. Biasanya Aditya selalu jadi tempat mengeluh sahabat-sahabatnya.

Ia menjadi pendengar setia, pemberi nasihat. Tapi saat sosok itu sedang berada jauh dari mereka. Di negara orang, dengan berjuang untuk kesembuahnnya.

Sasya yang melihat itu semakin terisak. Jujur dia memang baru sebentar mengenal Aditya. Namun keberadaanya sangat dia nanti- nanti.

Aditya, yang selalu mendahulukan keadaan sahabatnya. Dia yang bergerak kala sahabatnya terluka atau apapun.

Nadine baru saja datang ke kelas XII IPA 1 saat mata pelajaran pertama selesai.

Dia segera memeluk Sasya, ia tahu sahabatnya juga terpukul.

"Nad hikss" Nadine hanya mengelus punggung Sasya memberi ketenangan kepada sahabatnya

"Nangis aja kalau kamu mau" kata Nadine lembut

"Semalem dia baru nganterin aku ke rumah Nad. Aku ga percaya sama fakta ini hikss"

"Apa gara-gara aku ya ? Coba kalo Aditya ga nganterin aku pulang. Pasti dia ga gini" ucap Sasya parau, dia mendekap tubuh Nadine sangat kencang, menyalurkan seberapa sakitnya dia mendengar kabar ini

"Engga Sya, ini bukan salah kamu. Ini udah takdir dari Allah. Kamu harus kuat"

Sasya hanya menangis

"Aku mau Aditya disini hikss" itu ucapan terakhir yang Sasya ucapkan sebelum dia jatuh pingsan

Belenggu AsmaralokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang