.
.
.Berbeda dengan hari-hariku yang amat sangat menyedihkan.
Hanya aku orang yang paling menyedihkan.
Kebahagiaanku hanya Jung Jaehyun.
Hari ini pun sama.
Ditemani lelaki tampanku, kami menyusuri trotoar jalan menuju kediaman kami yang memang searah.
Jaehyun itu sangat sederhana.
Meski terlahir dari keluarga kaya, ia tak ingin hidupnya selalu mengandalkan orang lain. Bahkan ia tak ingin diantar jemput oleh supir pribadi seperti kebanyakan anak konglomerat lainnya.
Dan itu membuatku berkali-kali jatuh cinta padanya.
Sikapnya yang berbeda. Penuh kesederhanaan.
"Nuna, mau makan ice cream di kedai itu?"
Ah lengkap sudah. Hari yang cerah, Jung Jaehyun, senyumannya, dan tawaran ice cream. Aku sangat bersyukur.
Setidaknya hari ini aku harus menikmatinya. Sebelum datang hari-hari lain yang tak bisa ku prediksikan baik atau buruk.
Aku mengangguk sebagai jawaban.
Belakangan ini aku jarang mengeluarkan sepatah kata. Hanya sebuah gestur untuk menjawab semua pertanyaan Jaehyun.
Lelaki itu sangat banyak bicara. Aku suka mendengar suara khas nya. Dan akan selalu terngiang ditelingaku.
Jaehyun tidak marah. Ia memaklumi, lelaki pendiam sepertiku memang tidak mudah diajak bertutur sapa.
Dia tidak pernah lelah, tidak pernah bosan berinteraksi denganku. Mengajakku bicara, menanyakan hal-hal kecil, dan bercerita tentang apa yang ia alami hari ini. Keceriaannya melengkapi hari indahku.
.
.
.Dan sepertinya hari bahagiaku belum habis.
Kami berdua memutuskan untuk duduk sejenak disebuah kursi taman.
Dibawah pohon yang rindang, lelaki tampanku menyandarkan kepalanya dipahaku.
Matanya menatap lurus kearah langit biru.
Sesekali menatap mataku yang tak pernah henti memandanginya.
"Nuna, bolehkah aku bercerita?"
Aku mengelus surai coklatnya yang halus. Terkadang jemariku juga ikut mengelus dahinya yang berkerut kala ia sedang memicingkan mata akibat terkena sinar matahari.
"Tentu saja."
"Yeri menjauhiku."
Astaga. Lelaki tampanku sedang sedih. Apa yang sedang kau pikirkan Kim Yuri? Kau bahkan tidak tahu dirinya sedang bersedih.
"Kenapa?"
"Aku tidak tahu, Nuna. Belakangan ini ia sangat sulit dihubungi. Bahkan kami jarang berkomunikasi."
Aku menyentuh pipinya, memberinya isyarat bahwa aku akan mendengarkan semua ceritanya.
"Setiap obrolan kami melalui pesan singkat, ia selalu mengakhirinya dengan alasan sibuk, atau mengantuk."
"Nuna, apa mungkin aku mengganggunya?"
Ah tidak! Bahkan aku selalu merindukanmu setiap detiknya, dan tidak pernah terganggu oleh kehadiranmu.
"Nuna, apa mungkin dia sudah tidak mencintaiku lagi?"
Siapa yang tidak menyukaimu Jung Jaehyun? Semua orang menyukaimu. Bahkan aku tidak tahu bagaimana caranya menghilangkan perasaan ini.
"Aku akan bicara padanya."
"Tidak perlu, Nuna. Ini masalah kami berdua. Aku sendiri yang akan menyelesaikannya. Kau tidak perlu khawatir."
Ya, memang seharusnya ada batasan dalam hubungan pertemanan kami.
Aku tidak usah ikut campur dengan urusan pribadinya.
Setidaknya Jaehyun sudah bercerita.
Jika menurutku masalahnya akan semakin panjang nantinya. Maka aku akan jadi orang pertama yang akan membantunya. Menyelesaikan masalahnya.
Meski aku tahu resiko yang akan ku tanggung sendiri.
Aku bukan siapa-siapa di hidupnya.
Aku hanya teman.
Yang hadir disaat ia kesulitan.
Yang siap membantu disaat ia terlibat masalah.
Yang bisa memberikan solusi disetiap permasalahannya.
"Baiklah, jika terjadi sesuatu, beritahu aku ya."
"Iya, Nuna."
.
.
.
![](https://img.wattpad.com/cover/181336418-288-k469498.jpg)