💦Episode 6 (Versi Revisi)

103K 3.3K 92
                                    

"Istirahat dulu. Siapin bajunya nanti aja. Nanti agak sore-an dikit baru kita berangkat," ucap Darmo begitu sampai dirumah Arin.

Perdebatan di hotel pagi tadi tentu saja dimenangkan oleh Darmo. Jelas saja satu lawan banyak. Mana mungkin Arin bisa menang.

Kedua orang tua Darmo sudah kembali ke rumah. Rencananya Darmo juga akan mampir ke rumah orang tuanya untuk mengambil beberapa perlengkapan Adel dan dirinya yang masih tertinggal dirumah, sekalian berpamitan. Rumah Darmo yang dulu lumayan jauh dari rumah orangtua mereka. Patut Darmo syukuri juga agar Arin tidak gampang kabur jika nanti ia tak berada di rumah. Pencegahan.

Tanpa kata Arin hanya melengos pergi menuju arah kamarnya.

"Adel kamu juga tidur gih! Kamu juga," suruh bunda Arin pada Adel dan Darmo.

Adel menggaruk tengkuk lehernya serta tersenyum canggung. Ia bingung harus melangkah kemana.

"Kalian tidur bertiga aja, ya. Agar kamu bisa lebih akrab sama Mama mu. Kapan lagi kan?" Kata bunda saat melihat cucunya bingung. Benar kan cucunya? "Lagian ini masih pagi kok jadi masih amanlah," candanya lagi.

Darmo serta Ayahnya Arin terkekeh. Sedangkan Adel dan Nanda yang masih berdiri disitu hanya mengerutkan alis tak paham.

"Kenapa Adel nggak sama aku aja, bund? Kan kamar aku cukup luas untuk kita berdua," celetuk Nanda bingung.

Padahal kamar Nanda masih muat buat tidur berdua. Kenapa bukan dikamar dia saja? Tapi sepertinya bunda punya rencana lain. Ia juga tak mengerti jalan pikiran bundanya.

"Ayo bunda anterin."

Akhirnya mau tak mau Adel pun mengekor dibelakang. Tak lupa juga Darmo yang mengikuti.

***

"Arin! Geser ke tengah," perintah bunda begitu masuk. Ia sudah melihat Arin yang berbaring dipinggir kasur. Tangannya langsung memukul bokong putrinya.

Arin melenguh. "Duh. Apa lagi sih, bund? Arin capek nih, mau tidur," gerutunya mengusap pelan bokongnya yang ditampol bundanya. Rasanya sangat panas. Pukulan bundanya cukup keras ternyata.

"Geser ke tengah. Ada Adel ini sama suamimu yang juga mau istirahat. Cepat!"

"Kenapa bukan dikamar Nanda aja sih, bun? Kan disana luas, disini sempit. Nggak cukup kalau bertiga. Apalagi yang--," tak berani ia lanjutkan.

Apalagi yang satu bongsor! Mana muat kasurnya, batin Arin kesal sekaligus memutar mata jengah.

Plak!

Jika tadi tamparan pada bokongnya sangat keras. Apalagi kata yang tepat untuk menggabarkan rasa sakit pada bokongnya kali ini. Sangat sangat keras hingga bokongnya terasa terbakar mati rasa.

"Iya," dengan terpaksa Arin bergeser ke tengah. Arin sama sekali tidak mengerti kelakuan bundanya yang menyuruh mereka tidur bertiga.

Bukan tanpa sebab, kasurnya sangat sempit dan suhu di kamar sangat panas apalagi ini di siang hari, cuaca diluar sangat terik. Kipas angin menyala tapi bukan angin sejuk yang ia dapat, malah angin yang dihantarkan kipas itu seolah membawa bara api.

Suamiku Pria Tua [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang