💦Episode 7 (Versi Revisi)

104K 3.7K 105
                                    

Dua minggu sudah mereka pindah di rumah baru. Rumah minimalis dua lantai bernuansa putih abu-abu yang terdiri dari lima kamar. Tiga kamar utama berada di lantai atas, termasuk kamar Arin dan suami, kamar Adel dan satu kamar lagi yang masih kosong, dan dua kamar lainnya ada dilantai bawah beserta dapur.

Dinding sudah dipenuhi lukisan abstrak dan foto berbingkai besar mereka bertiga sewaktu menikah dulu, maju sedikit ada ruang tamu sepetak, dan ruang keluarga. Di ruang keluarga ini sudah dilengkapi dengan tv yang menempel di dinding, sofa dan meja. Dan satu lagi, ternyata di samping dapur ada ruangan cukup luas yang masih kosong, hanya ada treadmill didalamnya.

Arin suka desain rumah ini, minimalis tetapi ellegant.

Dirumah ini mereka tidak memiliki asisten rumah tangga, Arin juga tidak mempermasalahkan, toh dirumah bunda ia suka membantu bundanya mengurus rumah, dan dirumah ini Arin mencoba melakukan semuanya sendiri. Namun selama dua minggu ini juga Arin sering dibantu oleh anak dan suaminya jika sedang libur.

Suaminya menuntut padanya maupun Adel untuk mandiri.

Masa cuti menikah kini sudah habis, Darmo sudah kembali masuk kampus dan Adel mulai masuk sekolah, tinggal Arin yang terkurung di rumah ini. Rumah yang sepi terkadang membuat Arin berpikir untuk kabur saja tetapi sampai kini tidak pernah direalisasikan.

Kesibukannya selama seminggu disini di mulai pada pagi hari, memasak sarapan, yang kedua bersih-bersih rumah lalu bersantai hingga siang, di siang hari Arin tidak perlu repot-repot memasak karena hanya ada dirinya sendiri, menunggu malam ia kembali berkutat di dapur.

Dalam hal pekerjaan rumah Arin bisa sangat aktif, tapi untuk bersikap seperti istri dan ibu, Arin masih saja bungkam. Berbicara hanya seperlunya dan menjawab jika ditanya. Tidak ada perubahan pada hubungan mereka dalam dua minggu ini. Setiap malam mereka selalu bertengkar jika Darmo mulai meminta jatah tetapi Arin belum ingin. Untuk itu Arin selalu terjaga dalam tidurnya jika mendengar ada pergerakan disekitarnya. Arin sangat sensitif terhadap pergerakan kecil Darmo.

Seperti pagi ini Arin kini sudah berada di dapur, menyiapkan sarapan lantaran suaminya selalu mengganggunya pagi ini dikamar, entah meraba dan memaksanya untuk berhubungan yang tentu Arin tolak. Sekalipun Arin tidak ahli dalam memasak tetapi setidaknya ia bisa menyibukkan diri di dapur daripada harus berduaan di kasur dengan sang suami.

Jika pagi sebelumnya Arin secara sukarela memikirkan masakan di hari itu, namun berbeda pagi ini yang hanya ada sandwich diatas meja. Arin sedang dalam mood yang tidak bagus.

Disela kegiatannya menata piring diatas meja, ia mendengar suara suaminya yang menegur anak sulungnya.

"Jalan pelan-pelan, nak! Nanti kamu jatuh," tegur Darmo saat melihat putrinya berlari menuruni tangga hingga tanpa sadar melewati dirinya.

"Maaf, Pah. Adel buru-buru, takut di hukum sama guru. Apalagi Adel siswi baru," tutur Adel dengan napas berderu cepat, tangannya sibuk memakai kaos kaki di sofa ruang tamu.

Karena ada sekat antara ruang tamu dan ruang keluarga, jadi Arin tak sempat melihat putrinya. Hanya sang suami yang tertangkap dimatanya yang masih berdiri di ujung tangga terakhir dan seperti memandang ke arah ruang tamu.

"Sarapan dulu, Papa juga baru mau sarapan. Kamu gimana berangkatnya kalo Papa masih disini," peringat Darmo kini berjalan kearah meja makan. Pakaiannya sudah lengkap dengan kemeja, dasi dan celana bahan.

Suamiku Pria Tua [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang