12. Alteration

2.6K 228 34
                                    

"Kenapa?" Jimin menoleh saat tiba-tiba saja Yoongi membuka kembali suaranya setelah beberapa menit mereka berciuman sebelumnya di tepi sungai. Kini mereka sedang menaiki bukit yang berada di seberang sungai.

"Apanya?" Jimin balik bertanya.

"Kenapa kau meminta berkencan denganku?" tanya Yoongi lebih spesifik. Jimin mengulum senyum, ia menatap Yoongi dengan kedua mata mungilnya.

"Lalu, kenapa kau menciumku?" tanya Jimin blak-blakan, ia berjalan mendahului Yoongi untuk menaiki tangga menuju atas bukit selanjutnya. Sementara, Yoongi? Masih mencari jawaban atas pertanyaan Jimin barusan.

Yoongi menatap punggung Jimin yang berjalan di depannya. Dulu, ia berusaha keras untuk mendapatkan hati pemuda itu dan sekarang saat ia berhasil kenapa ia justru merasa takut? Tapi, takut akan apa? Kenapa saat ia melihat Jimin, ia merasakan sesuatu yang tersembunyi yang hidup di dalam hatinya yang tidak diketahuinya apa itu namanya. Kenapa ia merasa bimbang? Yoongi masih kalut dengan pikirannya dan tak menyadari jika Jimin sudah sampai di puncak bukit tanpa menunggu Yoongi untuk menyusulnya.

Jimin menarik nafas. Pemandangan Jeongseon sangat indah jika dilihat dari tempat yang tinggi. Udaranya yang sejuk dan masih melekat dengan alam membuat siapapun kagum akan kekayaan alam yang dimiliki kota kecil itu. Namun, seketika senyum Jimin memudar saat ia merasakan kembali rasa sakit yang mendera kepalanya. Tangan kanan Jimin meremat rambut merah mudanya dan tangan kiri Jimin meremat dadanya yang terasa sesak.

BRUK!

Lutut Jimin melemas dan membuatnya terjatuh diatas tanah. Jimin memejamkan kedua matanya, kedua tangannya kini meremat rumput hijau yang berada dihadapannya. Perlahan, Jimin membuka kedua matanya. Kabur, ia merasa tidak bisa melihat apa-apa. Kecuali satu titik cahaya yang berwarna orange yang ia yakini adalah sinar matahari. Jimin menarik nafas dan perlahan mengeluarkannya. Mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri.

Jimin menghela nafas, saat dirasa afeksi tubuhnya mulai tenang. Jimin mencoba bangkit saat penglihatannya sudah kembali seperti semula. Ia harus terlihat baik-baik saja di depan Yoongi. Setidaknya, itu yang harus ia lakukan saat ini. Jimin menoleh saat mendengar tapak kaki yang mendekatinya dan benar saja Yoongi sudah datang menyusulnya. Jimin tersenyum normal.

"Lihatlah, hyung! Pemandangan Jeongseon dilihat dari sini, benar-benar sangat indah!" pekik Jimin kagum. Yoongi hanya tersenyum sekilas.

"Hm, Jim? Kapan kau akan pulang ke Seoul?" tanya Yoongi. Jimin berfikir sejenak.

"Memangnya kenapa hyung?" Yoongi tersenyum kecil.

"Aku tidak akan membiarkan kekasihku disini seorang diri!" Jimin terkejut dengan penuturan Yoongi, namun kemudian ia tersenyum senang.

"Kalau begitu, kita bisa pulang sekarang!" jawab Jimin. Yoongi mengangkat sebelah alisnya.

"Sekarang?" tanyanya memastikan. Jimin mengangguk dan menautkan tangannya ke dalam jemari Yoongi. Kemudian ia menyandarkan kepalanya ke bahu Yoongi yang lebih tinggi beberapa centi darinya. Sementara, Yoongi? Masih berperang batin saat ini. Ia membiarkan Jimin berperilaku semaunya, persis seperti sepasang kekasih, tapi kenapa ia merasa tidak nyaman? Apa ini keterpaksaan? Rasa simpatik? Atau masih rasa dendam? Entahlah, Yoongi belum ingin memastikannya untuk saat ini.

.

.

"Oppa, janji-kan akan sering berkunjung?" tanya seorang gadis mungil mendongak menatap Jimin. Jimin seketika berjongkok dan mengelus surai cokelat gadis itu.

"Oppa, janji Lisa!" jawab Jimin tersenyum.

"Hyung kenapa kau harus pergi?" tanya bocah laki-laki lain seraya menghentakkan kakinya di depan Jimin. "Coba saja jika dia tidak datang, kau pasti tidak akan pergi kan?"

SIMPLE PART.-1( ✔✔ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang