Greed POV
"Tidak usah terlalu dipikirkan." Sebuah suara berat dari arah belakang membuyarkan lamunanku.
Aku tidak perlu menelengkan kepalaku untuk melihat Si Pemilik suara itu. Sudah pasti Si Lancang Peminta-Minta yang menjadi Rival abadiku, Charity. "Apa maksudmu?"
"Aku tahu, kamu pasti sedang memikirkan perkataan orang tua yang baru kita temui itu."
"Huh. Tanpa kamu ingatkan pun aku juga SA-MA SE-KA-LI tidak peduli." Kataku berbohong. Tapi tentu saja roh budiman ini tidak perlu tahu hal itu. "Masa lalu wujud manusia kita tidak ada hubungannya dengan jiwa roh kita saat ini. Kita tetap rival. Selamanya."
"Benar." Kata Charity menimpali. Ia tiba-tiba sudah berada di hadapanku. Kini wajah kami saling berhadapan satu sama lain. Aku refleks memalingkan wajah. "Jadi, apa yang sedang kamu renungkan dari tadi, Nyonya Serakah? Baru pertama kali aku melihatmu begini."
"Bukan urusanmu! Dan berani sekali kamu mengorek-ngorek informasi pikiranku yang sangat berharga. Pergi sana! Aku sedang tidak ingin diganggu, terlebih lagi oleh orang miskin sepertimu." Kataku kesal sambil melambaikan tangan sebagai isyarat pengusiran. Aku masih menolak menghadapinya saat ini. Setidaknya bukan saat ini saat pikiranku benar-benar kacau gara-gara perkataan manusia tua busuk bau tanah itu. Dasar manusia terkutuk.
Tapi kebajikan dermawan satu ini benar-benar tuli rupanya. Dia sama sekali tidak beranjak dari tempatnya berdiri dan malah mendekatiku selangkah lebih dekat. Dan tanpa kuduga sekalipun, ia meraih wajahku dengan kedua telapak tangannya yang besar dan memaksaku melihatnya langsung. Aku hanya bisa melongo merasakan kejadian spontan ini.
Dan Charity memamerkan senyum jailnya. Sialan. "Tidak sopan loh... saat bicara dengan seseorang tanpa melihat wajahnya langsung."
"Apa di wajahmu ada emas?" Tanyaku sarkastik.
"Tidak ada." Jawabnya lugas.
"Jadi, mengapa aku harus membuang-buang energiku melihat wajahmu yang tak beremas itu?" Tanyaku setengah ngaco. "Dan lepaskan tangan kotormu dari wajahku!"
"Ya deh, Putri Bermahkota Emas." Manik mata emerald-nya mengekspresikan rasa jenaka yang sangat. Aku benar-benar jengkel dan tidak paham dengan selera humornya yang receh ini. Ia kemudian melepaskan tangannya dari wajahku. Syukurlah. Aku tidak perlu repot-repot menggunakan tanganku.
"Bicara tentang emas... kamu memiliki rambut emas..." Katanya melanjutkan sambil meneliti setiap jengkal wajahku.
Ugh. Aku tahu pembicaraan ini mengarah ke mana. "Apa-apaan.."
"...Mata emas." Ia menatapku lekat. "Pasti menyenangkan melihat wujud manusiamu di masa lalu. Greed tanpa atribut emas."
Kan...? Apa kataku. "Apa kamu sedang menyombongkan diri sekarang? Bahwa kamu di masa lalu adalah seorang Sultan dan aku adalah tukang jahit miskin tanpa harta sepeser pun?"
"Haha... aku tidak pernah berpikiran seperti itu. Jadi itu yang sedang ada di pikiranmu dari tadi yaa?" Ia masih terkikik geli. Aku ingin menjadikannya patung emas tertawa rasa-rasanya.
"Ya. Aku benar-benar tidak mengerti perkataan orang tua itu. Ini tidak benar. Ini tidak pernah terjadi. Dan tidak mungkin terjadi. Masa laluku bukan Si Miskin! Bukan Si Peminta-Minta sama sepertimu." Akhirnya aku mengakui.
"Masa lalu wujud manusiamu." Kata Charity mengoreksi.
"Terserah."
"Tapi... meski begitu. Aku tetap ingin melihatnya. Versi dirimu yang lain." Ia kali ini tersenyum tulus. "Gadis serakah yang semula tidak memiliki apa-apa tapi berambisi mendapatkan semuanya. Gadis yang bahkan bisa mendapatkan hati wujud manusiaku di masa lalu. Aku benar-benar penasaran."
Aku merasakan pipiku memanas. Sebenarnya selain dari fakta bahwa "aku" di masa lalu yang ternyata adalah orang miskin, ada satu topik lagi yang ingin kuhindari. Yaitu tentang ikatan wujud manusia kami berdua. Kata kakek itu yang ternyata mengenali wajah kami, intinya ia mengatakan bahwa mereka berdua tidak hanya saling mengenal, tapi juga saling menyukai dan bahkan menikah. Aku ulangi. Menikah!!! Entah apa yang ada di pikiran sinner-ku itu, bisa-bisanya dia menikah dengan saint dari rivalku sendiri. Astaga. Aku benar-benar kacau membayangkannya.
"Greed..." Panggil Charity setelah beberapa saat aku hanya terdiam.
"Apa?" Tanyaku galak.
"Tapi bukan berarti aku keberatan dengan dirimu yang sekarang. Bahkan... mungkin ini lebih dari cukup." Katanya masygul.
Hah? Omong kosong macam apa itu? Kepalaku semakin berat rasanya. Aku tidak tahu lagi eskpresi seperti apa yang ada di wajahku sekarang. Dan aku tidak berani menanyakan maksud dari perkataanya tersebut.
"Aku pergi. Capek. Ingin tidur." Aku harus segera menyingkir dari setan yang selalu tersenyum ini sebelum aku meledak.
"Oke. Aku antar ke kamarmu."
"TIDAK USAH!"
"Eh?" Dia terdengar kaget. Tapi aku sudah buru-buru meninggalkan tempat itu dan meninggalkan Charity di belakang.
-------------------------------------------------------------
Mudah-mudahan aku bisa bikin series dari fanfict ini. Suka banget mereka, huhu. Tentang masa lalu mereka dsb sesungguhnya hanya bagian dari imajinasi belaka. Gak ada (atau belum ada) di cerita Canon Desime.