Part 2

511 41 14
                                    

Charity POV

Aku hanya menatap punggung Greed yang tergesa-gesa memasuki rumah. Baginya sekarang rumah yang baru beberapa hari ditinggalinya itu adalah tempat perlindungannya satu-satunya. Dariku. Aku tidak bisa menahan senyumanku saat ini juga. Aku bukannya tidak tertarik menyusulnya dan menggodanya lebih jauh lagi. Tapi, mengingat sifat merajuknya yang meledak-ledak, aku khawatir sikapku yang kelewatan batas akan membuatnya berniat meninggalkan tempat ini sekarang juga dengan memanggil para Elives-nya yang sangat mematuhinya itu. Tidak, jangan sekarang. Entah kenapa jauh di lubuk hatiku, aku masih menginginkan gadis serakah itu berada di sini.

Aku sudah tahu sejak pertama kali melihat perubahan raut wajah Greed saat mendengar cerita Kakek Pembeli Domba tadi siang. Ekpresi kaget, tidak percaya, dan marah. Mungkin juga ditambah dengan sedikit rasa malu. Aku benar-benar kaget. Bukan karena cerita dari Sang Kakek, tapi lebih karena aku tidak menduga Greed yang sangat kuasa itu bisa mengeluarkan sedikit ekspresi yang sangat manusiawi. Ah, benar juga. Dia kan sedang mengambil wujud manusianya sekarang. Jadi itu wajar saja jika ia bersikap selayaknya manusia sejati. Tapi tetap saja hal ini sangat menarik sampai aku tidak bisa menghentikan diriku sendiri untuk menggodanya tadi saat sedang melamun.

Tiba-tiba seseorang memanggilku. "Kak Akraaam!" Suara Neith. Aku pun menghampirinya yang sedang menunggu di pintu rumah sambil berpegangan erat di tiang pintu.

"Kakak di sini." Aku mengusap lembut rambut kepalanya yang ikal. "Ada perlu dengan Kakak? Kenapa kamu sendirian? Mido ke mana?"

Baru kusadari, wajah Neith saat ini terlihat pucat pasi. "I-itu... barusan... a-aku juga tidak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba tubuh Kak Mido jadi keras... dan diam. Kak Avarie..."

Aku tidak membutuhkan kata-kata Neith selanjutnya untuk menduga apa yang sebenarnya telah terjadi. Dengan segera aku berhamburan ke dalam rumah dan meninggalkan Neith yang kebingungan. Prioritas utamaku saat ini adalah Mido, yang telah menjadi patung emas.

Dan benar saja. Aku mendapati Greed sedang berdiri menghadapi sebuah patung anak kecil yang duduk di kursi makan. Patung emas Mido. Tangan kanan Greed bahkan masih memancarkan aura emas.

"GREED!!!" Aku berteriak gusar dan menarik lengannya agar ia menghadapiku. Ekspresi wajahnya kali ini tidak terbaca.

Greed berkata lirih. "Lucu sekali. Di mana-mana cara ini memang yang paling ampuh untuk menghadapi kalian, para kebajikan busuk."

"Kembalikan Mido!"

"Akhirnya aku berhasil menghilangkan senyuman muslihatmu dari wajah jelekmu itu. Hah." Dia cekikikan geli karena berhasil melakukan apa yang diinginkannya. "Kau mendapatkan balasannya sekarang karena telah mempermainkanku. Hahahaha..."

Aku mencengkeram lengannya dengan erat. "Aku bilang, 'kembalikan Mido!'"

"Kalau aku tidak mau kau mau apa?" Katanya angkuh. "Lagipula aku belum punya koleksi patung emas anak kecil keturunan mesir di rumahku."

"Kau-" Aku sudah akan mencekiknya saat ini juga sampai terdengar suara Mido dari samping yang mengagetkanku. Sontak saja pandanganku kuarahkan kepada Mido.

"Kak Akram? Kak Avarie? Kalian bertengkar lagi yaa?" Mido yang baru semenit yang lalu duduk sebagai patung emas di tempatnya tadi kini kembali menjadi manusia seutuhnya. Ia terlihat bingung melihat kami berdua yang tampak akan memulai perang dunia. Ia kemudian melirik ke kursi kosong di sampingnya. "Loh, Neith ke mana? Barusan dia masih makan bersamaku."

Aku menatap Greed, orang yang menjadi sumber akar permasalahan. Ia kini bersedekap dan wajahnya mengulaskan senyum licik. Saat menyadari bahwa aku menatapnya, senyumnya semakin terkembang dan ia menjulurkan lidahnya sebagai bentuk isyarat kemenangan. Aku benar-benar ingin terharu dengan kembalinya Mido kalau saja tidak menyadari bahwa aku telah jatuh dalam perangkapnya dengan mudahnya. Kenapa aku bisa lupa dengan skill Midas Touch-nya yang sifatnya tidak permanen itu? Kecemasan yang berlebihan ternyata membuat pikiran seseorang menjadi kalang kabut.

"Mau sampai kapan kau memegangiku terus?" Tanya Greed.

"Kamu tahu apa yang baru saja kamu lakukan?"

"Tenang saja. Adikmu yang satu tidak bisa melihat dan yang satunya tidak ingat apa-apa." Greed hanya mengangkat bahu. "Sayang sekali. Padahal dia bisa menjadi koleksiku yang lucu."

Emosiku kembali naik. Tapi sebelum aku bisa berbuat banyak, Mido sudah bersuara menghentikan entah apa yang akan aku lakukan nantinya.

"Kak Akram, lepaskan Kak Avarie. Kakak padahal sering mengingatkan aku dan Neith untuk jangan bertengkar. Tapi kalian kok sering sekali berkelahi yaa." Kata Mido polos. Andai saja dia tahu bahwa orang yang baru dibelanya saat ini adalah orang yang hampir membuatnya mati... Mido kemudian bertanya lagi, "Kak Akram, lihat Neith, gak?"

Huft. Aku menarik napas dalam. Tenanglah, tenang. Tiba-tiba aku membutuhkan Patience di saat-saat seperti ini, kakakku yang selalu menenangkan semua orang. Aku akhirnya melepaskan Greed dan menjawab pertanyaan Mido. "Ah, maaf. Kakak lihat tadi Neith ada di depan. Kakak akan menjemputnya."

Tapi sebelum pergi, aku harus memastikan satu hal terlebih dahulu. "Kamu tidak akan..."

"Tidak. Aku berubah pikiran. Koleksiku tidak boleh berasal dari sesuatu yang kotor." Greed berbalik dan menuju kamar yang aku sediakan untuknya sejak beberapa hari yang lalu. "Dan aku butuh istirahat. Jangan ganggu aku sampai pagi."

"Loh, Kak Avarie gak makan dulu?" Tanya Mido. Ia sudah menawarkan sepenggal roti kepada Greed.

Greed berhenti sejenak. "Jangan terlalu baik padaku, Adik Kotor. Walaupun saat ini aku makan dan tinggal seatap dengan kalian, bukan berarti aku sama seperti kalian." Ia kembali melangkahkan kakinya ke kamar dan tidak berhenti lagi.

Aku hanya bisa diam. Kata-kata Greed barusan, mungkin lebih ditujukan padaku. Apakah ini sebuah peringatan? Bahwa apapun masa lalu wujud manusianya, bagaimanapun interaksinya denganku saat ini, dia tetaplah dosa besar dan aku tetaplah kebajikan besar, rivalnya.

"Kak..." Mido tampak sedih dengan penolakan Greed.

"Kamu lanjut makan saja. Kak Avarie sekarang mungkin sedang tidak nafsu makan." Kataku menenangkan. "Kakak ke depan dulu yaa.. kasihan Neith menunggu terus."

Mido pun mengangguk. "Baiklah."

Aku bergegas ke depan rumah. Menjemput Neith yang menunggu dan kebingungan. Aku menjelaskan sesedikit mungkin dan mengatakan bahwa ia tidak perlu cemas. Mido baik-baik saja.

Tenang saja Greed. Aku tidak pernah melupakan kenyataan bahwa kita berdua adalah rival. Tidak barang sedetikpun.

--------------------------------------------------------------------

Ini fanfict genre-nya romance tapi gak ada romance-romance-nya sama sekali... hahahaha. Maapkeun. Aku tidak pandai menulis fanfict sebenarnya. Apalagi cerita romance. Aku hanya senang membaca romance. Tapi CharGreed dalam Desime entah kenapa membuatku ke-trigger untuk bikin fanfict versi mereka. Mudah-mudahan aku bisa menyelesaikan fanfict ini sampai seterusnya.

BoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang