"Aku dipecat." Kata gadis itu tiba-tiba.
Orang yang berada di hadapannya tampak kebingungan dengan penuturan gadis itu. "Maaf?"
Tidak disangka gadis itu semakin berang. "Sama persis seperti hari itu. 'Maaf'? Ini semua gara-gara Tuan, tahu! Kenapa saat itu Tuan malah meminta maaf dan bukannya menendangku di bokong? Kenapa berpura-pura baik tapi setelahnya langsung menyingkir seperti mendengar anjing menggonggong?"
Perlu jeda yang panjang agar orang itu akhirnya menemukan suaranya kembali. ".....Apa kita saling mengenal?" Tanya orang itu akhirnya.
"Tentu saja tidak!"
Orang itu meneliti wajah gadis itu baik-baik. Gadis itu benar. Dia tidak mengenali gadis asing yang langsung menyerbunya dengan luapan amarah itu. "Baiklah. Aku mengerti."
"Hah?"
"Aku tidak bisa mengingat bahwa aku pernah melakukan hal yang kamu tuduhkan padaku tadi. Tapi melihat dari kemarahanmu barusan, sepertinya kamu memang mengalami kesulitan dari apa sudah yang aku lakukan dulu."
Gadis itu terdiam.
"Nona... apa ada yang bisa aku lakukan untuk membantumu saat ini?"
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Charity POV
Mido dan Neith benar. Seharian ini aku habiskan waktuku untuk berkeliling mengobrol dengan para pekerja. Aku tidak perlu memancing mereka lebih jauh untuk mengorek informasi. Hanya dibutuhkan beberapa menit saat aku duduk bersama mereka, dengan santainya mereka langsung membicarakan tentang Greed. Tentang aku dan Greed. Sebisa mungkin aku menepis prasangka mereka seperti yang aku lakukan kepada Mido dan Neith kemarin, tapi mereka lebih memercayai asumsi yang mereka simpulkan sendiri. Orang-orangku ternyata sangat tahan banting terhadap pengaruh dari luar dan sangat teguh dengan prinsip mereka sendiri. Sungguh tak tergoyahkan, dan aku sedikit bangga karena itu. Tapi bukan seperti ini. Teguh untuk hal-hal yang tidak pada tempatnya seperti ini.
Tidak terasa waktu semakin larut, tapi aku sama sekali belum merasa mengantuk. Pembicaraan dengan para pekerja tadi siang berputar-putar terus di ingatanku. Ajda bahkan sempat berpesan padaku untuk lebih sering-sering memperhatikan Greed. Sangat manis. Greed pasti akan sangat senang dengan gagasan Ajda tersebut.
Tapi mungkin Ajda ada benarnya. Belakangan ini aku jarang sekali bertemu dengannya.
Dan tiba-tiba aku menjadi haus sekali. Aku melangkahkan kakiku keluar kamar untuk mengambil minum. Saat aku akan berbelok menuju dapur, mataku tidak sengaja melihat nyala lampu dari kamar paling ujung. Kamar Greed. Gadis itu beum tidur?
Tanpa aku sadari, langkah kakiku malah membawaku menuju kamar Greed. Tiba di depan kamarnya, aku membuka pelan pintu kamar Greed dan mendapatinya sedang mengerjakan sebuah alat dengan fokus maksimal. Tangannya sangat cekatan menghubungkan bagian-bagian kecil dan kabel-kabel yang berhamburan di meja tempatnya bekerja tersebut. Aku tahu betul aku tidak boleh mengganggunya saat ini, tapi...
"Apa yang sedang kau kerjakan sekarang?" Tanyaku tiba-tiba yang membuatnya terlonjak kaget.
"Gyaaaaah!!?" Seru Greed dengan suara berisik. Beberapa benda kecil yang semula sudah dipasangkannya ke sebuah benda hitam misterius menjadi berhamburan kembali. Greed menoleh ke arahku dengan pandangan kesal.
"Ah, aku mengagetkanmu yaa." Aku melemparkan senyum rasa bersalahku.
"Memangnya menurutmu sendiri tadi itu apa? Dasar roh peminta-minta busuk!"
"Ahahaha. Sebenarnya aku tidak berniat mengagetkanmu. Tapi tadi kamu terlihat sangat fokus." Kataku berusaha menjelaskan. Aku menghampirinya dan langsung menduduki kursi kosong di sampingnya. "Kamu lagi buat apa?"
"Receiver." Katanya singkat. Aku langsung terdiam. Aku tahu betul apa fungsi utama receiver bagi seorang Greed. Elives.
"Kapan?"
"Tidak lama lagi."
"Kenapa?"
Greed melihatku sekilas kemudian kembali menekuri receiver-nya. "Bukankah malah aneh jika aku belum pulang sampai sekarang?"
"Itu tidak benar. Jika kamu mau meluangkan waktu untuk mendengarkan para pekerja, maka mereka akan berkata bahwa mereka menyukaimu saat bekerja di tempat ini."
"Sayang sekali, aku tidak punya cukup waktu luang untuk menanyai semua para pekerja tentang isu-isu dan gosip." Kata Greed tajam. Dia ternyata tahu tentang gosip-gosip yang beredar. Dia bahkan tahu tentang diriku yang menanyai semua para pekerja.
"Jadi hanya gara-gara itu kamu ingin pulang?"
"BERISIK!! Mengapa kamu cerewet sekali tentang ini? Aku mau pulang karena aku sudah muak dengan tempat ini! Bau hewan di mana-mana, anak-anak kotor pengganggu, tidak ada tuna mahal, tidak ada Kak Pride. Harusnya aku sudah pulang sejak pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini." Kata Greed penuh emosi.
Beberapa kali beradu argumen dengan Greed, membuatku menyadari satu hal, bahwa sebagian perkataan yang dikeluarkannya adalah bohong. Dan aku memilih untuk mempercayai bahwa perkataannya tentang rasa muaknya terhadap tempat ini adalah kebohongannya yang lain.
Aku menjulurkan tanganku menyentuh ujung rambut emasnya yang mencuat berantakan. Greed terkesiap, tapi anehnya tidak terlihat tanda-tanda penolakan. Aku memberanikan diri memainkan seutas rambutnya dan mengaitkannya di belakang telinga. Kenapa melakukan ini terasa sangat menyenangkan?
Ah, akhirnya aku mengerti alasan Ajda memberikan pesan itu kepadaku.
"Greed." Kataku terdengar serius. "Kapan terakhir kali kamu tidur?"
"Kemarin malam." Katanya berpura-pura serius mengerjakan receiver. Astaga... aku tidak menyadarinya selama ini. Ekpresi wajahnya jelas-jelas menunjukkan rasa capek yang luar biasa. Matanya berkantong dan gelap. Dan akhir-akhir ini dia sangat sensitif.
"Apa yang membuatmu tidak bisa tidur? Padahal kamu sendiri selalu memerintahkan para pekerja untuk bekerja dan istirahat sesuai waktu."
"Aku harus menyelesaikan receiver ini."
"Segitu pentingnya receiver ini sampai mengorbankan berhari-hari waktu tidurmu?"
"Iyalaah, sangat penting. Aku rindu kasur empukku di rumah."
"Kenapa kamu tidak mau tidur?" Tanyaku keras kepala.
"Aku benci tidur."
"Greed!"
"Memang karena itu, brengsek. Aku benci tidur karena saat aku tidur aku harus melihatmu lagi di alam mimpiku. Versi dirimu yang sangat menggelikan. Sialan." Greed akhirnya menumpahkan semua isi kepalanya. Sesungguhnya aku tidak pernah menduga jawaban yang seperti ini.
----------------------------------------------------------------------------
Tidur, Greed...
-----------------------------------------------------------------------------