01

281 29 0
                                    

Hiruk pikuk keramaian khas Bandara menyambutnya dengan ramah.
Hyuuga Hinata menghirup udara yang terasa berbeda dari tempat asalnya.

Memejamkan matanya untuk mengatasi sesuatu yang bergelut dalam batinnya, Hinata mengedarkan pandangannya dalam mata tertutup.
Seolah menyapa siapapun yang ada disana.
Tangan kanannya yang bebas menyentuh pertengah alisnya, membuat simbol kunci dengan membacakan beberapa doa yang telah dipelajarinya.
Sedikit lebih lama dari biasanya, karena ia perlu adaptasi.
Hingga disatu titik, ia menyelesaikan kegiatannya.
Membuka matanya, Hinata nampak tersenyum dengan tatapan lega.

Untuk pertama kalinya dalam 7 tahun terakhir, Hinata kembali menginjakkan kakinya ketempat ini.
Bandara Incheon memang selalu ramai seperti biasa, koper besar ditangan kanannya ikut terseret mengikuti langkahnya yang mulai beranjak dari pusat keramaian itu.

Hinata merasa sedikit lega, ketika dirinya bisa seperti kebanyakan orang normal disekitarnya.
Dimana ia tidak harus berurusan dengan hantu yang berkeliling disekitarnya.
Beberapa orang mengatakan bahwa ia indigo, sebuah kondisi yang membuatnya bisa melihat dimensi lain selain dunianya.

Hanya saja, Hinata istimewa.
Ia bisa mengontrol mata batinnya sendiri, memposisikannya dalam keadaan yang harus dihadapinya.
Ia bisa membukanya, bisa pula menguncinya.
Tapi, menguncinya selalu membuatnya kehabisan energi dengan cepat.
Biasanya, Hinata akan tidur untuk mengatasinya.
Energi yang terserap untuk menahan kunciannya memang sedikit lebih besar, dimana hal itu seringkali membuat Hinata kepayahan.

*
Hinata mengamati sebuah ruangan yang akan menjadi tempat tinggalnya selama bekerja disini.
Sebuah apartemen yang luas, meski dengan perkakas biasa saja, tidak mewah.

Tapi tempatnya terlihat nyaman dengan pencahayaan yang memadai.
Tubuhnya sudah hampir ambruk saat ia memasuki apartemen barunya, Hinata meletakkan kopernya disembarang tempat, sebelum menjatuhkan tubuhnya yang lelah kesofa ruang tamu dan tidur.

Tubuhnya butuh istirahat. Bukan hanya karena energinya yang terserap, tapi Hinata memang berada dalam kondisi krisis.
Penerbangan dari Tokyo ke Incheon memakan waktu beberapa jam, dan dijam sebelumnya ia masih harus bekerja di RumahSakit 12 jam nonstop, bisa kau bayangkan betapa lelahnya gadis itu sekarang ?

Hyuuga Hinata, anak bungsu dari keluarga Hyuuga.
Gadis manis yang sering mendapat tatapan aneh karena keadaannya yang ajaib.
Tapi, Hinata adalah tipe kuat yang jarang sekali peduli pada komentar miring yang menerjangnya.
Pengalaman adalah penguat dirinya agar tidak tumbang.

Sebagai seorang dokter, Hinata memang selalu mengedepankan pikiran logis dalam menangani pasiennya.
Meski beberapa kali ia harus berurusan dengan pastor atau ustaz untuk membantunya, tentu saja dalam kasus yang spesial.

Exorcism, Ruqyah, Klenik, Magis dan sejenisnya.
Sebuah permainan mental yang sering berputar disekelilingnya.
Hinata adalah kristen yang taat, meskipun ia juga mengamalkan ajaran islam dengan sangat baik.
Ia bahkan ikut berpuasa, beribadah sebagaimana muslim lainnya.

Pasti akan terlihat aneh, dan mungkin beberapa orang akan menghujatnya.
Dimana ia membawa dua agama besar itu dalam dirinya.
Tapi sekali lagi, Hinata tidak peduli pada orang lain.
Ia hanya ingin merasakan kedamaian dalam dirinya, dan ia memang merasakannya ketika meyakini dengan sepenuhnya, apa yang ia pilih.

Baginya, Tuhan adalah penguatnya.
Dimana ia bisa bertahan menghadapi kegilaan dalam dirinya selama ini.
Tak banyak yang mengerti tentang kondisinya, ketakutannya pada makhluk dalam bentuk tak wajar yang sering membuatnya mual.
Disaat paling kritis dalam harinya, Hinata perlu sesuatu untuk menyadarkannya.
Membuatnya kuat dalam sebuah energi magis yang akan datang saat ia berdoa.
Kedamaian yang menenangkan.
Ketakutan itu akan perlahan lenyap, ketika ia memanjatkan doa pada penguasa semesta alam.
Mengharap dirinya diberi sedikit tambahan keberanian untuk mengatasi makhluk-makhluk absrak yang sering muncul dan merepotkan dirinya.

*
Hinata membuka matanya yang terasa berat, kegelapan menyambutnya dengan begitu pekat, hanya sedikit pendar dari cahaya luar yang menjadi penerang ruangannya sekarang.
Mengerjap sambil mengucek matanya, Hinata bangkit dengan susah payah untuk menyentuh saklar lampu yang menempel pada dinding.
Tubuhnya terasa sedikit lebih baik, tidur yang cukup lama, dan sekarang sudah hampir jam setengah dua dini hari, dimana perutnya mulai keroncongan.

Hinata berjalan kekamar mandi,sedikit membersihkan diri. Tubuhnya terasa lengket dan bau.
Kembali kesofa, Hinata meraih tasnya, sekedar mencari sesuatu yang bisa dimakannya.
Mengambil sebotol air mineral dan beberapa bungkus roti, memakannya dengan cepat, tak peduli pada makhluk yang berada diruang tengah apartemennya.
Mata batinnya terbuka sendiri, entah kapan ia melakukannya, Hinata tidak ingat.

Perempuan yang duduk didekat jendela besar itu hanya diam.
Untuk masalah penampilan, perempuan itu terlihat cukup baik.
Meski rambut pirangnya begitu carut marut dan kumal, masih lebih baik daripada makhluk gosong yang berdiri didepan pintu kamar mandinya.
Hinata menyelesaikan acara kelaparannya, sedikit penasaran dengan wanita itu.
Dilihat dari sisi manapun, wanita itu jelas bukan dari era sepertinya.
Mungkin beberapa masa dibelakangnya.

"Annyeong." Sapanya dengan ramah.
Hinata mengambil tempat untuk duduk dihadapan wanita yang sedang menatap keluar jendela itu.
Wajah pucatnya semakin menyedihkan dengan raut sendu, pipi kirinya memar parah dengan beberapa luka yang membuat Hinata meringis ngeri.
Wanita itu menolah padanya, nampak terkejut namun senang.

"Annyeong," balasan yang diterima Hinata sangat ramah.
Hinata mengamati gaun klasik yang digunakannya, dimana warnanya semakin memudar seiring berjalannya waktu, ditangannya ada sebuah luka sayatan yang masih menganga, meski tidak parah.

"Aku Hinata, aku penghuni baru apartemen ini. Kuharap kau tidak keberatan dengan keberadaanku disini."

Sebagai manusia yang beradab, Hinata hanya menyampaikan sopan santun pada penghuni lama tempat ini.
Ia sudah melakukannya didepan kamar mandi tadi, dan wanita gosong itu hanya mengangguk lalu menghilang.
Itu lebih baik baginya, dimana Hinata tidak harus berurusan dengan hantu semacam itu dan bisa tinggal sedikit lebih tenang.

"Tidak, aku tidak keberatan. Lakukan saja semaumu, tapi tolong jangan usir aku."

"Aku tidak akan mengusirmu. Mungkin kita bisa berteman. Ngomong-ngomong siapa namamu ?"

Hinata tidak gila. Ia memang bisa berteman dengan beberapa jenis hantu yang penampakannya dalam wujud yang baik.
Diantara mereka tidak mau disebut hantu, sama seperti beberapa teman hantunya yang lain.
Yang akan marah saat Hinata memanggil mereka hantu.
Kadang terdengar begitu konyol, dimana para hantu itu seolah menolak mengakui status mereka.
Dalam tahap lebih parah, mereka jauh lebih eksis daripada manusia sebenarnya.
Dimana mereka selalu ingin diperhatikan, didengar, bahkan dituruti kemauannya.

"Aku Kim Hyunji." Energi yang dimiliki wanita itu mengalir dalam diri Hinata, membuatnya bisa melihat adegan sebelum kematiannya juga perasaannya.
Korban kekerasan pada rezim pemerintahan dimasa silam, meskipun wanita itu adalah seorang bangsawan.

Seorang perempuan yang lima tahun lebih dewasa darinya mendadak muncul. Memutus gambaran itu dalam kepalanya.
Hyuuga Hanabi, menepuk kening Hinata dengan sangat keras.
Membuatnya menoleh cepat pada sosok kakak sekaligus penjaganya itu..

"Jangan habiskan energimu untuk hal yang tidak berguna." Katanya dengan suara ketus yang khas.

Pandangan Hyunji beralih pada seorang anak kecil yanh barusaja muncul. Entah darimana saja bocah usil satu itu.

"Mei, kau darimana saja ?"

Meiling, bocah china yang secara kebetulan menempati rumahny dulu.
Bocah 6 tahun yang sangat pemberani dan sedikit usil.
Sahabat Hinata sejak masih kecil sampai sekarang.

"Ada banyak teman ditempat ini, jadi aku bermain dengan mereka.
Meskipun ada beberapa lelaki besar yang menyeramkan, tapi mereka tidak jahat."

Selalu seperti itu, Hinata biasanya akan menjadi yang terakhir tahu tentang apa saja yang ada disebuah tempat yang akan didatanginya.
Mei dan Hanabi akan lebih dulu sampai dan ngacir untuk melihat apa saja yang ada disana.
Selalu meninggalkan hinata begitu saja.

Ketiga hantu yang barusaja bertemu itu nampaknya baik-baik saja.
Maksutnya, mereka bisa menjadi teman atau bermain bersama.
Hanabi tidak melakukan protes apapun, itu tandanya ia aman.
Hyunji juga tidak masalah dengan keberadaan mereka ditempat ini.
Bahkan Mei terlihat senang saat bertemu dengan Hyunji.
Katanya, hantu perempuan itu mengingatkannya pada sosok ibunya dulu.
Hinata mengamati sosok Hyunji, dalam diam memikirkan kenapa perempuan itu masih berada disini ?

P.I.R.ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang