"Aku selalu penasaran, siapa perempuan yang selalu melindungimu itu !"
Itu adalah kalimat pertama yang diucapkan sasuke, setelah beberapa menit terlewati dalam diam.
Hinata menyelesaikan sentuhan terakhir pada perban yang dililitkan dilengan lelaki itu.Hari ini mereka kembali melakukan ritual exorcism, dimana lengan Sasuke terluka karena hal itu.
Pecaham kaca itu tertancap dilengannya, lalu ditarik memanjang oleh kekuatan gaib yang menggerakan pecahan kaca itu.
Dimana hal itu membuat Hinata langsung bereaksi, membuat simbol doa dalam gerakan jarinya dan menghentikkan gerakan itu."Dia kakakku." Hinata menjawab dengan singkat, membereskan beberapa peralatannya, sebelum Mei datang dan langsung mengkerut sambil memeluk Hinata dengan erat.
Baik Sasuke ataupun Hinata menatap dengan heran pada ulah hantu kecil itu."Hinata, ada yang mengamuk. Dia mau membawaku."
Hinata merasakan ketakutan itu mengalir dalam dirinya, sebelum merasakan sebuah energi besar yang mendekat padanya.
Uchiha Sasuke langsung beranjak dari tempatnya, berdiri didepan Hinata untuk berjaga-jaga jika ada yang menyerang gadis itu.Sesosok tinggi dengan wajah mengerikan muncul, bau anyir darah beradu dengan bau busuk nanah, sebuah visual dari penampakkan yang membuat Hinata mual, apalagi dengan adanya koreng dikulit sekasar aspal itu.
Dalam literatur yang pernah dipelajarinya, sosok seperti itu disebut wewe gombel dalam budaya jawa.
Perempuan dengan tubuh tinggi, payudaranya besar dan nanahan, tingginya tak masuk akal, dengan punggung bolong dan rambut semrawut sepanjang tanah.
Wajahnya ? Tolong jangan bertanya, karena itu bisa membuatmu teringat selama beberapa waktu, dan dijamin tidak akan bisa makan dengan nikmat. Yang ada malah mual.Hinata hanya heran, bagaimana sosok seperti itu juga bisa berada disini.
Dalam batinnya, ia memanggil beberapa hantu yang mendiami tempat ini.
Sedikit berharap agar kedatangan mereka bisa mengusir sosok asing yang nyasar ditempat ini.Uchiha Sasuke mengamatu apa yang sedang dilakukan Hinata, sekaligus menahan energinya agar tetap seimbang.
Satu persatu rombongan hantu itu muncul, dimana sebagian besar dikenal oleh Sasuke maupun Hinata.
Pak Wo, yang menempati lantai 5 adalah yang pertama muncul, dimana hal itu langsung membuat ciut nyali wewe itu untuk mendekat pada mereka."Tenang Mei, jangan takut." Meskipun telah menjadi hantu, Mei tetaplah anak kecil yang sering merasa ketakutan saat melihat penampakan yang menyeramkan.
Hanabi muncul entah darimana, berdiri disamping Hinata."Heoll, makhluk darimana itu ?"
Perempuan itu merasa heran dengan apa yang dilihatnya, dimana rombongan hantu itu tengah membuat serangan dan mengusir hantu jelek yang nyasar disini."Entahlah unnie, aku juga tidak tahu."
Rasanya memang sangat konyol, dimana Hinata sering berkonspirasi dengan hantu-hantu itu untuk mengatasi beberapa hal yang merepotkan menurutnya.
Mereka tidak pernah meminta apapun, dan dengan senang hati mau membantu Hinata.*
Hyuuga Hinata menatap langit-langit kamarnya, kegelisahan itu tak kunjung reda, bahkan setelah ia berdoa.
Hatinya serasa diliputi ketakutan yang tidak masuk akal dan sulit dijelaskan.Menyerah. Hinata bangun dari tempat tidurnya, mengambil jaket kulitnya yang tergantung dilemari dan keluar dari apartemennya.
Ia akan ke Gereja, dimana biasanya ia bisa berkonsultasi dengan Tuhan.
Hanabi muncul disampingnya, saat Hinata mulai berjalan."Mau kemana ?" Hanabi bertanya dengan nada menyelidik.
"Ke Gereja unnie. Perasaanku kacau."
Hinata meneruskan jalannya.
Jarak antara Gereja dan gedung apartemennya tidak terlalu jauh, dimana ia bisa menempuhnya hanya dengan berjalan kaki.
Hinata berjalan cepat, dimana ia tidak mau lagi berurusan dengan hantu- hantu usil yang sering mengganggunya.
Hanabi dan kekejamannya, memproteksi Hinata agar tidak tersentuh oleh hantu-hantu jelata yang sering nangkring di pohon-pohon pinggir jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
P.I.R.I
FanfictionSama seperti catatan merah dalam buku bersampul hitam yang terkunci rapat. Semuanya akan diungkap dalam bentuk kebenarannya. Baik atau buruknya, itu adalah catatan yang kau buat, kau tulis dengan tinta darah, memberi sumpah sehidup semati atas kisah...