07

87 14 0
                                    

Denting lonceng bertalu-talu, Hinata melihat sosok dirinya yang berlari dalam kukungan kegelapan.
Tanpa alas kaki, pakaiannya dipenuhi bercak darah, rambutnya kusut masai, bekas cakaran memanjang tercetak jelas dipipi kirinya.

Goresan memanjang yang masih mengeluarkan darah dari ujung lengan hingga bawah sikunya.
Lututnya berdarah.
Jalannya terseok, kengerian mengejarnya tanpa ampun.

Denting lonceng Gereja menjadi petunjuk satu-satunya, sosok yang mirip dirinya itu terus merapalkan doa dalam batinnya,
Sebelum sebuah tangan meraihnya, menariknya keluar dari kegelapan.
Membawanya dalam tempat yang penuh cahaya.

*

Hinata membuka mata, mimpi baru yang mengganggu tidurnya.
Tangannya menggenggam erat rosario yang kemarin diberikan Sasuke padanya.
Dering ponsel meraung dengan keras, membuat Hinata kembali terhenyak karena suara berisik yang mendadak itu.
Meraih benda elektronik yang diletakkan dibawah bantal, mengulum senyum tipis saat melihat nama Sasuke tertera dilayar ponselnya.

"Kau terbangun lagi ? Ada apa lagi sekarang ? Bermimpi lagi ? Ceritakan padaku, mimpi apa itu ?"

Hinata belum sempat mengatakan sepatah katapun, saat pertanyaan itu memberondongnya tanpa ampun.
Hinata tidak tahu harus marah atau senang, tapi gadis itu akhirnya hanya bisa menggeleng.

"Apa kabar dengan salam ?" Tanyanya dengan lucu.
Suara decakan diseberang sana terdengar begitu jelas ditelinganya.

"Katakan padaku Hinata, mimpi apa lagi sekarang ?" Hinata bisa membayangkan bagaimana ekspresi Sasuke saat ini.
Lelaki itu pasti sedang merajuk dengan mimik lucu yang menggemaskan.

"Akan kuceritakan besok. Bye,Sasuke."

Hinata memutus sambungan telpon itu.
Perasaannya sudah sedikit lebih tenang setelah berbicara sebentar dengan lelaki itu.
Meski sebuah pertanyaan besar muncul dalam kepalanya.
"Bagaimana Sasuke tahu kalau aku terbangun ?"
Hinata mengabaikannya kali ini, ia tidak akan merasa puas jiks hanya berbicara lewat telepon.
Jauh lebih baik saat mereka bertemu dan berbicara secara langsung.

Sasuke ditemani oleh seorang lelaki yang seumuran dengannya, mengawasi apartemen Hinata dengan teropong.
Pastor Kim merasa khawatir dengan keselamatan Hinata, mengingat seseorang misterius yang mencurigakan, dimana orang itu hampir selalu ada disekitar Hinata.

Jika hanya kebetulan, terlalu janggal.
Pastor Kim berpikir bahwa ini pasti sudah direncanakan.
Pertanyaannya, apa yang dicari oleh orang asing itu ?
Karena itu, ia menyuruh Sasuke untuk mengawasi Hinata dengan lebih ketat.
Memastikan gadis itu tak kembali jatuh sebagai korban.
Sudah cukup sekali saja, Pastor Kim tidak akan mampu melihatnya kembali terluka.

Gadis itu sudah terlalu banyak menanggung luka, baik luka fisik ataupun mental.
Hatinya terluka, meski Hinata selalu terlihat baik-baik saja.
Ada begitu banyak hal yang telah dilewati Hinata, bahkan saat gadis itu belum mengerti tentang apa yang dihadapinya.
Orang jahat macam mana, yang begitu ingin mengambil jiwa suci titisan bunda Maria itu.
Iblis jenis apa, yang ingin merenggutnya dan menjadikannya sebagai pengikut setan yang penuh dosa.

*
Tubuh kecilnya hampir terpelanting, andai saja tak ada Sasuke yang menyelamatkannya.
Lelaki itu mendekapnya dengan erat, memastikan Hinata tidak terluka.
Hingga deheman menyadarkan keduanya, pastor Kim menampilkan senyumnya yang sedikit berbeda dari biasanya, matanya menyiratkan sesuatu yang lain.

"Lihat tempat anak-anak." Katanya diikuti dengan kekehan geli.

Seorang anak kecil yang kira-kira berumur 10 tahun menyenggol Hinata, tanpa disengaja.
Dan hanya karena senggolan kecil itu saja, Hinata hampir terpelanting.
Sesuatu diluar nalar pasti terlibat.
Hinata menaruh kecurigaan, meski tidak diungkapkan.
Matanya mengikuti arah pergi kemana bocah lelaki itu menghilang dibalik belokan menuju tangga darurat.

P.I.R.ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang