Hari yang melelahkan untuk Andrean. Ia baru saja tiba dari luar kota bertemu klien mengurus pekerjaan beberapa hari. Ia tak sabar menunggu hari esok, bertemu dengan anak-anaknya kembali.
Mereka belum sepenuhnya menerima. Tapi Andrean tak bisa menyerah begitu saja. Cukup pertemuan singkat dengan mereka di dampingi oleh Marcel. Semenjak menikah, Marcel cenderung mengantar jemput mereka. Dibilang senang, senang. Andrean senang anak-anaknya mendapat ayah tiri yang baik. Dibilang iri, iya. Rasanya ia ingin di posisi Marcel. Tetapi hal itu bisa di kesampingkan oleh kebahagian mereka.
Bersamanya, belum tentu kebahagian itu ada. Terkesan pesimis ya?
Ara. Anak itu membuka tangan untuk dirinya. Ia ingat saat Ara, mengatakan senang mempunyai dua Papa dan memeluk dirinya. Entah, apa yang Marsha dan Marcel ajarkan. Namun, hal kecil itu mampu membuatnya terharu. Sayangnya, anak itu akan menjauh apabila Lea bersamanya atau menghampirinya. Walau sesak, ia mengerti akan hal itu. Ara masih takut, kejadian waktu itu terulang kembali.
Sedangkan Izy dan Cio, kedua anak itu tidak lagi menghindar darinya. Duduk makan bersama mereka lakukan meski sama sekali tak ada obrolan. Kalau ia mengajak untuk mengobrol, kedua anak itu hanya fokus dengan makanannya tanpa menatap dirinya. Menjawab pertanyaan apalagi. Yang ia bisa lakukan hanya menghela nafas. Bersabar.
Untuk sekarang, mereka mau menyalaminya dan berada satu ruang bersamanya saja itu sudah kemajuan. Tinggal menunggu waktu agar mereka dekat selayaknya anak dan orang tua.
Mengingat mereka, membuat ke inginan untuk bertemu dalam hatinya meningkat. Huh. Ia rindu.
"Dad.."
Baru membuka pintu utama, suara Lea menyambutnya. Dia sedang belajar bersama guru privat nya.
"Lea rindu, Dad!"
Andrean tersenyum, waktu Marsha memintanya melihat kondisi Lea. Ia melakukannya. Bertemu dengannya, anak itu menangis dan meminta ikut pulang dengan dirinya saja.
"Daddyyy..."
"Lea.."
Andrean terkejut melihat Lea keluar dari rumah sederhana dan berlari kearahnya.
"Dad, Lea mau pulang. Lea gak mau disini" ujarnya sembari menangis.
"Kenapa sayang? Ada yang menyakitimu?" tanya Andrean, ia menelusuri tubuh anaknya dari atas sampai bawah. Takut-takut ada bekas luka. Dan jika ada, ia tak segan-segan menyakiti siapapun yang menyakiti anaknya.
Lea menggelengkan kepalanya, "Lea baik, Dad."
"Sungguh..?"
Dengan cepat Lea mengangguk.
Tak berapa lama, keluarlah sepasang paruh baya dari rumah yang sama. Salah satunya, menatapnya tidak senang.
"Baguslah kau datang. Bawa anak pembawa masalah itu pergi. Aku tak sudi merawatnya" ketus Erista. Ibu dari Griya yang tengah menghampirinya bersama Tio suaminya.
Tangan Andrean mengepal. Wanita paruh baya ini benar-benar keterlaluan. Andai tidak ada Lea disini, Andrean akan lepas kendali. Andai ia tidak mengingat Cio, Izy dan Ara, ia dengan mudah kehilangan kontrol seperti dulu.
"Dia. Anak yang anda sebut sebagai pembawa sial adalah cucu anda sendiri Nyonya Erista" tekan Andrean seraya menatap tajam Erista. Tidak ada rasa takut, wanita paruh baya itu balik menatapnya seolah tengah menantang dirinya.
"Aku tidak sudi.."
"Hentikan, Ma" potong Tio cepat. Pria paruh baya itu tahu, istrinya pasti akan mengatakan hal yang tidak pantas didengar oleh anak seusia Lea.
Erista melotot pada suaminya, yang dibalas delikan tajam oleh suaminya.
"Lea, masuk kedalam mobil. Nanti Dad akan menyusul" mematuhi ucapan Andrean, Lea masuk kedalam mobil dengan pintu yang sebelumnya telah dibuka oleh Andrean sendiri.
Tak ingin berdebat terlalu panjang apalagi dengan Erista, Andrean merogoh sakunya. Ia mengambil dompet dan mengeluarkan selembar cek yang sudah ia tanda tangani.
"Tuan Tio, tulis nominal angka berapapun yang anda mau. Setelah itu, bawa istri anda pergi dari sini dan cegah dia mengganggu keluarga kami lagi. Biarkan aku yang merawat Lea.." ucap Andrean, ia menyodorkan cek itu di hadapan Tio.
"Tidak perlu Andre .."
"Setuju. Gini dong dari kemarin-kemarin"
Dengan tidak tahu malunya, Erista mengambil cek tersebut dari tangan Andrean.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengganti 2 ( Selesai ✓ )
ChickLitSakit dan hancur, itulah yang Marsha rasakan saat ini. Indahnya pernikahan harus berakhir begitu cepat. Keutuhan keluarga kecil yang dibangunnya demi anak-anak, nyatanya hanya sesaat. Kini hanya ada dirinya dan anak-anak serta bayi dalam kandunganny...