Chapter 8

391 45 13
                                    

Malam itu di kamar Jeon Somi...

“Hufth... Aku harus bagaimana? Dia pasti benar-benar marah padaku. Aku tak pernah melakukan kesalahan ataupun membuatnya kecewa. Caranya menatapku... aaaaahhh.... ” Somi menghela nafas panjang sembari membanting tubuhnya di atas ranjang. Masih kacau dengan kejadian di kelasnya tadi siang. Sebenarnya bukan karena insidennya ia jadi baper. Tapi karena sikap sang wali kelas lah yang membuatnya terus berpikir, apa yang harus dilakukannya agar Guru Cho tak lagi marah padanya.

“Kalau aku memberinya cokelat, apa dia mau memaklumiku? Ah... tidak, tidak, tidak. Kenapa harus cokelat? Kira-kira apa yang sebaiknya aku berikan untuknya ya? Aku benar-benar frustasi...”

Sambil terus memikirkan sesuatu yang pantas untuk diberikannya kepada Guru Cho, Somi pun terkantuk dan tanpa sadar tertidur hingga keesokan harinya.

Hari baru untuk pikiran yang baru. Kali ini Somi menyetujui ungkapan itu. Sebuah keyakinan bahwa dengan tidur, pikiran akan menjadi jernih dan gagasan-gagasan cemerlang pun siap terbit. Karena akhirnya sebuah ide muncul begitu Somi selesai merapikan pakaiannya untuk bersiap ke sekolah. Perasaan fresh setelah tubuhnya mendapat siraman air segar di pagi hari juga rupanya lumayan berpengaruh. Somi melihat ke arah jam dinding di kamarnya.

Gawat! Sudah pukul 06.25? Aku tidak boleh sampai ketahuan oleh Jimin Oppa. Ya, aku harus bergegas. Aku harus berangkat lebih dulu daripada dia. Aku tidak mau diinterogasi yang macam-macam olehnya.

Somi lantas berlari menuju lift dengan perasaan yang berdebar sekaligus was-was, dengan harapan semoga Jimin masih belum keluar dari kamarnya.

Benar saja, tak berapa lama setelah lift yang Somi naiki beranjak turun. Jimin pun keluar dari kamarnya. Ia mulai mengetuk pintu kamar Somi, berniat mengajaknya berangkat ke sekolah bersama. Tapi Somi tak kunjung juga membuka pintu. Jimin pun mencoba meneleponnya dan berjalan menuju jendela di sisi lorong lantai kamarnya.

“Yaa, Jeon Somi? Apa kau di dalam? Aku berulang kali mengetuk pintu kamarmu tapi tak juga kau buka.” Kata  Jimin, heran.

“Ah, minahae, Oppa.” Sahut Somi dari seberang telepon. “Sepertinya hari ini aku tidak bisa ikut denganmu.  Karena ada sesuatu yang harus kulakukan sebelum pergi ke sekolah pagi ini.”

“Ada apa? Ada terjadi sesuatu?” tanya Jimin khawatir. Ia pun tak sengaja menangkap Somi yang baru saja keluar dari lantai dasar gedung. Somi tampak terburu-buru dan berjalan setengah berlari menuju halte.

“Bukan. Tidak ada apa-apa, kok. Aku hanya sudah punya janji dengan temanku. Ada yang harus kami beli untuk tugas sekolah hari ini. Kemarin aku kelupaan membelinya sepulang sekolah.”

Tumben, pikir Jimin. Seceroboh-cerobohnya Somi, Jimin tahu betul bahwa Somi adalah orang yang disiplin dengan tugas-tugas sekolahnya. Ia selalu teliti memeriksa segala keperluan sekolah, apalagi yang bersangkutan dengan tugas-tugas sekolah. Bagi Jimin, ini pertama kalinya Somi teledor seperti itu. Tapi Jimin tak ingin memaksa. Andaipun Somi berbohong, menurutnya pasti Somi memiliki alasannya. Dia hanya butuh waktu untuk membiarkan Somi melakkukan sesuatu seperti keinginannya. Toh nanti dia pasti akan bercerita dengann sendirinya.

“Baiklah, aku mengerti. Hati-hati di jalan. Jangan barlarian seperti itu!”

Tampaknya Somi menyadari dirinya yang tengah diperhatikan oleh Jimin dari atas. Ia pun kemudian menoleh dan melambaikan tangannya pada Jimin yang tampak berdiri memandanginya dari lantai gedung kamarnya. Tak lupa senyum manis dilemparkan Somi karena perasaan leganya yang merasa telah berhasil membuat Jimin percaya dengan kata-katanya.

“Dasar...” gumam Jimin dengan senyum yang mengembang tanpa disadarinya sebab melihat tingkah laku Somi yang menurutnya selalu mencerahkan hari-harinya. “Kiyom...”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 26, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Secret RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang