Kemping? Berdua?

974 87 0
                                    

Akhir pekan pun tiba di mana kami, aku dan Edgar akan berkemah. Kami rencananya akan pergi ke tempat kemah pukul 8 pagi dan aku sudah bangun dari jam 5 tadi untuk mengecek kembali barang-barang yang akan kubawa. Tenda nanti dibawa oleh Edgar, aku hanya membawa bahan-bahan makanan saja.

Setelah memastikan bahwa semua barang yang akan dibawa lengkap aku memutuskan untuk menyiapkan sarapan setelah itu baru akan mandi dan menunggu Edgar jemput.

Aku bersiap-siap dengan santai karena waktu yang ada cukup banyak untuk menunjukkan pukul 8 pagi. Hingga jam pun berganti yang tepat jam 8 pagi terdengar ketukan pintu rumah.

Sebelum membuka pintu aku melihat kembali penampilanku di depan cermin kemudian keluar menyapanya.

"Pagi," sapaku hangat tentunya dengan senyuman lebar.

Aku meneliti penampilannya yang selalu terlihat sempurna di mataku. Celana jeans robek di bagian lututnya, kaus hitam yang hampir memperlihatkan bentuk tubuhnya yang berotot membuat penampilannya sempurna. Dulu aku tidak pernah terpesona melihatnya tapi sekarang mau pakai apapun dia mempesona di mataku.

"Pagi." Dia membalas dengan senyuman kemudian berjalan masuk ke dalam rumah dan melakukan inspeksi dadakan dengan barang bawaanku.

Aku tersenyum melihatnya. "Udah selesai diperiksa pak? Ayo, udah jam 8 lewat," seruku pada Edgar.

Dia melihatku kemudian mengangguk, lalu langsung mengambil satu tas besar berisi perlengkapan makan dan membawanya ke mobil sedangkan aku hanya membawa tas punggung berisi pakaianku.

Sesampainya di mobil yang terparkir manis depan rumah, Edgar langsung membuka pintu bagasi lalu memasukkan tas besar itu dan memasuki bangku pengemudi. Aku pun segera membuka pintu depan dan masuk menduduki kursinya sebelum pandanganku tertuju di cermin pada hal yang tidak pernah ingin kulihat.

"Dania?" Aku menyebut nama terlarang itu dengan suara. Aku langsung berbalik dan menatapnya bertanya.

"Hai." Dia menampilkan senyuman centilnya.

Aku segera memalingkan kepala dan menatap Edgar dengan marah. Edgar diam, dia tidak menatapku dan segera menyalakan mesin mobil tetapi sebelum benar-benar berjalan aku segera keluar dari mobil.

Berjalan dengan tergesa-gesa kembali ke rumah. Dapat terdengar Edgar yang mengikutiku dari belakang. Saat masuk ke dalam rumah aku langsung menuju dapur.

Bersandar pada lemari es sambil menyilangkan tangan di depan dada lalu menatap Edgar dengan tajam.

"Apa maksudnya ini? Kenapa dia ada di sana?" Aku sedikit menahan suaraku agar tidak berteriak. Dia mencoba mendekatiku, "tetap di situ. Gimana Bisa dia di mobil Edgar?" Tanyaku dengan tegas.

"Itu.." Dia menghela nafasnya seraya berkata, "dia yang menawarkan diri karena aku menolak untuk jalan dengannya hari ini. Aku bilang padanya alasan sebenarnya dan dia meminta ikut, aku tidak mampu berkata tidak bisa."
Amarahku seketika naik menuju ubun-ubun, sedikit lagi sepertinya akan meledak. Penjelasannya barusan membuat emosiku meletup-letup. Edgar yang terlalu baik dan Dania yang licik.

"Kamu bilang hanya berdua Edgar! Hanya kamu dan aku! Kuulangi hanya berdua!! Kalo gini ceritanya kamu pergi aja sama dia! Aku nggak akan pergi ke mana-mana, jadi sekarang lebih baik kamu keluar dari rumahku." Aku tidak tahan, suaraku langsung meninggi dengan sendirinya.

Dia berbuat kesalahan, haruskah dia ditolerir akan hal ini karena kami berteman? Kalian gila? Ini bukan tentang teman tapi lebih tentang pertanggungjawaban ucapan. Aku tidak suka orang yang mengingkari janjinya terutama padaku dan melakukan hal yang jauh dari prakiraan.

"Nora, aku minta maaf. Aku tau aku nggak menepati janjiku tapi mau gimana.." Dia mencoba membela diri.

"Apa?! Maaf? Harus kuulangi kata-kataku di tempo hari? Aku benci orang yang tidak menepati janjinya. Jika kamu tanya apa masalahku? Atau memang apa salahnya? Kata-katamu!! Aku memegang setiap perkataan orang padaku. Kamu sangat tau itu!" Bentakku padanya.

Mataku menatapnya seperti ingin memanggangnya hidup-hidup. Tentang Dania, biarkan saja dia berada di mobil dan menunggu lama, aku tidak peduli.

"Nora.." Dia mencoba memanggilku dengan lembut.

"Pergi deh sana. Tuan puterimu udah nunggu, kasian. Dan Edgar, jangan temui aku, entah sampai kapan. Aku kecewa padamu. Keluarlah," suaraku melemah.

Aku ingin menangis saat ini juga tapi dengan sekuat tenaga kutahan. Bisa jadi lebih rumit nantinya.

Edgar menatapku dengan lama kemudian berjalan keluar rumah dan ketika terdengar pintu tertutup, pecah sudah tangisan yang sedari tadi ditahan. Aku tidak berharap perasaan ini dibalas, aku hanya ingin dihargai, sama seperti sebelum-sebelumnya. Bagaimana bisa dia melakukan hal yang tentu sangat kubenci itu? Apa sebegitu jatuhnya dia dengan perempuan centil itu?

Karena acara berkemah batal hari ini dan tidak memiliki rencana cadangan lainnya jadi berakhirlah aku di atas kasur dengan laptop, menghabiskan waktu menonton drama Korea. Enggan beranjak, enggan berbuat apa-apa, enggan semuanya.

Namun kemudian terdengar ketukan pintu depan. Dengan memaksakan diri aku bangun dan memberhentikan sejenak drama lalu berjalan membuka pintu.
Siapa gerangan yang bertamu di akhir pekan begini. Seingatku tidak ada yang kuundang untuk bertamu.

Di saat pintu terbuka, laki-laki itu berdiri di depanku. Kalian pasti tahu siapa, ya dia adalah Edgar. Aku tidak percaya dengan sosok yang berada tepat di depan mataku. Wajahku pun otomatis mengeras.

He is My (Boy)friend [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang