"Ngapain kita ke arena bermain?" Aku menoleh pada Edgar.
Laki-laki itu hanya menanggapi dengan senyuman dan kembali menarik tanganku ke dalam arena bermain.
Ternyata laki-laki itu membawaku ke arena bermain di salah satu mall. Dengan tujuan apa dia bawa membawaku jauh jauh ke sini dan bukan tempat yang sering kudatangi?
Dia kemudian berjalan menuju kasir dan mengisi saldo di kartu bermainnya kemudian memberikannya padaku. Dia,memang menyukai arena bermain, tiap kali dia ingin kemari selalu saja mengajakku tapi tentu saja kutolak mentah-mentah tapi bukan Edgar jika dia tidak menyeretku ke dalam arena bermain apalagi saat sekolah dulu.
Aku menatap bingung pada kartu bermain yang diulurkannya itu.
"Apa maksudnya ini?"
Edgar menepuk kepalaku pelan, "bermainlah, biar kamu rileks."
Aku perlahan-lahan paham dengan maksud dan tujuannya. Mendatangi tempat ini agar janji yang telah dibuatnya sedikit tergantikan dengan menghabiskan waktu berdua di sini dan agar aku mau memaafkannya.
Laki-laki ini membuat kedua mataku menatapnya, mencari ketulusan.
"Mau nyogok? Biar aku maafin gitu?"Edgar menunjukkan cengirannya lalu mengusap puncak kepalaku yang membuat aku membeku. Dia tidak pernah sekali pun melakukan hal itu pada diriku. Ada apa dengannya hari ini? Tadi menggenggam dan sekarang mengusap? Sehatkah dia? Tidak tahu juga kah dia jantungku menggila karena permainannya itu?
"Iyaaaa.. Aku mau nyogok kamu. Setidaknya akhir pekan ini hanya ada kita berdua ya walau acara kempingnya batal," katanya dengan pelan dan sesal.
Aku berdehem pelan, berusaha menetralisir keadaan hati yang mau luluh begitu saja. Haruskah menyangkal hati atau mengikuti keinginan hati.
Menatap kartu bermain yang berada di telapak tangan dengan serius. Baiklah, aku akan memaafkannya kali ini kalau sampai terulang lagi, berarti begitulah akhirnya..
Aku kemudian berkeliling dan memainkan beberapa permainan dengan Edgar. Aku akui sangat menyenangkan dan membuat lupa akan kejadian menyebalkan hari ini. Setelah puas bermain selama 2 jam kami pun keluar dari arena bermain dan mencari makan karena perut sudah berteriak minta tolong.
"Besok hari minggu. Mau ngapain aja besok?" Edgar memulai percakapan denganku setelah makanan kami habis.
"Tidur," jawabku dengan singkat tanpa menatap lawan bicara.
"Bagaimana kalau besok kita ke waterpark? Dari pada akhir pekanmu sia-sia," usul Edgar yang akhirnya berhasil mendapat perhatianku.
"Ada janji nggak sama orang lain kamu besok?"
Edgar menggeleng dengan cepat, "tidak ada."
"Yakin?" Tanyaku sekali lagi. Entah untuk menyakinkan siapa, Edgar atau aku.
Jawabannya tidak sama seperti sebelumnya kali ini dia terdiam kemudian meringis sambil menatap padaku.
Aku berusaha menampilkan senyuman jenaka seperti biasanya, entahlah berhasil atau tidak, tapi semoga saja berhasil demi menutupi kenyataan hati.
"Cabut yuk? Aku ngantuk," kataku seraya berdiri.Edgar mengangguk lalu kami berdua pun memutuskan untuk pulang dengan Edgar yang hanya mengantarku. Awalnya dia ingin singgah sebentar tapi tentu saja dengan senang hati aku usir. Aku belum sepenuhnya memaafkannya. Dua kali dia membuat kesalahan yang sudah jelas akan membuatku marah. Tidak semudah itu memaafkannya karena ini juga menyangkut hati.
Mengingat kembali akan ajakannya tadi membuatku sesak, seharian dia akan menghabiskan waktunya dengan Dania dan bersenang-senang sedangkan aku di sini merana karenanya.
Betapa mengenaskannya kau Nora.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is My (Boy)friend [Completed]
RomanceJadi ini adalah cerita mengenai aku, Nora Kayana, tentang hati, tentang suatu hubungan dan kejujuran. Seperti bagaimana aku harus menempatkan diri dan terus berada dalam zona yang tidak nyaman ini. -✨