Sembilan

56 8 0
                                    


(20)

Sementara Cori melakukan entah apa di kamar mandi, Ayah dan Bunda menginterogasiku soal serangan kemarin.

"Kamu masih lemes?" tanya Bunda.

"Enggak Bun."

"Gak merasa sesak atau apa? Jantung berdebar? Atau apapun yang gak biasa?" giliran Ayah menuntut jawab.

Aku kembali menggeleng dengan raut bosan.

"Kamu kenapa sih, Agra?" Bunda mengeluh.

"Udah sore, Bun. Kapan kita pulang ke rumah? Agra bete lama-lama di rumah sakit," ucapku mengalihkan isu.

Bunda mendesah dan melirik Ayah.

Lalu seseorang mengetuk pintu kamar dan masuk tanpa diundang. Aku merasa sedikit deja vu. Bukankah Cori masih di kamar mandi?

Ternyata yang datang seorang cewek. Sepertinya kami seumuran. Dia melongok dan celingak-celinguk mengintip kamarku.

Cewek itu tinggi. Cantik. Dengan paras indo yang terlihat jelas. Hidung lurus, mata kecokelatan, kulit sedikit pucat. Gaunnya cukup terbuka, terutama di bagian perut dan paha, berbordir emas dengan insignia didada bergambar serigala raksasa. Dia seorang ningrat. Tidak perlu diragukan. Auranya begitu dominan.

Cewek itu mengeluarkan pekik tertahan saat melihatku. Dia terlihat agak sebal.

"Cori, loe kabur lagi!" dia mendesah, lalu melirik Ayah dan Bunda. Wajahnya seperti tidak enak. "Maap ya, Om, Tante.. adek sepupu saya ini ingatannya agak kacau.. jadi kadang sikapnya suka unik.. "

Cewek itu jelas kesulitan mendeskripsikan Cori. Ingatan kacau dan sikap unik? Intinya dia cuma mau bilang Cori itu sinting.

"Apa Cori nyusahin Om sama Tante?"

Kedua orang tuaku tampak terkejut tiba-tiba ditodong pertanyaan begitu sama cewek tidak dikenal. Ayah seperti merenungkan sesuatu. Sementara Bunda terlihat bingung.

Cewek itu menghampiriku.

"Cori, itu baju siapa? Apa loe ngerepotin pemilik kamar ini? Gue kan udah bilang, loe mantep-mantep aja di kamar. Kita ada janji temu sama Dokter Ingrid setengah jam lagi. Gue pusing nyariin loe dari tadi! Untung ada yang ngeliat loe masuk sini. Loe tuh bener-bener jago bikin gue stres, tau gak!"

Aku ternganga. Mungkin kah cewek ini salah mengiraku sebagai Cori?

"Gue bukan Cori. Gue Scipio.. " jawabku salah sebut. Tidak biasanya aku mengenalkan diri sebagai Scipio. Ini pasti karena aku terlalu sering ngobrol dengan Cori! Sungguh mengerikan, dia membuatku lupa pada namaku sendiri!

Aku melirik cewek di depanku. Hadeh. Lagian apa sih yang sebenarnya diperbuat Cori? Emangnya dia itu buronan? Kenapa harus pake kabur segala? Dan apa maksudnya janji temu dengan Dokter Ingrid? Setahuku dia itu psikiater yang sering tampil di TV. Separuh selebritis. Aku tercengang. Jangan-jangan Cori beneran bocah sinting yang kabur dari rumah sakit jiwa?

Ya, Tuhan. Setelah semua yang terjadi, ternyata aku masih belum tahu apa-apa soal Cori. Dia tak pernah mengijinkanku mampir ke rumahnya. Kalaupun kuantar, Cori selalu menunggu di lobi apartemen.

Cewek itu mengerutkan kening.

"Scipio?" ulangnya lambat-lambat. Perlahan raut wajahnya berubah. Marah dan sedih sekaligus. Mata cewek itu berkaca-kaca.

"Iya, gue Scipio. Bukan Cori! Ehm, sebenernya panggilan gue Agra."

Kupikir aku sudah berhasil meluruskan apa yang perlu diluruskan, tapi nyatanya cewek ini malah tambah histeris.

1001 Samsara: Jiwa AbadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang