Dua Belas

55 9 0
                                    


(26)

Pagi itu Ayah dan Bunda terus menemaniku di kamar. Cori tidak tampak batang hidungnya. Aku tidak tahu apa yang semalam dia katakan pada Bunda. Yang pasti sikap Bunda kembali normal. Kami bersikap seolah tidak ada yang terjadi.

Ketika Ayah keluar sebentar karena ada urusan, akhirnya aku punya kesempatan menanyakan hal yang ingin kutanyakan sejak tadi.

"Bunda marah sama Agra? Jijik sama Agra?"

Bunda membelai rambutku. "Bunda gak marah. Lagian kenapa Bunda harus jijik sama anak sendiri?"

"Semalem Agra.. "

"Bunda udah lama tau," potong Bunda.

"Eh?"

"Jangan pernah remehin insting wanita, terutama Bunda kamu sendiri." Bunda tersenyum. "Bunda tau kok Cori suka sama kamu. Keliatan jelas dari sikapnya selama ini. Dia selalu cari perhatian sama kamu. Bunda sama sekali gak kaget. Cuma.. "

"Cuma?"

"Bunda gak nyangka kamu bakal ngebales ciumannya begitu."

Kurasakan telingaku memanas.

"Agra juga gak nyangka," aku mengaku.

"Kamu suka sama Cori?"

Aku menggeleng. "Agra bukan homo, Bun! Agra sayang sama Cori, tapi gak begitu caranya. Agra kadang bingung sama perasaan Agra sendiri."

Bunda mendesah. "Kamu harus memilih, Agra. Cori atau Sylvia? Bunda gak mau kamu nyakitin salah satu dari mereka dengan tidak bersikap tegas."

Aku tersentak.

"Kenapa?" tanya Bunda lagi.

"Emang Bunda gak keberatan kalo Agra sama Cori?"

"Ini hidup kamu Agra. Perasaan kamu. Ada hal-hal yang Bunda gak bisa ikut campur. Kalo mau jujur, Bunda bakal sedih karena gak bisa nimang cucu Bunda sendiri. Tapi selalu ada jalan. Jadi kamu gak perlu khawatir soal itu. Bunda cuma pengen anak Bunda bahagia. Bunda rasa itu harapan semua orang tua. Melihat anaknya bahagia."

Ucapan Bunda membuatku terharu. Aku menggaruk leher salah tingkah.

"Menurut Bunda, Ayah bakal keberatan?"

"Ayah kamu lebih bijak dari Bunda." Bunda tersenyum membesarkan hati.

Aku terdiam, merenungkan sikap hangat kedua orang tuaku selama ini. Dalam hati aku merasa sangat bersukur. Mereka orang tua terbaik.

"Kamu beneran suka sama Cori?" selidik Bunda.

Aku terdiam lama. Merenung.

"Enggak dengan cara itu," ucapku akhirnya. "Agra udah pernah bilang sama Cori. Dan dia ngerti kok. Hubungan kami gak seperti itu."

Bunda mengangguk.

"Artinya Bunda gak perlu cemas soal cucu." Bunda terkekeh, lalu menambahkan dengan muka serius, "Kamu harus negesin itu lagi sama Cori. Jangan sampe dia berharap lebih."

"Pastinya. Omong-omong Cori kemana sih, Bun?"

Bunda mendesah. "Bunda juga gak tau kemana adek kamu satu itu. Dari tadi kok gak keliatan. Padahal biasanya dia selalu keliaran deket kamu."

"Agra pikir semalem Bunda ngusir Cori atau apa."

"Gak mungkin lah Agra. Seperti apapun dirinya, Bunda terlanjur sayang sama Cori. Sama kayak Bunda sayang sama kamu." Bunda tersenyum sedih.

1001 Samsara: Jiwa AbadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang