10 beasiswa yang wajib kamu tahu
Info terbaru Beasiswa dalam dan luar negeri
Berita harian terbaru beasiswa hari ini
Berdecak kesal. Rain loncat turun dari kasurnya. Hampir satu jam dia berkutat dengan komputer, tapi tak ada satupun beasiswa menarik yang ditampilkan website internet. Matanya sudah perih karna melihat layar komputer terlalu lama. Makan es krim sambil berjalan-jalan di sekitar taman kompleks adalah pilihan terbaik untuk mengembalikan moodnya.
"Mau kemana non?" Rain menoleh pada asal suara. Bi asih, asisten rumah tangga itu sedang merapikan meja makan.
"Ke minimarket depan kompleks bentar Bi."
"Oalaa. Mau cemilan toh?"
Rain tertawa, " Iya, ya udah kalo gitu Rain pergi dulu. Daahh Bibi."
Bi Asih tidak sempat membalas karena Rain sudah berlari kecil keluar rumah.
🍋🍋🍋
"Totalnya delapan puluh sembilan ribu lima ratus rupiah."
Rain mengeluarkan selembar uang merah pada mba penjaga kasir. Setelah menerima kembalian dan belanjaannya dia segera keluar dari minimarket.
Sambil memakan es krim tiga rasanya, dia berjalan pelan menyusuri daerah sekitar kompleks perumahan. Terlintas percakapannya dengan sang papa malam itu, membuat moodnya turun kembali. Rain mendesis kesal. Padahal dia sudah menghabiskan tiga es krim, kenapa moodnya tidak kunjung membaik.
Sebuah bola berhenti tepat di depannya membuat dia menghentikan langkah. Rain menoleh pada lapangan yang terdapat beberapa remaja laki-laki yang juga sedang menoleh pada dirinya. Mungkin dikarenakan bola mereka malah menghampiri Rain.
"Woi siniin bolanya," teriak salah satu dari mereka.
Rain menghela napas. Dia menendang bola itu kencang guna melampiaskan rasa kesalnya. Dan hal tidak terduga terjadi. Bola tersebut menghantam salah seorang dari mereka yang berjaga di gawang hingga hidungnya berdarah.
Rain menatap panik. Bagaimana ini, dia sudah membuat anak orang terluka. Bagaimana jika orang tua laki-laki itu datang ke rumahnya dan menuntut Rain. Permasalahan dia dan papanya saja belum kelar masa iya sudah ada masalah baru.
Rain membatalkan niatnya untuk kabur ketika dia baru sadar bahwa mereka sudah berada di depannya. Rain meremas ujung sweaternya gugup. Oh God, haruskah hidupnya berakhir mengenaskan di tangan gerombolan ini.
"Heh maksud lo apa? Cari mati lo?"
Ya kagaklah. Jawaban itu hanya terlontar dalam hatinya tentu saja. Rain menatap cowok bertampang sanggar yang baru saja teriak di depan mukanya.
"Kalem Zak, cewe dia." Rain beralih pada cowok di samping si Zak yang sedang berusaha menenangkan si sanggar itu.
"Udah dia urusan gua," melotot kaget. Fuck! Kenapa dia tidak sadar kalau di antara gerombolan ini terdapat cowok yang dia intip di uks. Iya. Alfares Lenadro Assegaf.
"She is my classmate," ucapnya lagi ketika mendapat tatapan bingung dari teman-temannya. Lalu si Alfares ini sudah menarik tangannya menjauh dari gerombolan lelaki itu.
Rain meringis memandang sekitarnya yang sepi. Kejadian di uks ketika Alfares berciuman dengan cewe teladan sekolah mereka terngiang-ngiang di kepala Rain. Bagaimana jika Alfares berniat macam-macam padanya atau hal-hal negatif lainnya yang bergentayangan di benak Rain.
"Lo ngapain bawa gue ke sini?" Rain bersuara ketika dia lihat Alfares hanya diam saja di depannya.
Bukannya menjawab, cowo itu malah menaikan sebelah alisnya seraya tersenyum miring.
"Lo nguntitin gue?" Hah? Rain terbengong mendengarnya.
"Gimana?"
"Ngintipin gue di uks, merhatiin gue di kelas, curi-curi pandang waktu di kantin, terus sekarang ngikutin gue futsal, lo ngefans ato gimana?" Ucap cowo itu kepedean sambil memandang remeh padanya.
Rain berkacak pinggang, " Lo kira lo seganteng Zayn Malik sampe harus gue untitin segala hah?"
"So? What for?" Tukasnya rendah. Lelaki itu bahkan membungkukkan badannya ke arah Rain membuat degup jantungnya bekerja dua kali lipat.
"A-apanya?" Rain menahan dada Alfares yang terus condong ke arahnya. Fix, seumur hidup dia tidak pernah berada dalam jarak sedekat ini dengan lelaki selain papa dan sepupunya.
Alfares bungkam. Lelaki itu menaikan sebelah alisnya dengan sudut bibir tersungging miring. Rain menahan napas gugup. Bayangan kejadian di uks terus terputar di ingatannya bagai kaset rusak. Memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa terlepas dari lelaki di depannya ini. Taman kompleks ini sangat sepi jika siang hari begini, jikalau dia teriak tidak ada gunanya.
Rain terlonjak kaget. Jantungnya serasa berhenti berdetak kala tangan Alfares terulur menyentuh dagunya. Wajah lelaki itu tampak mendekat membuat dia ketakutan setengah mati.
"Lo mau ngapain? Jangan deket-deket Res" desis Rain seperti berbisik.
Senyum lelaki itu semakin lebar dengan wajahnya yang terus mendekat. Rain menghela napas pasrah, matanya sudah memerah memikirkan segala kemungkinan yang terjadi.
"Napas." Bisikan geli di telinganya menyadarkan Rain jika dia dipermainkan. Dia menatap Alfares yang sedang tertawa lebar di depannya.
"Lo! Fuck!" Rain mendorong keras dada Alfares dengan muka memerah menahan malu juga amarah.
Suara tawa itu makin keras membuat Rain berdecak sebal.
"Digituin aja langsung mewek. Makanya gak usah sok berani." Kata Alfares mengacak singkat rambut Rain dan berlalu pergi.
To be Continoued
__________________
Like & Komen
KAMU SEDANG MEMBACA
ARaina
Teen FictionNo, this is not a story about a girl who likes rain, but this story is about a stupid girl and her idiot feeling. *** -Rain POV- Gue terlalu naif gak sih kalau suka sama orang kayak dia? Pernah kalian dihantuin rasa suka sama minder? Apa cuma gue...