Kata orang-orang yang beberapa tahun lebih tua dariku, anak sekolah jaman sekarang sudah pada berani. Katanya, anak SD saja sudah mulai pacar-pacaran, ngerokok, rambut diwarnai, pakai motor kebut-kebutan di jalan raya, dan masih banyak lagi hal-hal yang tidak dilakukan oleh anak kecil jaman dulu. Dan aku sebagai anak SMP yang sebentar lagi lulus pun merasa setuju, anak-anak sekarang memang terlalu cepat rusaknya. Tapi untungnya aku tidak, sejauh bergaul dengan teman-teman yang berpengalaman lebih banyak dari aku, aku tidak pernah ikut-ikutan dengan mereka jika sedang dalam mode nakal."Gak usah takut gitu dong. Kita gak ngapa-ngapain kok"
"Iya, santai aja"
"Eh tapi dengar-dengar, kamu lagi Deket sama salah satu anak futsal kelas tiga ya"
Baru saja masuk ke area kantin, pandangan tak nyaman menjadi salah satu yang pertama ku lihat. Satu geng perempuan terlihat sedang mendesak gadis kecil kelas satu. Aku mengenal mereka satu persatu. Mereka berada pada satu meja yang sepertinya tadi hanya di isi oleh si anak kelas satu itu.
Terlihat sekali wajah tak nyaman karena ketakutan, tak boleh di biarkan.
Mengabaikan teman yang datang bersamaku ke kantin, aku berjalan ke arah meja mereka."Aji mau kemana?"
Seru suara yang memanggilku tak ku jawab. Aji, bukan, aku perempuan. Namaku Zee, Azizi. Aji tercipta oleh mulut mereka yang ingin serba simpel.
"Yori, aku ikut duduk disini ya"
Aku tak peduli pada wajah yang menatapku kaget. Ku lempar senyum pada Yori, gadis kecil adik kelasku. Sementara empat orang gadis teman satu angkatanku menatap tidak suka. Biar saja, sudah biasa.
"Ngapain sih Zee. Ikut campur aja urusan orang" salah satu dari mereka merengut kesal.
Dan dengan merasa tak berdosa ku menjawab. "Ikut campur apa? Orang cuma mau ikut duduk doang juga Yee"
Aku tak peduli ketika bibir-bibir itu mencebik, tebal dan merah bergincu. Masih tak habis pikir kenapa mereka memilih untuk repot-repot berdandan padahal hanya ke sekolah. Dan jangan sampai kalian lihat rok biru yang
beberapa senti di atas lutut, juga kemeja putih ketat di masukan, dua kancing paling atas seperti sengaja di lepas mungkin untuk memancing orang agar dapat mengintip belahan dada dengan ukuran tak wajar bagi anak kelas tiga SMP. Hih, rusak sekali generasi kami."Pergi yuk geng, males banget kalo udah ada dia" mata itu mendelik dengan dagu terangkat menunjuk ke arahku.
"Ya udah pergi sana. Nyempit-nyempitin aja kalian tuh"
Kepergian mereka tak lepas dari pengawasan ku. Bagaimana punggung-punggung itu menjauh, salah satu dari mereka yang ku kenal 'lebih', dia yang sedari tadi hanya diam di antara teman-temannya yang lain. ku hela nafas lega, lupakan dulu dia, setidaknya Yori tidak kenapa-kenapa.
"Tumben sendirian? Shalza nya mana?" Ku bertanya padanya.
"Shalza gak masuk sekolah, Kak"
***
Sepulang sekolah ku kayuh sepeda keluar dari gerbang depan. Dengan perasaan sedikit malas. Orang-orang rumah pasti sedang sibuk menyiapkan pesta kepulangan Kakakku yang baru menyelesaikan S2 nya di Jerman. Itu artinya aku harus mengungsi dari rumahku sendiri yang pasti akan sangat ramai oleh orang-orang dari keluarga dekat hingga kalangan rekan kerja Papa dan teman-teman arisan Mama. Bukannya alergi party atau keramaian, aku hanya tak nyaman ketika nantinya akan banyak orang yang berdatangan lalu bertingkah sok akrab padaku.
Di tengah pikiran yang masih sibuk membayangkan acara nanti malam. Sesosok gadis berseragam sama denganku tak sengaja tertangkap oleh penglihatan. Ia berjalan sendirian tanpa minat.