Ex Berandalan : 5

74.3K 5.2K 135
                                    

Harusnya dobel apdetnya kemaren... Tapi belum kelar ngetik gwnya ketiduran 😆😆😆
Terima ini apa adanya... Bukan manis atau pahit. Ah entahlah ini apaan...

_______________

Jovan tersentak saat tiba-tiba seseorang merangkulnya. Sedikit kecewa saat melihat wajah Dewi yang muncul disana. Meski mustahil tapi jujur saja, sedetik tadi ia berharap Violet yang melakukan itu padanya.

Tunggu dulu. Benar juga. Jangan sampai Violet melihat ini. Jovan buru-buru menoleh ke arah Violet tadi pergi. Masih bisa menatap punggungnya berjalan keluar dari kantin perusahaan. Terus menatap punggung itu dan bernafas lega saat akhirnya hilang dari pandangan. Syukurlah Violet tak melihat ini.

"Ngeliatin apa sih?" Tanya Dewi heran, ikut menatap pintu keluar.

Jovan berdecak kesal lalu melepaskan rangkulan itu dari lehernya.

"Kamu ngapain balik lagi. Urusan pernikahannya tadi udah kelar kan?" Tanya Jovan tak begitu sadar bahwa kata-katanya itu telah mengejutkan seorang karyawan yang duduk satu meja dengannya.

Lusi terkejut melihat atasannya bertanya seketus itu pada Dewi calon istrinya sendiri. Terkejut tentu saja karena setahunya atasannya ini adalah lelaki hangat yang ramah juga baik. Tapi kenapa bersikap seperti itu pada calon istrinya? Sedang badmood? Atau bertengkar?

"Kan aku tadi udah bilang. Makan siang nanti aku balik lagi. Mau makan siang bareng kamu. Eh, kamu malah makan siang disini," gerutu Dewi duduk di sampingnya.

"Kan aku juga udah bilang. Jam makan siang sebisa mungkin aku makan disini bareng karyawan lain. Siapa suruh kamu nekat kesini," jawab Jovan tak kalah kesalnya.

Dewi berdecak kesal mendengar itu. Ya, dia tahu Jovan tadi mengatakan itu padanya. Tadinya ia berniat untuk bersikeras menyeret Jovan dari kantornya untuk makan siang. Sialnya dia terlambat dan calon suaminya malah sudah disini.

Lusi tak berniat untuk berlama-lama. Sepertinya tak sopan saja ia duduk disana mendengarkan perdebatan mereka. Dan jujur saja dadanya berdesir ngilu melihat sikap atasannya yang sungguh mengejutkan itu. Ia bangkit dan mengangkat nampannya.

"Permisi pak Geo," katanya dan menganggukkan kepala untuk berpamintan pada Dewi.

Jovan tersenyum dan mengangguk menjawabnya. Lusi segera berlalu. Dewi tertawa pelan menatap kepergian Lusi.

"Rasanya lucu denger kamu dipanggil Geo," kata Dewi yang sedetik berikutnya menyadari sesuatu.

Gadis yang ditanyainya tadi...
Bukannya tadi ia bertanya pada gadis itu dimana "Jovan"? Karyawan lain biasanya akan bingung dan bertanya. Lalu Dewi akan meralatnya jadi pak Geo. Tapi gadis tadi...

Dewi seketika berdebar gelisah. Ia menoleh melihat tempat dimana gadis tadi diajaknya bicara. Sudah hilang tentu saja. Dan debaran di dadanya terasa makin ngilu, jangan-jangan saat Jovan melihat ke arah sana tadi. Ia tengah melihat gadis itu?

Dengan cemas Dewi menatap lelaki di sebelahnya. Berharap kalau itu hanya kebetulan. Kebetulan gadis itu tahu nama panggilan Jovan. Dan kebetulan Jovan tadi melihat ke arah sana. Pokoknya melihat sesuatu tapi bukan gadis itu saja.

"Sore nanti jalan yuk Jo," kata Dewi harap-harap cemas.

Jovan menggeleng.
"Mau istirahat," jawabnya.

Dewi menghela nafas sedikit kecewa.
"Kita udah lama gak ketemu Jo. 6 bulan loh aku nungguin kamu balik dari Jepang," gerutunya.

"Tapi ini hari kerja wi. Udah seharian aku kerja, balik dari kantor masih harus jalan gitu?" Balas Jovan menyibukkan diri dengan makanannya.

Ex Berandalan [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang