Ada hal yang nggak akan bisa kita atur, mau sebagaimana pun kita berusaha.
Misal, pandangan seseorang terhadap kita. Mau kita bagus atau jelek, selama orang itu nggak melihat yang baik-baiknya, ya udah, yang keliatan cuma jeleknya aja. Begitu juga sebaliknya. Makanya, gue udah nggak begitu peduli sama pandangan orang-orang.
Mau cap gue sebagai anak kaya yang sombong? Silakan. Mau cap gue sebagai anak yang sok gara-gara temennya Bayu atau Ino? Silakan. Mau cap gue sebagai anak yang sukanya senang-senang aja? Silakan.
Gue gerah nggak? Ya gerah, tapi gimana, gue nggak akan bisa menutupi semua mulut orang-orang yang berkomentar. Tangan gue cuma dua. Daripada tangannya gue gunain buat menutup omongan orang-orang, mending tangannya gue pake buat makan sama meluk yang gue sayang.
Lagian, gue nggak punya kewajiban untuk menjelaskan ke semua orang apa-apa yang terjadi di hidup gue. Cukup beberapa orang yang tau dan bagi gue itu lebih dari cukup.
Ah, satu lagi, gue nggak anti kritik. Gue sangat menghargai kritikan orang lain. Cuma kadang, namanya manusia, suka nggak mau dikritik. Tapi ya tetep aja gue denger kok semua kritikan itu, apalagi kalau kritiknya membangun. Makasih banget.
Ketika akhirnya gue ketemu Syifa, gue nggak berharap apa-apa sama dia. Maksudnya, awalnya gue cuma menganggap dia sebatas adik kelas gue yang baik. Tapi lama-lama, gue menemukan kesenangan tersendiri ketika mengobrol dengannya. Terlebih, dia nggak judge gue apa-apa. Dia jarang banget menanyakan keputusan gue melakukan ini atau itu. Ah iya, ketika dia penasaran, dia bertanya dengan kata-kata yang baik, yang nggak menyinggung gue.
"Lo nggak risi sama gue?" Pernah gue bertanya begitu suatu kali.
"Kenapa harus risi?"
"Bukan bermaksud sombong atau apa, tapi kayaknya gue sering banget jadi bahan ghibah anak-anak kampus, kan?"
Syifa tersenyum lebar, kemudian ia menggelengkan kepala. "Gue tanya lagi, kenapa harus risi? Gue kan nggak tau apa-apa soal cerita hidup lo, Kak?"
"Dan gue yakin, setiap orang punya alasannya sendiri tiap ambil keputusan, kan?" tambahya.
Cerita hidup. Alasan. Keputusan.
Kapan terakhir kali gue mendengar kata-kata itu selain dari keluarga atau anak-anak SK?
Karena yang sering gue dengar adalah pertanyaan menuntut seperti 'kenapa lo nggak gini?', 'kenapa lo nggak lakuin A?', 'kenapa lo nggak milih C?' dan sebagainya, dan sebagainya.
Gue paham banget kok tiap kita ambil keputusan, akan selalu ada orang yang nggak bisa menerima alasan kita. Tapi kalau lama-lama orang selalu mempertanyakan, ditambah komentar sok tau mereka, apakah gue nggak capek?
Ya udahlah, ini pilihan gue dan gue paham apa risiko yang ada di belakangnya. Kenapa orang-orang jadi heboh sendiri ketika keluarga gua aja nggak mempermasalahkan?
Lucu rasanya ketika orang asing bertingkah seolah-olah peduli sama kita, padahal yang mereka lakukan cuma untuk memenuhi rasa ingin tau mereka. Kalau mereka udah puas, say bye-bye, ntar dulu gue mau ghibah sama tongkrongan gue dulu, masalah lo biar lo aja yang urus.
Ha, so funny.
"Kalau ada apa-apa bilang ya?"
Gue menolehkan kepala cepat, bingung dengan kata-kata yang baru aja diucap oleh Syifa.
"Kenapa?"
Syifa tersenyum. "Nggak apa-apa, kayaknya Kak Cal lagi ada masalah, ya?"
"Calvin."
Syifa ketawa pelan. "Aduh, lagi pusing masih aja ributin itu,"
"Sip, gue--"
"Iya, Cal," Syifa menepuk pundak gue pelan. "Gue berusaha percaya kalau lo bilang baik-baik aja,"
"Tapi, inget ya, gue selalu di sini. Kalau lo butuh temen cerita, gue bisa dengerin."
Gue tersenyum tulus, menganggukkan kepala. Dalam hati, gue mengucapkan ini berkali-kali:
gue bersyukur bisa ketemu lo, Sip. Makasih karena hadir di hidup gue dan menjadi orang yang baik selama gue hidup.
Gue nggak seperti pacar-pacar temen lo yang bisa ngasih hal-hal romantis atau apa, tapi gue harap, lo tau kalau gue menyayangi lo. Rasa senang dan sayang gue mungkin nggak selamanya terlihat, bahkan mungkin lebih banyak tersimpan dalam diri gue sendiri. Tapi Sip, gue nggak pernah menyesal menyayangi lo.
"Sip, gue sayang lo," kata gue pelan, tapi cukup bisa terdengar.
Syifa tersenyum, kemudian mengangguk. "Gue juga sayang lo, Kak. Sehat terus ya, Kak?"
---
A/N:
Aku juga mau bilang kalau aku sayang anak-anak skz!!! Plis kalian jaga kesehatan, istirahat yang cukup dan jangan lupa minum air putih! Kita semua akan tetap berdiri di samping dan belakang kalian untuk mendukung kalian.
Pelan-pelan kita saling bantu bangkit, ya? Aku yakin semua ada alasan dan hikmahnya, jadi ayo kita pelan-pelan bangkit lagi.
We love you.

KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Batas
Fanfic"Sebenarnya, baik sama buruk itu apa, sih? Dan, oh ya, gue mau jadi orang jahat aja, biar nggak ada yang bisa lewatin batas."