April, hujan, dan kemarahan.
Saat itu di bulan April ketika Calvin marah karena beberapa orang tidak memperhatikan presentasinya. Saat itu memang dosen berhalangan hadir dan mahasiswa mendapatkan "mandat" untuk melakukan presentasi mandiri.
Suasana kelas yang berisik dan tidak kondusif membuat kepalaku pening. Ternyata bukan aku saja yang begitu. Beberapa orang terganggu dengan suasana kelas, termasuk Calvin yang saat itu kebagian presentasi.
"Kalian kalau nggak mau denger, keluar kelas aja, gih. Udah pada presensi, kan? Keluar aja, nggak ada dosen juga."
Hening.
Suasana mendadak menjadi tegang, aku bahkan menegakkan tubuh saat hampir saja mataku terpejam.
Aku mengerjapkan mata, melirik teman-teman sekelasku yang mendadak terdiam.
Mataku menatap Calvin, terlihat di wajahnya ia marah. Setelah beberapa detik, Calvin berdeham dan kembali melanjutkan presentasi.
Suasana berisik di kelas saat itu, berhasil hening karena teguran seorang Calvin Antares.
-
Di luar masih hujan. Aku menghela napas karena tidak ingin menerobos hujan seperti teman-temanku yang lain. Jadi, aku hanya duduk melihat rintik air di depan, sambil berharap hujan segera reda.
"Sip, lo nggak balik?"
Kepalaku menoleh dan menemukan beberapa temanku yang sudah siap-siap mau menerobos hujan.
Menggeleng, "Duluan aja."
Akhirnya, beberapa temanku itu benar-benar menerobos hujan sambil berlari-lari kecil. Aku menghela napas. Seharusnya memang payung selalu dibawa di tas, nggak peduli saat pagi terlihat cerah atau nggak.
"Heh, nggak sopan ya lo? Cari yang lain kenapa sih, gue masih di kampus ini."
Aku menoleh cepat karena suaranya tidak asing. Dan benar, itu Calvin Antares. Sambil memegang ponsel di sebelah tangan, ia duduk tepat di sebelahku. Tubuhku mendadak menegak, karena tiba-tiba saja teringat suasana mencekam tadi.
"Ya, bentar lagi, gua males kalau hujan gini. Ya."
Calvin mengeluarkan korek api dan sebungkus rokok, kemudian ia menaruhnya di kursi. "Bangsat, lupa di kampus nggak boleh ngerokok,"
Setelahnya, Calvin meliriku, membuatku mengerjap cepat karena ketahuan memperhatikannya. "Eh, maaf, Kak..." kataku pelan.
Calvin mengangkat sudut bibirnya, membuatku bengong selama beberapa detik. "Iya."
Aku memperhatikan lagi hujan di luar sana. Sepertinya, tidak ada tanda-tanda hujan akan berhenti atau minimal reda. Apakah ini saatnya aku menerobos hujan?
"Lo tadi ikut kelas, kan?"
"Hah, apa?" Kepalaku berputar cepat dan menemukan Calvin sedang menatapku.
"Oh, iya, Kak..."
Calvin terkekeh, membuatku bengong sekali lagi.
"Santai aja," katanya, "Tadi di kelas gua capek, terus ya udah, lagian gua liat lo juga sama terganggunya kan selama presentasi tadi?"
Aku mengangguk, mengiyakan. Tapi setelahnya aku tidak mengucapkan apa-apa karena aku bingung ingin bilang apa. Lagi pula, Calvin orang yang... apa, ya? Aku susah menjelaskannya, tapi ia bukan orang yang bisa aku ajak mengobrol dengan mudah. Satu lagi, Calvin kakak tingkatku dan aku masih segan untuk berbasa-basi dengannya.
Iya, dia mengulang salah satu mata kuliah dan kini berada di satu kelas denganku. Sampai detik ini, teman-temanku yang lain masih segan dengannya, terlebih sejak awal aku memasuki kampus ini, nama Calvin Antares seringkali kudengar di berbagai tempat.
"Syifa,"
Aku menoleh cepat, agak horor menatap Calvin yang kini malah menaikkan sebelah alisnya.
"Lo... Syifa, kan?" tanyanya sedikit ragu.
Sebenarnya, aku sedikit takjub. Tapi rasa takjub itu berganti cengiran malu karena Calvin menambahkan,
"Gue inget lo soalnya tadi lo nanya pas presentasi."
Aku meringis malu.
"Mau bareng nggak?"
"Hah?" Aku mengerjap, kaget dengan tawarannya yang mendadak.
"Hujan. Gue bawa mobil."
"Oh..." Aku mengangguk paham, tapi tawarannya yang baik itu aku tolak karena... entah karena apa.
"Oke, gue duluan, ya?" Calvin berdiri dan aku tersenyum. Setelah Calvin berjalan beberapa langkah, aku menyadari sesuatu miliknya yang tertinggal di kursi.
"Kak Calvin!" Aku berlari menghampiri Calvin dan ia mengerutkan dahinya.
"Ini. Ketinggalan." kataku, menyodorkan korek api dan sebungkus rokok yang tertinggal.
"Oh, thanks," Calvin mengambilnya dari tanganku, setelahnya, ia tersenyum. "Calvin aja."
"Apa?" Aku mengerutkan dahi, bingung.
"Panggil Calvin aja udah cukup."
"Tapi, Kak—"
"Gue duluan."
----
A/N: Hiyaaa hahahaha lama banget nggak nulis jadi maafkan kalau ini nggak memuaskan. Renjana & Kiwari mohon ditunggu aja ya hehehe itu juga kalau ada yang nunggu, sih. 😂
Dan, selamat menunggu bagi yang menunggu jam 10 hehehe.
Oh iya, mohon maaf lahir dan batin ya semuanyaaa. Semoga kita bisa saling memaafkan, baik yang disengaja maupun nggak. Aamiin.
Calvin Antares coba tolong jangan cakep-cakep. :')
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Batas
Fanfiction"Sebenarnya, baik sama buruk itu apa, sih? Dan, oh ya, gue mau jadi orang jahat aja, biar nggak ada yang bisa lewatin batas."