Chapter 2

6 2 0
                                    

"Woah, gue baru pertama kali ngeliat kasar gitu," Rusdi berdecak kagum melihat Ravin yang lepas kendali tadi.

"Lah dia nggak sopan bener. Nggak pernah diajarin tata krama kali."

"Udah, daripada lo emosi terus mending makan kuy," Rusdi merangkul Genta dan Ravin.

Sesampainya di kantin mereka memilih kursi untuk mereka tempati. Genta duduk sendirian karena harus menunggu Rusdi dan Ravin memesan mie ayam.

"Bes, beli mie ayam satu, nggak pake ayam. Satu ya," ujar Rusdi. "Eh lo nggak mesen kan, Vin?" Ravin hanya menggeleng.

"Tunggu ya," kata ebes.

"Ta, emangnya Rusdi nggak suka ayam ya?" tanya Ravin yang mengambil posisi di sebelah Genta.

"Lah lo nggak tau?"

Ravin menggeleng. "Masa pesen mie ayam nggak pake ayam."

"Hahaha. Udah ah gue mau nyamperin Geby dulu," Genta beranjak pergi menuju ruang OSIS.

"Yee, dasar bwucwin low," kata Rusdi yang mulutnya masih mengunyah.

"Telen dulu ih."

Mereka berdua makan dengan tenang pada awalnya. Hingga Rusdi membelalakkan matanya dan menunjuk ke arah belakang Ravin. "Vwin vwin, lu liat tuhhh."

"Apaan sih?"

"Hadep belakang napa sih."

Ravin menganggap cuek perintah Rusdi, karena Rusdi sedang tidak memakai kacamata jadi mungkin ia salah lihat. Sampai akhirnya ia melihat dua punggug gadis yang berjalan melewatinya.

"Eh lo tau nggak sih cowok tim tatib yang bentakin gue tuh siapa?"

"Ih itu kak Ravin, masa kamu nggak tau sih? yang tadi maju pas upacara pembukaan itu lohhh, dia jadi ketua pelaksana MOS. Ganteng ya, Ren?"

"Ih Indri. Temennya lagi kesel, malah muji dia sih. Kamseupay tau nggak sih dia tu!"

"Ya, bagus kan kalo temen lo ngomong gue ganteng. Emang faktanya juga begitu kok," kata Ravin yang berkacak pinggang di belakang mereka. "Siapa yang nyuruh keluar kelas?"

"Eh, Kak Ravin. Engg.. Irene kak yang ngajak, bukan saya," gadis yang dipanggil Indri itu memutar badannya ketakutan.

"Loh, loh, kok gue sih, Ndri. Gue kan nurutin lo pingin liat sekeliling seko―"

"Sabar bisa nggak? Ntar juga ada jadwalnya buat keliling sekolah," Ravin memotong ucapan gadis itu.

"Ih, lo kali yang nggak bisa sabar. Ngambekan banget sih jadi cowok! Indri kita balik aja, gue males ngeladenin nih cowok," gadis itu menggandeng paksa tangan sahabatnya itu.

***

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Para panitia MOS sudah kembali ke ruang OSIS. Banyak sekali keluhan yang mereka luapkan, terutama tentang murid laki-lakinya. Selain mereka bikin kesel, mereka juga suka genit ke panitia yang perempuan, Ami terutama.

"Kesel gue sama adek kelas!" kata Ami sambil menghempaskan badannya ke sofa. "Masa tadi gue digodain sama adek kelas, dimintain ID LINE gue masa."

"Ih, lo mah masih mending, Mi. Lah, gue tadi malah ada yang berani bentak-bentak depan muka gue. Kesel pengen gue acak-acak tuh rambutnya, sok cantik banget sih," omel Lisa.

"Dih, dia emang cantik."

"Diem lo, Di! Bukannya bantuin gue malah ninggal gitu aja lo," kata Lisa.

Suasana di ruang OSIS seperti pasar malam yang sedang dibanjiri diskon. Para perempuan sedang menggerutu seputar adik kelas yang kurang ajar, sementara para laki-laki berkumpul berbicara bibit cecan (cewek cantik) di sekolah mereka.

Irene'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang