Chapter 5

4 1 0
                                    

Hari ini hari terakhir dari masa orientasi siswa baru. Ravin menghempaskan dirinya pada sofa yang ada di ruang OSIS.

Baru beberapa hari saja lokernya sudah dipenuhi oleh surat-surat dari adik kelasnya. Ditambah lagi, baru kali ini ia menerima bunga matahari dari seseorang yang tidak ia kenal dengan pesan aneh di secarik kertas yang ditempelkan pada tangkainya.

"Lembaran lama yang telah usang sudah kau buang bukan? :)"

Saat Ravin membaca pesan tersebut dahinya mengernyit. Ia sangat tidak memahami pesan tersebut. "Melankolis sekali," batinnya.

Ravin meremas erat tangkai bunga tersebut lalu memutar bola matanya saat membaca kembali pesan tersebut.

"Oi, bos besar!"

"Hah?" Ravin menoleh pada suara Genta yang berusaha mengagetinya.

"Ntar party yuk. Gue traktir," Genta mengangkat-angkat alisnya sebelah kanan.

"Gue nggak ikut ya?"

"Ikut lah bos, toh juga besok kita libur," Rusdi ikut menimbrung.

"Kalo lo takut kegep, lo bisa nginep di apartemen gue lagi. Ayah, ibu gue lagi kerjaan di Macau," Genta mengacungkan jempolnya karena penawarannya yang tepat pada Ravin.

Ravin mengangguk, menandakan ia setuju dengan usul teman-temannya. Ia sangat jarang sekali ikut ber-party ria dengan teman-temannya, karena ia bukan tipikal yang suka keluar malam untuk ke club.

"Eh, bunga dari siapa nih," Rusdi menyambar bunga yang sedari tadi Ravin genggam.

"Nggak tau gue," Ravin mengedikan bahunya.

"Biasanya kalo orang make mawar buat PDKT ini mah pake bunga matahari."

"Lucu-lucu juga ya yang deketin lo," Genta tersenyum miring.

***
"Ren, semalem gue ketemu Kak Ravin," Indri mengguncang-guncangkan bahu Irene.

Irene mendongak menatap Indri "Diem, Ndri. Gue lagi tidur dan gue nggak pingin denger nama dia terus. Bosen."

"Kejem lo."

"Terserah," Irene kembali menelungkupkan wajahnya lagi agar bisa tertidur.

"Ren, lo kenapa bawa buket bunga ke sekolah?" Indri menunjuk buket yang berada di loker meja Irene.

"Hah?"

"Itu tuh."

"Hah? Nggak ada apa-apa ih, lo nya aja yang halu," jawab Irene. Indri yang merasa tidak puas dengan jawaban Irene hanya bisa membalas dengan cibiran.

"Ren, ren."

"Apalagi sih, Indri?"

"Gue mau curcol dong bentaran."

"Apaan?"

"Kak Genta ganteng juga ya kalo dilihat-lihat."

"Mata lo cowok melulu," Irene menoyor Indri.

Indri tertawa cekikikan.

"Keluar yuk," Irene sudah berdiri tanpa menunggu jawaban dari Indri, sementara sahabatnya itu hanya mengikutinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Irene'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang