Five Minutes

7.3K 300 131
                                    

.

.

Selamat membaca :*

.

.

Hujan lebat kembali mengguyur kota Bangkok malam ini. Angin yang berembus cukup kencang disertai suara petir saling menyambar menambah kesan mencekam suasana yang ada di luar. Hawa dingin yang terasa sampai ke tulang-tulang pun membuat setiap orang yang berada di dalam rumah serentak menyalakan penghangat ruangan. Tidak terkecuali satu sosok lelaki yang saat ini sedang sibuk di ruang tengah apartemennya.

Gun Napat. Lelaki berparas cantik juga manis, dengan tubuh tinggi dan kedua matanya yang sipit tampak asyik dengan benda elektronik di depannya. Jemarinya begitu lihai menekan-nekan keyboard yang tertulis berbagai macam huruf di setiap bagiannya. Tatapannya sesekali bergerak untuk melihat satu buku besar yang berada tepat di sebelah kiri benda elektronik kesayangannya, melihat begitu banyak kalimat yang tertulis di buku tersebut untuk dipindahkan ke lembar file yang sedang dikerjakannya.

"Sudah jam sepuluh," gumamnya begitu melihat jam yang tertera di layar ponselnya. Jemarinya berhenti menekan-nekan keyboard laptop kesayangannya, kemudian beralih untuk mengambil mug besar berisi cokelat panas yang berada tidak jauh dari laptopnya dan meminumnya sedikit demi sedikit.

"Mark sedang apa ya?" gumamnya lagi begitu selesai meneguk cokelat panasnya. Pikirannya lantas berpusat pada sosok lelaki tampan yang saat ini sedang mengisi relung hatinya.

Mark Siwat. Sosok lelaki tampan bertubuh cukup tinggi, memiliki senyuman manis membuat siapa pun yang menatapnya akan terpesona dengan aura ketampanan yang dimilikinya. Anak bungsu keluarga Jumlongkul yang saat ini menjabat sebagai direktur di perusahaan yang dikelola sang Ayah.

Pertemuan pertama Mark dan Gun bisa dikatakan cukup konyol. Semuanya dimulai ketika Gun datang ke perusahaan yang dimiliki Ayah Mark untuk menemui sepupunya yang memang bekerja di perusahaan tersebut. Ketika masih di perjalanan menuju ruang kerja sang sepupu, Gun tidak henti-hentinya berdecak kagum akan design interior yang ada di perusahaan tersebut. Sorot matanya tampak berbinar saat melihat design unik yang tertera di dinding-dinding perusahaan tersebut. Hingga ketika dirinya hendak berbelok melewati tikungan yang ada di lorong perusahaan tersebut, bibirnya sukses melontarkan pekikan kencang saat dirinya tidak sengaja menabrak seseorang dan membuat tumpukan kertas yang sedang dibawa oleh orang yang ditabraknya berhamburan ke mana-mana.

"Akh!"

Gun sontak membungkukkan tubuhnya seraya bibirnya melontarkan kata maaf pada orang yang sudah ditabraknya, kemudian bergegas membantu mengumpulkan kertas-kertas yang tercecer di sekitarnya.

"Maaf. Maafkan aku, Tuan. Aku tidak sengaja," kata Gun seraya menyerahkan kertas-kertas yang sudah dikumpulkannya kepada sang pemilik, masih dengan posisi tubuh yang sedikit membungkuk.

Sang pemilik kertas mengambil kertas yang diberikan Gun kemudian membuka mulutnya untuk bersuara.

"Lain kali kalau jalan itu hati-hati, Nona. Fokus dengan apa yang ada di depanmu, jangan kau gunakan kedua matamu itu untuk menatap sekeliling dan berakhir kau yang menabrak orang lain!"

Mendengar nada sinis yang terlontar dari sosok yang ada di hadapannya membuat Gun menegakkan tubuhnya dan menatap sosok itu dengan pandangan tidak suka. Kata 'nona' yang terucap dari bibir sosok yang ada di hadapannya sukses membuatnya kesal.

"Padahal tampan, tapi kenapa sinis sekali bicaranya?" dengus Gun dalam hati.

"Hei! Apa matamu itu tidak normal, heh? Aku ini laki-laki, bukan wanita. Jadi, jangan sembarangan memanggilku dengan sebutan nona!" teriak Gun kesal.

Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang