Istimewa

870 66 12
                                    

.

.

Gun menatap sebal lelaki tampan yang duduk di sebelahnya ketika lelaki tersebut masih saja sibuk dengan ponselnya, mengabaikan dirinya yang sejak tadi merengek meminta untuk diantarkan ke toko buku yang letaknya tidak jauh dari kampus mereka. Merasa semakin kesal, Gun lantas melayangkan pukulan-pukulan kencang ke bahu lelaki tersebut membuat lelaki yang dikenal dengan nama Mark itu mengaduh kesakitan.

"Hentikan pukulanmu, P'Gun! Kau pikir ini tidak sakit, huh?"

Mendengar nada dingin yang terlontar dari bibir Mark membuat Gun menghentikan pukulannya kemudian mendengus kesal sebelum akhirnya menatap wajah tampan Mark dengan mata berkaca-kaca. Bibirnya bergerak untuk menyuarakan pertanyaan yang kerap ia ajukan pada Mark ketika lelaki tampan itu seolah tidak pernah memedulikannya.

"Kenapa kau selalu mengabaikanku?" tanyanya pelan masih dengan mata berkaca-kaca.

Mark memasukkan ponselnya ke saku celananya kemudian menatap wajah manis Gun. Kedua tangannya bergerak untuk menangkup pipi Gun dan menghapus setitik air mata yang berada di kedua sudut mata lelaki kurus tersebut.

"Jangan menangis. Kau ini cengeng sekali sih. Kau bahkan sudah terbiasa dengan sikapku yang seperti ini, P'Gun," jawabnya seraya menjauhkan tangannya dari pipi Gun.

Gun kembali menatap wajah tampan Mark kemudian menggelengkan kepala pelan sebelum akhirnya beranjak dari duduknya, meninggalkan Mark yang hanya mampu terdiam menatap punggung Gun yang semakin menjauh.

.

.

.

Rasa kesal kembali menghampiri Gun ketika lagi-lagi lelaki tampan yang berstatus sebagai kekasihnya itu kembali mengabaikannya. Kali ini bukanlah ponsel yang menjadi penyebabnya, melainkan buku sastra yang memiliki ketebalan ekstrim yang sedang menjadi fokus bacaan Mark.

Gun mendengus kemudian menggeser duduknya agar semakin merapat ke tubuh Mark. Kedua tangannya bergerak untuk merampas buku yang ada di genggaman Mark dan memasukkan buku tersebut ke dalam tasnya.

"P'Gun, apa yang kau lakukan? Kembalikan bukuku. Aku sedang membacanya," kata Mark seraya membuat gestur meminta pada salah satu tangannya.

Gun memeluk tasnya dengan erat kemudian menggelengkan kepalanya beberapa kali.

"Aku ada di sampingmu saat ini, Mark. Itu artinya, kau harus menyibukkan diri denganku, bukan dengan buku sastra sialan itu!" sahutnya ketus.

Mark menaikkan satu alisnya mendengar perkataan Gun. Lelaki tampan berbibir tipis itu menggeser tubuhnya agar menjauh dari Gun kemudian kedua tangannya bergerak untuk memegang kedua bahu Gun.

"Aku membaca buku itu untuk tugas penelitianku, P'Gun. Sekarang, cepat kembalikan buku itu padaku dan kau duduk tenang di sini menemaniku membaca, ya?"

"Aku ini kekasihmu, bukan babysitter-mu, Tuan Jumlongkul. Kalau mau membaca buku setebal itu, lakukan ketika kau memiliki waktu luang. Jangan melakukannya ketika kau sedang bersama orang lain!"

Mark menghela napas pelan kemudian menganggukkan kepalanya, memilih mengalah daripada harus adu mulut dengan kekasih manisnya itu.

"Baiklah, baiklah. Kau menang, P'Gun. Sekarang kembalikan bukuku, aku akan menyimpannya di tasku."

"Tidak, biar aku saja yang menyimpannya. Kau bisa mengambilnya kalau kita sudah sampai di rumah."

Mark mengangguk seraya mengacak-ngacak helaian rambut Gun dengan gemas, membuat lelaki manis bertubuh kurus itu dengan cepat menepis tangan Mark yang sudah membuat rambutnya berantakan.

Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang