Stres

1.2K 78 5
                                    

.

.

Mark menatap bingung pada ruangan kosong yang tertangkap indra penglihatannya. Keningnya berkerut samar bersamaan dengan langkah pelan kedua kakinya. Ia berhenti sejenak di depan meja bertuliskan nama seseorang sebelum tubuhnya berbalik dan ia berlari keluar ruangan kosong tersebut.

Kedua kakinya terus ia gerakkan dengan cepat menuju ruang lain yang berada di lantai 9. Tidak dipedulikan napasnya yang terengah-engah serta sedikit peluh yang ada di keningnya karena satu rasa yang mengganjal di hatinya memaksa dirinya untuk cepat-cepat bertemu dengan seseorang. Setelah ruangan yang ditujunya tampak di depan mata, tanpa aba-aba Mark langsung membuka pintu ruangan tersebut cukup keras, menimbulkan pekik terkejut dari beberapa orang yang masih berada di ruangan tersebut.

Pandangan Mark mengedar, kemudian berhenti ketika kedua matanya sudah menemukan sosok yang dicarinya.

"Plan!" panggilnya seraya melangkah, mendekati sosok yang ia panggil Plan.

Plan mendongak dan mengernyit mendapati sosok sahabat dari kekasihnya itu mengunjungi kelasnya.

"Kenapa kau ke sini?" tanya Plan heran.

"P'Gun mana?" tanya Mark cepat.

"Huh?" respon Plan bingung.

"P'Gun? Bukankah dia masih ada kelas?" sambung Plan.

Mark menggelengkan kepalanya kemudian duduk di meja yang ada di sebelah Plan guna mengistirahatkan kedua lututnya yang terasa pegal.

"Aku sudah ke kelasnya tadi, tapi dia tidak ada di sana. Padahal aku sudah memintanya untuk menungguku di kelas," jawab Mark.

Plan menyampirkan tali tas pada kedua bahunya seraya berdiri. Tangannya tampak merapikan beberapa buku tebal yang ada di mejanya sebelum buku tersebut berpindah tempat ke dalam dekapannya.

"Aku tidak bisa membantumu mencari P'Gun, Mark. Aku harus menemui Mean. Mungkin kau bisa mencari P'Gun di kantin atau di perpustakaan. Aku pamit pergi, Mark, bye-bye..."

Setelah kepergian Plan, Mark hanya bisa menghela napas berat sebelum akhirnya meninggalkan ruang kelas Plan.

.

.

Butuh waktu sekitar tiga puluh dua menit sampai akhirnya Mark berhasil menemukan Gun. Lelaki tinggi berparas manis itu ternyata sedang berada di ruang laboratorium bahasa bersama beberapa buku dan makalah yang dibawanya.

Mark terdiam di ambang pintu ruang laboratorium bahasa tersebut ketika dilihat tubuh Gun yang tidak seperti biasanya. Bahu sempit lelaki manis itu tampak sedikit turun dengan wajah yang disembunyikan di antara lipatan kedua tangannya. Kakinya melangkah, bersamaan dengan rasa khawatir yang semakin bertambah setiap detiknya.

"P'Gun..." panggilnya lembut.

"..."

Hening.

Gun tidak merespon panggilan Mark karena lelaki manis itu tetap bergeming pada posisinya.

"P'Gun..." panggil Mark sekali lagi seraya mendudukkan dirinya tepat di sebelah Gun.

Kali ini Gun merespon. Kepalanya tampak bergerak sejenak ke kanan dan ke kiri sebelum mendongak dan menoleh ke arah sumber suara. Sorot matanya tampak menyendu ketika melihat sosok sang kekasih ada di sebelahnya.

"Mark..." panggilnya dengan suara serak.

Mark dengan cepat membawa Gun ke pelukannya saat lapisan kaca sudah mulai tampak di kedua bola mata lelaki manis tersebut.

Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang