Hadiah

1.3K 85 9
                                    

.

.

Gun tersenyum lebar setelah keluar dari ruang dosen pembimbingnya. Kedua tangannya tampak menggenggam erat kertas berwarna biru yang di dalamnya tertulis dua suku kata keramat, menurutnya. Ia kemudian melangkah mendekati Perth yang kini menampilkan raut penasaran pada wajahnya.

"Bagaimana hasilnya, P'Gun?" tanya Perth semakin penasaran.

Gun menatap Perth dengan kedua matanya berkilat penuh kebahagiaan, masih dengan senyum berbentuk hati terukir di bibirnya.

"Aku... acc sempro, Perth!" serunya girang seraya menunjukkan jurnal bimbingannya pada Perth.

Perth bergeser, membuat jarak tubuhnya dengan Gun semakin dekat seraya satu tangannya sibuk membolak-balik jurnal bimbingan milik Gun. Ia menahan napas, kemudian berseru, "Wow! Selamat, P'Gun. Kau hebat!"

Dengan sombong Gun menepuk dada kirinya seraya menyeringai, membuat Perth seketika menampilkan raut datar pada wajahnya. Ia merasa menyesal sudah memberikan ucapan selamat pada kakak manisnya itu.

"Nah, giliranmu yang menyusulku secepatnya, Perth. Jangan hanya pacaran saja yang kau urusi," sindir Gun seraya memasukkan jurnal bimbingannya ke dalam tas.

Mendengar sindiran Gun, Perth mendecak seraya menatap malas ke arah Gun. Lelaki itu mendadak jadi orang yang sombong hanya karena dirinya sudah lebih dulu mendapatkan persetujuan untuk ikut seminar proposal skripsi.

"Aku tidak pacaran terus, P'Gun. Aku juga sedang mengerjakan bab duaku, kok," sahutnya memberi pembelaan.

"Ya, ya, ya. Kenyataannya waktumu lebih banyak kau gunakan untuk si bongsor kekasihmu itu, Perth."

"Hei! P'Gun tidak tahu? Kehadiran seorang kekasih merupakan salah satu penyemangat dalam menyusun skripsi, P'."

Gun menoleh, menatap Perth dengan satu alis terangkat.

"Kenapa?" tanya Perth heran saat Gun tidak kunjung mengalihkan tatapan dari wajahnya.

Gun masih bergeming, fokus menatap wajah Perth yang kini sudah menunjukkan raut risih. Lelaki berparas manis itu sedang meneliti setiap inci wajah Perth, mencoba mencari alasan mengapa sosok yang menjadi kekasih Perth mau-mau saja menerima lelaki kurang ajar seperti Perth.

"Berhenti menatapku seperti itu, P'Gun! Kau menyeramkan!" kata Perth kesal.

Gun tersenyum singkat pada Perth kemudian mengalihkan tatapannya. Ia lantas berdiri kemudian kembali menghadap ke arah Perth. Tubuhnya sedikit membungkuk, memberi jarak cukup dekat antara wajahnya dengan telinga Perth. Ia sempat meniup telinga Perth, sebelum kalimat yang terlontar dari bibirnya mampu membuat tubuh Perth menegang kemudian berteriak tidak terima.

"Kalau begitu, katakan selamat tinggal untuk wisuda tahun ini, Perthku sayang..."

"Hei! Jangan mendoakanku seperti itu, P'Gun!"

.

.

.

Gun melangkah riang memasuki ruang tamu rumahnya. Di tangan kanannya terdapat satu plastik besar berisi berbagai macam es krim yang ia beli di kedai es krim langganannya. Bibirnya sesekali meloloskan lirik lagu kesukaannya, satu hal yang sering dilakukan ketika suasana hatinya sedang berbunga-bunga.

"Rela begadang demi skripsi, akhirnya usahaku tidak sia-sia," katanya riang seraya menaruh es krim yang dibelinya ke dalam freezer. Ia kemudian berbalik dan terkejut melihat sosok lain berdiri di belakangnya. Tatapannya sempat melotot sebelum akhirnya menyipit, efek dari senyum lebar di bibirnya.

Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang