dr. Mark Siwat

3.2K 196 54
                                    

Awalnya, Gun paling takut dengan manusia yang memiliki gelar dokter di depan namanya. Ia berpikir dokter itu sangat kejam karena suka sekali menyuntikkan jarum tajam ke lengannya ketika dirinya masih kecil. Bahkan, ia juga sempat menyimpan sedikit dendam pada manusia yang menjadi dokter pribadinya karena dokter tersebut tidak pernah mendengar teriakannya yang meminta dirinya untuk berhenti memeriksa kondisi tubuhnya saat itu. Namun hal itu hanya berlangsung selama beberapa tahun saja, karena setelah Gun beranjak remaja dan penyakit bawaan dari orang tuanya kembali kambuh, rasa dendam terhadap dokter pribadi keluarganya justru menguap tanpa sisa.

Semuanya berawal dari kejadian satu bulan lalu. Ketika Gun sedang bersiap-siap untuk menemui sahabatnya di perpustakaan kota, rasa ngilu yang tiba-tiba menyerang paha kanannya memaksa dirinya untuk berteriak panik karena penyakit yang dideritanya kerap kambuh tanpa diundang. Gun meringis, dengan tangan mencengkeram kuat paha kanannya, ia berusaha membawa langkah kakinya secepat mungkin untuk menemui Ibunya yang sedang berada di halaman belakang rumah. Mulutnya terbuka, bersiap untuk meneriakkan keluhan yang selalu dilontarkan ketika rasa sakit semakin menyiksanya.

"IBU! KA-KAKIKU SAKIT!"

Nyonya Gun buru-buru melempar selang yang sedang dipegangnya kemudian mematikan keran air ketika teriakan sarat akan kesakitan kembali terdengar dari bibir putra kesayangannya. Wanita paruh baya itu menoleh dan menemukan napas Gun tersengal-sengal serta wajah manisnya yang memerah. Tanpa banyak bicara, Nyonya Gun segera masuk ke rumahnya dan pergi ke ruang tamu untuk menelepon dokter pribadi keluarganya, dokter yang biasa menangani penyakit Gun.

.

.

Gun terduduk di atas tempat tidurnya dengan kedua pipi menggembung kesal. Indra penglihatannya sesekali melirik ke arah sang Ibu dan pintu kamarnya secara bergantian. Lima belas menit sudah terlewati sejak wanita paruh baya yang sudah melahirkannya itu menelepon dokter pribadi keluarganya, namun dokter yang dimaksud tidak kunjung datang.

"Ibu, kenapa dokternya lama sekali? Kakiku benar-benar sakit, Bu..." keluh Gun seraya mengatur napasnya perlahan-lahan dengan bantuan sang Ibu yang ada di depannya.

"Sabar, sayang. Sebentar lagi dokternya pasti sampai," jawab Nyonya Gun.

Gun hanya mengangguk lemah untuk merespon jawaban Ibunya.

TOK TOK TOK

Suara ketukan yang berasal dari pintu kamar Gun berhasil menghentikan pergerakan bibir Gun yang hendak menyuarakan kata-katanya untuk sang Ibu. Lelaki manis berusia 19 tahun itu menoleh, diikuti sang Ibu yang sudah tersenyum lebar mendapati dokter yang sejak tadi ditunggunya sudah datang. Namun senyuman itu hanya berlangsung selama beberapa detik, karena setelahnya ekspresi heran dengan kening yang mengerut berhasil menguasai wajah cantik wanita paruh baya itu. Ia merasa bingung ketika mendapati sosok lelaki tampan sedang berdiri di ambang pintu kamar anaknya dengan pakaian casual membuat aura yang terpancar dari dirinya benar-benar menakjubkan.

Sama halnya dengan sang Ibu, Gun pun terheran-heran dengan sosok yang saat ini sedang menatapnya dengan senyum tampan terulas di bibirnya. Kedua matanya sempat membulat, sebelum akhirnya tersadar setelah mendapat tepukan di paha kirinya.

"Ibu, siapa dia?" tanyanya berbisik pada sang Ibu.

Nyonya Gun kembali menoleh untuk menatap lelaki tampan yang masih berdiri di ambang pintu kamar anaknya sebelum akhirnya kembali menatap Gun dengan jawaban yang sudah tersedia di otaknya.

"Sebelumnya Dokter Jumlongkul pernah mengatakan pada Ibu bahwa salah satu putranya ada yang menjadi dokter, dan beberapa waktu lalu Ibu mendapat kabar Dokter Jumlongkul ditugaskan di luar negeri untuk membantu pengobatan di salah satu rumah sakit yang ada di sana. Kalau saat ini yang datang anaknya, itu berarti mulai sekarang yang akan menjadi dokter pribadi keluarga kita bukan dokter Jumlongkul lagi, tetapi anaknya, meskipun mereka masih keluarga sih."

Penjelasan Nyonya Gun yang panjang lebar sukses membuat Gun tercengang. Ini sungguhan? Dokter tampan itu? Akan menjadi dokter pribadinya? Yang benar saja! Kalau seperti ini dokternya sih, Gun rela kalau harus sakit setiap hari.

Eh, tapi tunggu! Bagaimana kalau ternyata dokter muda itu juga suka menyuntik pasiennya? Oh tidak! Percuma saja berwajah tampan tapi hobinya menyakiti pasiennya. Dipikir ditusuk pakai jarum itu tidak sakit, huh?

"Selamat siang. Saya Mark Siwat, saya yang akan menggantikan tugas Ayah saya sebagai dokter pribadi di keluarga ini."

Gun, meskipun wajahnya kembali memunculkan raut keterkejutan karena mendengar suara khas dari dokter tampan yang ada di kamarnya, jantungnya pun tidak luput dari detakan-detakan keras yang sukses terdengar di telinganya. Wajahnya mendadak merona saat otaknya membayangkan bahwa dirinya akan lebih sering bertemu dengan dokter tampan yang mulai sekarang akan menjadi dokter pribadinya.

"Mana yang sakit?"

Gun segera tersadar dari lamunannya saat dokter bernama Mark Siwat itu sudah berada tepat di hadapannya. Sebelum memfokuskan diri untuk menatap wajah tampan sang dokter, Gun menyempatkan diri untuk melihat ke sekeliling kamarnya dan mata sipitnya sudah tidak menemukan kehadiran sang Ibu di dalam kamarnya. Gun sedikit menghela napas sebelum beralih menatap wajah sang dokter.

"Yang mana yang sakit?"

Meski ragu, Gun perlahan-lahan menggerakkan satu tangannya ke paha kanannya dan menekannya selama beberapa detik. Mark mengangguk kemudian mengikuti pergerakan Gun, menyentuh paha kanan Gun dengan salah satu tangan Gun sebagai alasnya. Gun melotot, sebelum akhirnya pingsan dan menghasilkan seruan panik terlontar dari bibir menggoda dokter tampan bernama Mark Siwat.

"GUN!"

.

.

Mulai sekarang, meskipun Gun masih tidak suka dengan adegan suntik-menyuntik yang dilakukan seorang dokter pada pasiennya, hal itu sudah mulai sedikit berkurang karena dokter tampan kesayangannya. Walau dirinya harus menahan sakit serta rasa kesal karena jarum suntik yang sudah menembus kulit dan daging pada tubuhnya, setidaknya orang pertama yang bisa bebas melihat bokong mulusnya adalah Mark Siwat, dokter tampan pemilik bibir menggoda yang sudah mencuri hatinya. Dan mulai sekarang, Gun akan menyiapkan segala macam rencana untuk mendapatkan dokter tampan itu, sekaligus mendapatkan sesuatu yang 'iya-iya' dari sang dokter.

Terakhir, untuk yang masih di bawah umur harap jangan berpikir yang aneh-aneh dengan kata 'iya-iya' yang Gun maksud ya, hahaha.

.

.

.

Selesai

.

.

.

Iya. Tahu kok, tahu. Ini memang tidak jelas, sama seperti yang menulisnya. :D

Cerita ini tak ada faedahnya, jika tidak suka, tidak perlu membacanya ya. Daripada nanti mendadak kesal. :D

Hmm, mungkin di book ini aku akan membuat kumpulan cerita MarkGun? Oneshot dengan cerita berbeda tiap chapternya? Entah. Jika memang ada ide, akan kuusahakan untuk menulis cerita yang baru.

Mohon maaf aku jarang aktif untuk menulis ya. Lagi sedikit sibuk mempersiapkan diri untuk mengajar, hehehe.

.

.

.

So, jika berkenan, silakan vote dan berikan komentar ya.

Terima kasih ^^

Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang