Part 3

1.4K 83 1
                                    

Seminggu berlalu sejak malam itu. Seok Jin masih saja sibuk latihan untuk persiapan world tour, tapi ku lihat dia selalu pulang setiap malam dan menyempatkan sarapan denganku. Walau senang karena terasa tidak terlalu sepi saat malam dan punya teman untuk sarapan setiap pagi, aku tetap berbicara seperlunya dengannya. Lebih banyak dia yang memulai pembicaraan.
"Minggu depan kami akan mulai world tour. Apa kau tidak apa2 disini sendiri? Atau kau ingin pulang ke rumah Appa?"
Tanyanya saat kami sedang sarapan. Aku membuatkan roti panggang dan sereal untuk sarapan kami.
"Aku disini saja. Gwenchana"
"Aku akan meminta Amma untuk menemanimu di akhir pekan"
"Ya .. Seok Jin-ssi .. jangan aneh2 .. aku bukan anak kecil. Aku terbiasa sendiri, baru seminggu ini saja aku punya teman disini"
"Min Jae-ya"
"Yae?"
"Kenapa aku selalu saja merasa tersindir setiap kali kau mengatakan hal2 seperti ini? Padahal ku fikir tidak ada yang salah dari kalimat2mu"
"Kalau kau merasa tersindir berarti kau tau ucapanku benar"
"Jae-ya .. kau membuatku merasa bersalah"
"Ah wae?"
"Apa kau benar2 tersiksa selama menikah denganku?"
"Kalau ku jawab iya kenapa? Kalau tidak, kenapa?"
"Jawab dulu. Jangan balik bertanya"
"Seok Jin-ssi .. kenapa kau harus bertanya tentang apa yang ku rasakan? Apa sekarang kau jadi kasihan padaku?"
"Aku peduli"
"Kau peduli karena kau kasihan. Sudahlah .. kita sama2 korban disini. Berkorban untuk kedua orangtua kita masing2. Santai saja."
"Kau senang sudah berkorban seperti ini?"
"Apa yang salah dengan ini? Toh aku tidak menyakiti siapapun."
"Ahh .. kau tidak punya pacar ternyata. Tapi kau menyakiti dirimu sendiri."
"Anio.. aku bisa menerimanya. Makanya aku mau menikah denganmu."
"Kau menerimanya?"
"Ne .. aku menerimanya. Aku tau Appaku tidak akan mengorbankan aku pada singa lapar sekalipun judulnya tetap mengorbankan. Ku lihat kau dan keluargamu memang bukan singa atau sejenisnya. Kau juga mau menikah. Tak salah kalau ku coba untuk mengenalimu"
"Lalu?"
"Lalu apa? Lalu aku menikah denganmu. Sudah, gitu aja"
"Kau sudah mengenaliku?"
"Ini aku sedang mengenalimu Seok Jin-ssi. Sampai saat ini."
"Apa yang kau sudah kau kenali dariku?"
"Maksud pertanyaanmu? Mengenali sifatmu? Kau mau aku jujur? Tapi sepertinya kau sudah tau"
"Apa? Aku belum tau"
"Bolehkah kalau ku bilang kau itu bajingan? Bajingan yang mau menikahi anak gadis orang lain karena sedang bertengkar dengan kekasihnya. Bajingan yang setelah beberapa bulan menikah, kau membawa kekasihmu ke rumah yang kau tinggali dengan anak gadis orang lain itu. Bajingan yang berpura2 peduli karena sedang tidak punya orang lain untuk kau pedulikan lagi. Bajing"
"Min Jae-ya" Jin memotong pembicaraanku. Aku melihat wajahnya yang sudah sangat merah saat itu. "Kau sudah sangat membenciku"
"Ne .. sangat"
"Apa kau akan memutuskan pernikahan kita?"
"Ne. Itu memang rencanaku sejak awal kalau aku tidak bisa menemukan kebaikan dari pernikahan ini." Jin lagi2 terdiam sambil terus menatapku. Jujur saja, sebenarnya hatiku sangat sakit saat menyebutkan semua alasan kebencianku padanya. Tapi ku rasa, aku tidak punya hak untuk sedih ataupun menangis. Seperti yang kita tau, sedari awal memang tidak ada rasa diantara kami. Hanya saja aku benar2 tidak menyangka dia tega membawa wanita ke rumah ini. Tidak masalah jika dia melakukannya di luar. Tapi kalau dia membawanya ke rumah ini, itu berarti dia tidak menghargaiku bahkan sebagai manusia.
"Kau membenciku dengan sangat lembut Jae-ya." Ucapnya getir. "Aku bahkan bisa merasakan sakit hatimu saat ini"
"Gwenchana Seok Jin-ah. Harusnya aku yang tidak banyak berharap. Memang seharusnya seperti itulah hubungan kita. Aku sepenuhnya sadar tentang itu. Tapi 1 hal, kau harusnya tidak membawanya ke rumah ini. Itu membuatku benar2 merasa seperti sampah dimatamu" kataku mengakhiri pembicaraan ini. Ku ambil jas dan tasku. Ku tinggalkan dia yang masih membatu.

*****

Dia pamit sehari yang lalu. Mungkin sekarang mereka sudah berada di luar negeri untuk kegiatan grupnya. Aku masih saja sibuk dengan pekerjaanku. Banyak target yang harus ku capai bulan ini. Aku pulang larut hanpir setiap malam dan hampir setiap malam juga aku mengabaikan panggilan dari Jin. Entahlah apa maksudnya menghubungiku, tapi aku terlalu malas untuk berbicara dengannya. Masih teringat semua hal yg ku rasakan sejak awal kami menikah. Rasaku tidak ada yang perlu diperbaiki dari hubungan ini. Biarlag berlalu begitu saja sampai akhirnya aku atau dia yang akan mengakhirinya.
Sebulan berlalu, tengah malam ponselku berbunyi. Yoongi. Ada apa? fikirku.
"Yeobseo?"
"Jae-ya .. miane mengganggumu tengah malam begini. Aku tidak tau lagi untuk menghubungi siapa" Yoongi terdengar tergesa2. Aku membenarkan posisiku dan mengatur fokusku.
"Ah ne .. gwenchana Yoongi-ya.. kau perlu bantuanku? Ini pasti masalah Yoona" tebakku
"Ne Jae-ya .. pengasuhnya baru saja menelfonku. Yoona mendadak demam malam ini. Neneknya baru saja berangkat ke Belanda untuk mengunjungi kakeknya. Beliau bahkan belum mendarat dan Yoona menolak diperiksa oleh dokter keluarga"
"ah ne arrasho. Aku kesana sekarang. Kirimkan alamatnya dan nomor telfon pengasuhnya" Aku langsung mengerti maksud Yoongi. "Tenanglah Yoongi-ya .. Yoona pasti baik2 saja. Aku akan membujuknya agar mau diperiksa atau segera membawanya ke Rumah Sakit"

Akhirnya Yoona harus ku bawa ke rumah sakit atas saran dokter keluarga. Setelah dilakukan pemeriksaan, akhirnya Yoona dirawat. Ada masalah di pencernaannya. Kemungkinan karna salah makan. Yoongi melakukan panggilan video untuk melihat keadaan anaknya. Sempat ku lihat Jin juga ada disana ikut melakukan panggilan video dengan Yoona. Mereka berkata akan pulang dengan pesawat jet pribadi esok pagi. Kegiatan tour mereka sudah selesai untuk wilayah Eropa. Mereka akan melanjutkan tour Asia 3 minggu lagi.

Keesokan harinya semua member langsung menjenguk Yoona begitu mendarat di Korea. Keadaan Yoona sudah membaik. Aku dan pengasuhnya menemaninya disini. Aku memilih ijin tidak turun kerja hari ini. Tidak tenang rasanya meninggalkan Yoona disini meski dengan pengasuhnya.
"Yoona .. cepat sembuh .. kami membawa banyak hadiah untukmu" kata Jungkook sambil mengelus kepala Yoona. Yoona tampak lebih bersemangat setelah bertemu dengan mereka semua. Aku senang melihatnya.
"Apa yang kau bawa ahjussi?"
"Banyak. kau mau apa? sebutkan saja" jawab Jimin sambil tersenyum.
"Aku mau Appaku saja. aku tidak mau yang lain" jawabnya polos. Yoongi yang sedang menggenggam tangan Yoona tampak tersentuh.
"Miane Yoona ..miane .. appa tidak ada saat kau sakit tadi malam"
"Gwenchana Appa.. Bibi bilang Appa sedang bekerja untuk menghasilkan banyak uang agar aku bisa memakai pakaian2 bagus seperti Bibi saat sudah besar nanti. Aku juga akan ke salon kecantikan dan menghias kukuku seperti Bibi. Aku akan menghabiskan semua uangmu Appa" katanya lagi dengan wajah yang benar2 polos. Aku tersenyum melihatnya. Yoona benar2 mengerti apa yang ku katakan. Ku harap dia akan tumbuh menjadi anak yang kuat. Yoongi melihat ke arahku. Aku hanya tersenyum padanaya. Ku lihat member lain juga tersenyum ke arahku. Kecuali Jin, aku tidak terlalu memperhatikannya.

"Gumawo Jae-ya .. miane karna lagi2 merepotkanmu " kata Yoongi saat kami berjalan keluar ruangan Yoona bersama member lain. Kami akan pulang untuk beristirahat Yoongi dan Jimin yang akan menjaga Yoona malam ini disini.
"Gwenchana Yoongi-ssi .. aku sama sekali tidak merasa direpotkan. Yoona anak yang pintar. Dia cepat mengerti bila ku ajak bicara" kataku jujur.
"Ku harap bisa membalas kebaikanmu lain kali"
"Ahh gwenchana .. kau boleh memanggilku kapanpun Yoona memerlukanku"
"Ne .. gumawo " katanya lagi. aku tersenyum lalu mengucapkan selamat tinggal padanya. Aku dan Jin pulang dengan mobilku, member lain pulang bersama manajer mereka.

"Kau lelah?" Tanya Jin begitu sampai di rumah. Aku mengangguk lalu merebahkan tubuhku di atas sofa. "Mau ku masakkan apa? Atau kita pakai layanan pesan antar?"
"Anio. Aku akan memakan apa yang ada. Kau istirahatlah. kau pasti lebih lelah dariku" kataku tanpa melihatnya. Ku buka ponselku memeriksa apa ada pesan atau panggilan yang masuk. Ku lihat Jin masih berdiri sambil melihat ke arahku. "Wae?"
"Kau rajin memeriksa ponselmu ternyata" katanya. aku tersadar lalu meletakkan ponselku di meja. "Apa aku semenjijikkan itu bagimu Jae-ya?" Aku melihatnya. sedikit terkejut dengan pemakaian kata2nya.
"Ya Seok Jin-ssi.." suaraku melemah. Entah kenapa aku melihat dia begitu muram saat mengucapkan kalimat itu.
"Apa kau tidak bisa membuka hatimu sedikit saja untukku?" Tanyanya lagi. Kali ini aku benar2 tidak bisa mengendalikan ekspresiku. Aku benar2 tidak menyangka dia akan mengucapkan kalimat itu disaat2 seperti ini. "Sedikit saja.. aku banyak berfikir setelah pembicaraan terakhir kita. Kau benar .. harusnya aku tidak menyetujui permintaan orangtua kita dengan keadaan emosiku yang sedang tidak baik. Harusnya aku juga belajar mengenalimu setelah memutuskan untuk menikahimu. Setidaknya di awal, seperti yang kau lakukan"
"Ya Seok Jin-ssi jangan membuatku merasa tidak nyaman"
"Aku merasa heran kenapa aku bisa mengabaikanmu selama ini sementara teman2ku bahkan Yoona bisa nyaman bersamamu. Aku merasa sudah melewatkan sesuatu yang besar. Tidak bisakah kau memberikan aku kesempatan untuk memperbaiki hubungan kita?"
"Yahh .. kau benar2 membuatku merasa tidak nyaman Seok Jin-ssi. Aku akan masuk ke kamar dan menganggap semua yg ku dengar malam ini tidak pernah ada. Kau tidurlah. Kau menjadi tidak fokus karna kurang istirahat" kataku sambil beranjak dari sofa. Tapi Seok Jin menarik tanganku dan membalik tubuhku hingga kembali menghadapnya. Dalam sedetik dia menyentuh wajahku dan mencium bibirku dengan penuh perasaan.

*****

-Awake please, Kim Seok Jin!-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang