4

1K 37 0
                                    

Uhuk uhuk...
Uhuk..

Suara batuk Hadijah yang kian hari semakin parah. Namun, beliau tetap bergiat untuk berjualan seperti biasa.

Ya, Hadijah adalah penjual nasi uduk.
Wanita yang berstatus janda ini kini sudah mulai renta dan sakit-sakitan. Namun, itu bukanlah penghalang bagi beliau untuk menafkahi Tifa, anak semata wayangnya. Sebenarnya Tifa ingin membantu Ibunya untuk berjualan saja dari pada berkuliah. Tapi, Hadijah menginginkan Tifa untuk meneruskan pendidikannya hingga sarjana. Tifa dapat berkuliah seperti sekarang karena dibiayai oleh teman almarhum papanya yang telah berbaik hati ingin menguliahkan Tifa hingga sarjana. Tentu saja Hadijah tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu.

"Ibu, biar aku saja yang berjualan hari ini" Pinta Tifa kepada Ibu dengan mata yang berkaca-kaca

"Gak usah nak, kamu kan hari ini akan mengikuti kontes itu" Jawab Hadijah yang terus melanjutkan membungkus nasi

"Ibu, hiks hiks..aku akan senang hati untuk tidak hadir dalam kontes itu demi membantu ibu. Aku ga mau ibu kenapa-napa hiks hiks.."Ujar Tifa dengan air mata yang tak dapat dibendungi lagi

"Jangan nak, uhukk uhukk.. Kamu harus mengikuti kontes itu demi ibu. Tunjukkan kalo kamu bisa nak, tampil lah sebagus mungkin untuk ibu" Balas Hadijah sambil menggenggam tangan Tifa

"Baiklah ibu, aku akan melakukan yang terbaik demi ibu. Hiks hikss.. Aku akan membanggakan ibu hikss.. Doakan aku ibu" Ucap Tifa dengan suara nya yang terisak-isak.

Tangisan Tifa sontak membuat sang ibu langsung memeluknya

"Jangan nangis nak, ibu masih kuat. Pergilah, nanti kamu akan terlambat" Ucap Hadijah sambil mengusap air mata Tifa yang masih mengalir

"Iya Ibu, aku akan pergi" Balas Tifa sambil menggenggam tangan Hadijah yang sedang menghapus air matanya

"Assalamualaikum Ibu" sambungnya seraya mencium tangan Hadijah

"Waalaikum salam nak" jawab Hadijah dengan mata yang berbinar-binar

Tifa pun segera berangkat menuju kampus nya. Seperti biasa, karena Ia berjalanan kaki, butuh waktu 25 menit untuk sampai di sana

***

Kampus

Tampak para mahasiswa dari universitas lain menuju ke Aula kampus nya Tifa. Ya, mereka para finalis yang akan menjadi lawannya Tifa dan Zaki di atas panggung nanti

Pada saat Tifa sedang melihat-lihat sekililing Aula

Tiba-tiba...

"Tifa.."

Sapa seseorang menyentuh bahu Tifa dari belakang. Sontak Tifa pun terkejut dan membalikkan badannya

"Zaa..Zaki"
Ujar Tifa gagap ketika mengetahui seseorang yang menyapa nya tadi ternyata ialah Zaki

"Masuk yuk, udah ramai tu" Zaki mengajak Tifa untuk masuk ke Aula

"Iya, ayuk" Balas tifa sambil menganggukkan kepalanya

Tifa dan Zaki pun masuk ke Aula dan kemudian mencari-cari bangku kosong

"Kita di sini aja ya!" Ujar Zaki sambil merebahkan badan nya di sebuah bangku yang berada tepat di depan Tifa

"Baiklah"Jawab Tifa dan Ia pun duduk di sebelah nya Zaki

Pada saat melihat-lihat suasana Aula tersebut, Zaki tak sengaja mengarahkan pandangannya ke arah Tifa. Ia pun menatap Tifa dan melihat mata Tifa yang masih sembab itu

"Tifa, kamu habis nangis ya, kok matamu sembab?" Tanya Zaki penasaran

"Eh, aaa..aku gak papa kok" Jawab Tifa sambil tersenyum. Ia berusaha menyembunyikan perasaannya

"Kamu ga usah bohong deh, itu mata kamu jelas banget sembab. Kamu lagi banyak masalah ya? Cerita aja ke aa..
Tiba-tiba perkataan Zaki terputus karena MC pada acara tersebut mulai membuka acara.

"Acara nya mau dimulai tuh" Kata Tifa mengalihkan pembicaraan

Namun Zaki masih terus menatap mata Tifa dan masih tak percaya pada ucapan Tifa itu

"Baiklah hadirin ini finalis pertama kita Ratifa dan Zaki. Kepada Ratifa dan Zaki, saya persilahkan! " Suara dari MC yang menyebutkan nama Tifa dan Zaki sebagai finalis pertamanya

Prok..
Prok..
Prok...

Terdengar suara tepuk tangan dari para hadirin mengiringi Zaki dan Tifa yang sedang menaiki panggung

Kemudian

"Cekk cekk" Terdengar suara Tifa yang sedang mengecek mikrofonnya

Tak lama kemudian terdengar alunan gitar dari Zaki yang menandakan mereka sudah memulai nya. Dan disambung dengan puisi dari Tifa

"Di sini ku menunggu!
Ku menunggu cahaya sang mentari hadir menemani
Setelah malam pergi dan meninggalkan ribuan luka di hati

Namun, ketika cahaya yang ku tunggu mulai menampakkan jejak nya.
Mengapa, tak ku rasakan Ia sehangat kemarin.
Ia mulai redup seolah Ia pun tak ingin menemani.

Apa yang sebenarnya terjadi?
Mengapa semua ingin meninggalkan ku?
Mengapa tak ada yang menginginkan kehadiran ku?
Mengapa?
Setelah bulan, kini senja pun menjauhi ku
Mengapa tak ada satu pun yang menjawab tanya ku?

Baiklah..
Biarkan saja aku sendiri
Kan ku tunggu Ia sampai nanti
Sampai waktu dapat mengembalikan sinar nya sehangat dulu lagi"

Prok....

Prok....

Prok....

Prok....

Prok...

Suara tepukan tangan meriuhkan seisi Aula pada saat itu

"Wah Tifa kamu keren, kok bisa lebih bagus dari latihan kemarin sih?" Tanya Zaki yang kagum mendengarkan bacaan puisi dari Tifa

"Hihi, kan kalo latihan aku malu, diliatin terus sama kamu" Jawab Tifa dengan pipi nya yang mulai merah itu

"Haha, gitu yaa, biasa aja kali fa" Ujar Zaki tersenyum lebar

"Tak sengaja Tifa melihat Chelsea duduk di bangku barisan pertama yang sedari tadi menunjukkan ekspresi cemburu nya melihat Tifa dan Zaki di atas panggung"

"Loh kok tiba-tiba Chelsea ada di situ?" Gumam Tifa dalam hati

Kemudian Tifa segera turun dari panggung dan ingin menyapa Chelsea

Namun, pada saat Tifa hendak menyapa

"Chel..Chelsea...!"

Chelsea malah pergi meninggalkan Tifa






Cinta Dalam IstikharahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang