Bab 2.1

27 9 2
                                    

Sorenya mereka berdua berjajar di depan sebuah meja di depot milik Dion. Depot itu kecil, berada di depan rumah pemuda itu. Di pekarangan rumah, beberapa ayam berkotek, sibuk mencari biji-biji jagung dan sisa nasi kemarin yang baru saja Dion sebar untuk memberi mereka makan.

Depot itu sudah tua. Meja kursinya terbuat dari kayu yang dicat dengan warna hijau, tapi cat itu sudah banyak yang terkelupas di sana-sini. Dion menyediakan Wi-Fi dengan kecepatan yang lumayan untuk mengundang pembeli.

Sesekali Aria datang ke depot itu hanya untuk memesan es kelapa muda dan bekerja di sana seharian. Dion juga menambahkan lampu-lampu berhiaskan bambu agar terlihat sedikit manis di langit-langitnya. Namun semua itu tetap masih tidak bisa membuang kesan tua dari depot itu.

Sekarang pemuda itu sedang membawa ayam bakar ke hadapannya dan Indah.

"Ayam bakar madu. Tapi aku pakai kecap asin dan sedikit jahe."

Aria mengertakkan giginya. Gadis itu mengecek jam tangannya. Pukul empat sore.

Ini yang dilihatnya tadi siang. Visinya.

Tanpa memperhatikan Aria yang melamun, Dion duduk di depan mereka berdua, menantikan Indah dan Aria menyantapnya.

Depot sedang sepi, mungkin sebentar lagi akan ramai saat jam makan malam. Namun, di jam yang nanggung seperti ini, jarang ada orang yang mampir.

"Kamu ini nggak pernah bosan coba-coba, ya." Di sebelahnya, Indah menggerutu. "Mana ada ayam bakar pakai jahe? Sudah bener kamu pakai madu, kenapa harus dicampur jahe?"

"Diam, dan coba, dasar bawel." Dion mengetuk-ngetukkan jemarinya di atas meja, menatap Aria dan Indah dengan penuh harap.

"Kalau sampai aku muntah lagi—" Indah mengacungkan sendoknya, "kamu yang harus traktir aku sesuatu di Malioboro."

"Kenapa harus Malioboro?" Dion memprotes. "Di sana kan mahal-mahal!"

"Suka-suka aku dong, kan aku yang dirugikan di sini."

Aria tertawa mendengar dua orang itu bertengkar. Selalu seperti ini. Jika dua orang ini ada bersama dengannya, paling tidak Aria bisa melupakan siapa dirinya barang sejenak.

Bersama dengan mereka berdua, dia merasa normal.

The Future We RememberWhere stories live. Discover now