Bab 6.2

25 8 2
                                    

Hanya sekali itulah Owen bertemu dengan ayah Aria. Dia sempat bertanya kepada gadis itu apa yang terjadi dan kenapa ayahnya bersikap sangat dingin seperti itu. Namun, gadis itu hanya menjawab secara ambigu, "Banyak hal yang terjadi." Dan kemudian tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Owen tidak pernah lagi bertanya ada apa, dan hanya bertekad untuk berada bersama Aria saat gadis itu membutuhkannya. Sejak saat itu, Owen nyaris setiap hari berkunjung ke sanggar hanya untuk membantu Aria, kadang membawakan camilan. Lalu, Entah sejak kapan, Owen menjadi asisten Aria di sanggar sampai akhirnya tiba-tiba gadis itu menghilang dan membuat Owen bingung karena banyak anak-anak yang bertanya kepadanya bagaimana berikutnya.

Ini sudah tiga bulan berlalu dan tidak ada kabar sama sekali dari Aria.

Owen sudah mencoba untuk menelepon, tapi tidak diangkat. Aria masih menyimpan nomornya, karena Owen masih bisa meneleponnya. Sesekali Owen mengirim pesan, meminta kabar dari Aria, tapi tampaknya gadis itu tidak mau repot-repot menjawab.

Owen menghentikan mobilnya di sebuah rumah. Pernah satu kali dia mengantar Aria pulang, jadi dia tahu di mana Aria tinggal. Rumah itu masih seperti waktu itu, gelap, halamannya tidak terawat, dan sunyi jika dibandingkan dengan rumah-rumah lain yang terlihat hidup.

Ponselnya berdering, tapi Owen segera menolak panggilan telepon tersebut. Dia perlu berkonsentrasi pada ayah Aria, untuk bertanya apa pria itu memiliki informasi apa pun tentang Aria.

Hanya satu buah lampu menyala di ruang tamu, sesekali Owen melihat ada bayangan berjalan hilir mudik, mungkin menyiapkan makan malam.

Itu ayahnya.

Mungkin dia malah akan diusir. Mungkin pria itu malah senang karena Aria akhirnya menghilang dari dalam kehidupannya.

Owen menghela napas panjang, dan kemudian membuka pintu mobil. Dengan langkah mantap dia berjalan ke pintu depan dan kemudian mengetuknya.

Saat itu ponselnya berdering lagi. Ternyata sebuah pesan, dan Owen telanjur melihat preview pesan pendek itu tepat pada saat sang ayah membuka pintu depannya.

Owen mengerjap karena bingung apa yang harus dia lakukan.

Dia ingat seorang pria yang marah-marah di depan sanggar, seperti bisa menampar saat itu juga, memukul dengan garang. Kesan pertama ayah Aria di benak Owen tidak bagus, dan Owen tidak tahu apa yang akan dia hadapi saat ini.

"Siapa, ya?" Pria itu bertanya.

Benak Owen masih mengulang pesan di ponselnya.

Aria ada di Jogja.

*

The Future We RememberWhere stories live. Discover now