Bab 3.2

17 6 1
                                    

Dengan mengembuskan napas panjang, Aria membuka pintu rumah kontrakannya. Rumah itu besar, lebih besar daripada rumah keluarganya yang dia tinggalkan di Bandung. Dinyalakannya lampu ruang tamu, dan seketika itu juga dia bisa melihat sebuah ruangan yang besar tapi sederhana. Hanya ada satu setel kursi kayu yang motif dudukan tidak seragam. Di sebelah kirinya ada bufet tinggi yang menyekat ruangan. Di belakangnya ada satu sofa santai dengan sebuah televisi model lama yang tidak pernah Aria nyalakan.

Gadis itu meletakkan helmnya di atas bufet pendek yang ada di sebelah pintu, mengunci pintu rumah, kemudian menaruh kunci pintu rumahnya di sebuah mangkuk yang dia sediakan untuk meletakkan koin-koin dan kunci serta benda-benda kecil lainnya.

Ada dua kamar dan satu kamar mandi.

Kamar yang lebih kecil dia gunakan untuk kamar tidur. Kamar yang satu lagi terletak di paling belakang, sangat luas dan Aria gunakan untuk meletakkan kanvas-kanvasnya, rak-rak untuk botol-botol cat minyak, cat akrilik berbagai warna, lukisan-lukisan setengah jadi, juga sebuah meja kerja sederhana dari triplek tanpa lapisan apa-apa.

Ke kamar itulah Aria menuju dan disambut oleh bau cat minyak dan kegelapan yang lain. Dia menyalakan lampunya, membuka jendela untuk mengganti udara yang pengap, menutup kawat nyamuk dan kemudian dia duduk di depan kanvas, palet dan kuas di tangan. Lukisan abstrak setengah jadi itu menunjukkan campuran warna hitam, merah, dan biru gelap dengan percikan cat putih.

Aria menurunkan kanvas tersebut, membiarkannya setengah jadi, karena saat melihat coretan-coretannya, hatinya serasa hampa. Tidak ada yang dia rasakan. Kosong. Kelam berkabut.

Inilah hidupnya sekarang. Sederhana, dan tenang.

Meskipun dia bersyukur dengan semua yang dia dapatkan selama tiga bulan ini, terkadang dia masih harus meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia sudah melakukan hal yang tepat.

Ini semua lebih baik daripada dia harus kehilangan pemuda itu.

Namanya Owen.

Pemuda itu harus hidup. Bersama dengan Aria hanya akan menciptakan petaka baginya.

Ini pengorbanan yang layak. Sangat layak.

The Future We RememberWhere stories live. Discover now