Bab 5.2

13 6 2
                                    

 "Ri, coba dengar, deh." Indah yang ternyata sudah stand-by di depot Dion tiba-tiba berceletuk saat tahu Aria memasuki depot yang sepi.

"Ada apa?" tanya Aria bingung. Untungnya saat ini sedang mendung, jadi saat memasuki depot, Aria tidak perlu diganggu oleh kelebatan ingatan masa depannya. Gadis itu segera meletakkan tasnya di atas kursi, kemudian membuka laptop.

"Duh, kamu ini ke sini selalu cuma pesan es kelapa muda, terus bekerja seharian. Seharusnya aku minta ongkos Wi-Fi, ya." Dion pun berceletuk ringan, kemudian tertawa-tawa tanda dia sedang bercanda.

"Terus ada apa tadi?" Aria berpaling ke arah Indah yang duduk di depan meja kasir, tepat di hadapan Dion.

"Anak ini masa mau kasih harga 25.000 rupiah untuk ayam bakar yang kemarin. Itu belum termasuk nasi!"

"Mahal." Aria langsung berceletuk, karena memang itu sangat mahal. Nasi pecel saja dia sudah bisa beli dengan harga 5000 rupiah. Nasi ayam goreng yang biasanya saja cuma 15.000.

"Tapi kan repot persiapannya!" Dion memprotes. "Aku harus menggerus jahe, membaluri ayam dengan bumbu, lalu menunggu beberapa jam sampai semua bumbunya merasuk ke dalam ayamnya. Belum lagi, setelah itu aku masih harus membakarnya. Kan repot. Sudah sepantasnya harga 25.000 rupiah itu."

"Aku jamin nggak bakal laku." Indah mengetok palu.

"Jangan suka menghakimi seperti itu."

"Ini bukan menghakimi. Ini kenyataan." Indah bersikeras.

"Bagaimana kalau dicoba dulu dengan harga 15.000. Kalau memang nanti banyak yang suka, harganya bisa kau naikkan pelan-pelan. Tidak rugi kan dengan harga segitu?" Aria mencoba memberi saran. Komputernya sudah menyala sepenuhnya, dan dia sekarang menunggu untuk membuka adobe ilustrator.

"Ya nggak rugi, sih...." Dion menggerutu.

"Nggak rugi, cuma untungnya kurang banyak." Indah menoyor kepala Dion, kemudian segera melompat pergi saat Dion akan membalas. Buru-buru Indah berlari ke belakang Aria, meminta perlindungannya sambil tertawa-tawa. Aria ikut tertawa, dan Indah akhirnya terselamatkan karena ada dua orang pelanggan yang memasuki depot.

Selama Aria mengerjakan tugasnya, Indah tetap ada di depot, sesekali membantu Dion menyajikan makanan, atau sekadang menjaga kasir saat pemuda itu memasak di dapur. Jujur, masakan Dion memang enak. Tentu saja masakan yang standar, saat pemuda itu tidak berkreasi aneh-aneh dengan masakannya.

Sesekali Dion menyajikan makanan sederhana untuknya dan Indah.

"Ini buat yang sedang bekerja, yang pengangguran nggak usah ambil-ambil," ujar Dion saat menyajikan bakwan jagung. Tentu saja Indah langsung protes, meskipun tahu bahwa jumlah bakwan itu lebih dari cukup untuk mereka berdua.

Mereka berada di depot itu sampai sore tiba.

Hanya saja, Aria tidak menyadari, Indah selalu menggigit bibir bawahnya saat menyadari Dion menatap Aria lebih lama daripada seharusnya.

The Future We RememberWhere stories live. Discover now