3 ; when i feel doubtful

1.1K 252 15
                                    

Dari awal, Hyunjin memang sudah meragukan hubungannya dengan Seungmin, walaupun Seungmin tidak merasakan ada yang aneh dari sikap Hyunjin setelah mereka memutuskan untuk berpacaran. Maka tidak heran saat dunia menolak hubungan mereka, Hyunjin semakin merasa ragu.

Selama ini Hyunjin hanya mengikuti alurnya. Ia hanya mengikuti apa kata hatinya. Hatinya berkata untuk menunggu Seungmin, maka Hyunjin akan menunggu. Hatinya berkata untuk melindungi Seungmin, maka Hyunjin akan melindungi. Hatinya berkata untuk bertahan demi Seungmin, maka Hyunjin akan bertahan. Hatinya berkata untuk mencintai Seungmin, maka Hyunjin akan mencintai. Ia benar-benar mendengarkan hatinya berbicara. Tetapi ia tidak pernah mendengarkan hatinya saat hatinya berkata ragu.

Maka ketika akhirnya Hyunjin menerima rasa berbalas itu, keraguan justru makin bersarang di hatinya.

Hyunjin berhasil menutupi keraguan di dalam hatinya itu dengan bersikap biasa saja pada Seungmin, seolah-olah tidak ada yang berubah di dalam hatinya. Dan Seungmin sama sekali tidak curiga dengan hal tersebut, karena tingkah Hyunjin sama sekali tidak mencurigakan. Hyunjin tetap menunggunya di luar kelas. Hyunjin tetap mengantar Seungmin pulang. Hyunjin tetap menggenggam tangan Seungmin saat mereka berjalan. Hyunjin tetap bersama dengan Seungmin meskipun mereka menjadi bahan bibir di kampus.

Hyunjin mencintai Seungmin. Dan Seungmin mencintai Hyunjin. Tidak ada yang perlu mereka khawatirkan. Mereka saling mencintai, dan mereka tidak mempedulikan yang lain.

Tetapi Seungmin tidak tahu, kalau Hyunjin sudah menyerah dengan melawan kata hatinya.

Lima bulan setelah berpacaran, Hyunjin memutuskan untuk kembali mengikuti kata hatinya.

Hyunjin meragu.

Maka yang bisa dilakukannya adalah...

Melepas Seungmin.


**


"Maaf karena memanfaatkanmu," ucap Hyunjin lirih.

Di sebelahnya, Ryujin tersenyum miris. "Tidak apa-apa, oppa. Mungkin memang ini yang harus oppa lakukan. Aku akan membantumu."

Hyunjin tersenyum. Kemudian ia menggerakkan tangannya mengelus rambut perempuan itu, lalu mengecup puncak kepala Ryujin dengan pura-pura mesra. Karena ia tahu, tak jauh dari tempatnya, Seungmin sedang mengawasi keberadaannya bersama Jisung, sahabat lelaki itu.

Hyunjin tahu seharusnya ia tidak boleh memanfaatkan Ryujin untuk mengalihkan hubungannya dengan Seungmin. Tetapi melihat Ryujin yang tidak mempedulikan masalah tersebut, Hyunjin merasa lega.

Tetapi entah kenapa ia merasa ada yang menghilang semenjak perpisahan sepihak itu. Ya, setiap perpisahan yang terjadi memang akan ada yang terasa hilang. Tetapi kali ini ia merasa benar-benar ada yang hilang, dan entah kenapa membuat hidupnya tak lagi senyaman dulu saat ia bersama Seungmin.

Sampai akhirnya Hyunjin dikejutkan oleh sebuah pengakuan dari Ryujin sebulan kemudian.

"Oppa, aku tidak ingin kita berpura-pura lagi. Aku ingin kita berpacaran sungguhan."

"Apa maksudmu?" Hyunjin sangat terkejut dengan ucapan Ryujin yang tiba-tiba itu.

Ryujin meraih tangan Hyunjin dan menggenggamnya lembut.

"Oppa, berpacaranlah denganku. Aku mencintaimu, benar-benar mencintaimu. Sudah sebulan kita berpura-pura pacaran, dan aku tidak bisa berpura-pura lagi. Aku ingin kita berpacaran sungguhan. Berpacaranlah denganku, Hyunjin oppa."

Hyunjin menjauhi Ryujin setelah pengakuan itu. Rumor di kampus beredar kalau mereka telah putus. Hyunjin tidak peduli dengan rumor tersebut. Toh, memang dari awalnya mereka tidak benar-benar berpacaran. Mereka hanya berpura-pura pacaran, jadi siapa peduli kalau akhirnya mereka akan putus.

Oh, Hyunjin lupa kalau ada seorang yang mempedulikannya.

Hyunjin tidak tahu kenapa tiba-tiba melangkahkan kakinya menuju kelas Seungmin. Ia merasa sedang mengikuti kata hatinya. Dan ia kini sadar apa yang sedang hilang.

Hatinya.

Ia kehilangan sebagian hatinya.

Karena sebagian hatinya masih ada pada Seungmin.

Saat lelaki manis itu keluar, dan saat akhirnya kedua lelaki itu bertatap muka setelah sebulan lamanya hubungan mereka berakhir, Hyunjin merasa ia kembali hidup. Dan Hyunjin kembali menuruti apa kata hatinya.

"Mau makan denganku?" tawarnya setibanya di depan Seungmin.

Hari itu, Hyunjin kembali pada Seungmin.


**


Hyunjin kini percaya dengan apa kata hatinya. Ia tidak perlu lagi membesarkan keraguan yang bersarang di hatinya. Ia tidak ingin mengikuti keraguan yang justru membuat hubungannya bersama orang yang dicintainya pupus. Ia hanya ingin mengikuti perasaannya: bersama dengan Seungmin dan membuat lelaki itu bahagia karenanya.

Hari itu Hyunjin sudah menyiapkan sebuah kejutan untuk Seungmin. Ia mendaftar klub musik di mana Seungmin juga mengikuti klub tersebut. Dan Hyunjin berencana untuk memberitahukan kabar itu hari itu juga. Maka dengan langkah semangat dan hati berdebar, ia menuju kelas Seungmin.

Pintu kelas Seungmin terbuka, dan beberapa mahasiswa keluar dari kelas tersebut, itu artinya kelas sudah bubar.

"Seharusnya kamu menolaknya, Seungmin!"

Saat Hyunjin hendak masuk ke dalam kelas Seungmin, ia mendengar suara bentakan itu di dalam kelas. Hyunjin kenal dengan suara itu. Itu suara Jisung, sahabat dekat Seungmin.

Hyunjin urung melangkah masuk. Ia justru malah berdiri mematung di samping kelas Seungmin. Memasang telinga lebar-lebar untuk menguping pembicaraan di dalam kelas. Kemudian ia mendengar suara bisik-bisik, tetapi tidak jelas. Sampai akhirnya ia mendengar suara Seungmin-nya yang terdengar begitu malas.

"Aku tidak normal, Jisung, jadi berhentilah berbicara."

"Oh Tuhan!"

Hyunjin terdiam. Pandangannya langsung berubah kosong. Seungmin sudah mengakui kalau dia adalah lelaki tidak normal. Oh, apakah ini adalah salahnya?

"Maafkan aku, Jisung. Aku sudah menutup kedua telingaku."

Hyunjin kembali mendekatkan telinganya ke tembok. Itu suara Seungmin.

"Aku sudah menutup kedua telingaku, tidak mendengarkan apa yang orang-orang bicarakan tentang hubunganku dan Hyunjin. Aku sudah menutup mataku, tidak melihat tatapan sinis dan benci yang orang-orang berikan ketika melihatku dan Hyunjin. Dan aku sudah membuka hatiku, membiarkan Hyunjin masuk ke dalamnya dan membiarkan perasaan itu bersarang di sana. Kami saling mencintai. Tidak peduli dengan apa yang orang-orang bicarakan. Tidak peduli dengan tatapan yang mereka berikan. Kami hanya membiarkan hati kami terbuka. Kami membiarkan hati kami yang berbicara dan rasakan. Hati kami tidak bisa menolak perasaan itu, Jisung."

Hyunjin tertegun. Dadanya bergemuruh. Sialan, Seungmin sudah membuat perutnya terasa jungkir balik.

"Ketika orang yang tepat datang, kamu akan mengetahuinya, Jisung."

Hyunjin kembali tertegun. Kalimat itu sama persis dengan apa yang pernah diucapkan appa-nya sembilan tahun yang lalu. Ketika orang yang tepat datang, appa akan mengetahuinya.

Tetapi kenapa Hyunjin belum mengetahui kalau Seungmin adalah orang yang tepat? Kenapa Hyunjin justru masih meragu? Apakah Seungmin bukanlah orang yang tepat untuknya?

The Boys Who Are Like Wild Birds [Hyunmin] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang