Pagi ini, Zheya membuka mata dengan bahagia–ya, sebenarnya tidak ada pagi yang tidak bahagia untuk Zheya. Tapi, berani ia akui, ini adalah pagi paling bahagia di bulan Mei.
Semalaman suntuk Zheya terus memutar ulang kejadian di Lawang Sewu. Baginya, Darren memiliki wajah yang mudah diingat. Suaranya juga lembut. Tubuhnya ideal, dan ia tampan. Tentu saja.
Ah, Zheya jadi tidak sabar untuk menemuinya nanti sore.
"Zheya!" Itu suara Bunda, tidak biasanya beliau mengetuk-ngetuk pintu Zheya. Ada apa dengan pagi ini? "Zheya, buka pintunya. Kamu nanti telat!" Seru Bunda lagi.
Kali ini Zheya yang masih terduduk lesu langsung menegakkan punggung dan tercekat. Jam berapa sekarang?!
Zheya lekas melirik jam weker di nakasnya. Sudah hampir jam 6. "ASTAGA BUNDA!!"
Sekarang, gantian Bunda yang tercekat. Ia segera membuka pintu kamar Zheya dengan tergesa-gesa. Sorot matanya mendadak khawatir seakan-akan Zheya berteriak karena sesuatu yang membuatnya terluka atau mungkin mencemaskan.
Ya, ini memang cemas. ZHEYA KESIANGAN!
"Ada apa Zheya?!"
"BUNDA KENAPA NGGAK BANGUNIN ZHEYA, BUNDAA!"
"Bunda udah ketok-ketok pintu kamar kamu!"
"KENAPA BUNDA SELALU NGGAK INGET KALO KUNCI CADANGANNYA ZHEYA TAROH DI BAWAH KESET?!"
Bunda menghela nafas. "Zheya," Panggilnya pada anak keduanya itu.
"ADA APA BUNDA!"
"Zheya,"
"KENAPA?!"
"Zheya! Udah!!"
Zheya tersadar. Astaga, ia terlalu banyak membentak Bunda. Zheya jadi merasa bersalah. "Bunda...," Cicitnya menundukkan kepala.
Bunda lalu mengelus rambut Zheya, merapihkannya sedikit sebelum kemudian mengusap bahu Zheya. "Udah, sekarang kamu mandi. Sarapan sama seragam, biar Bunda yang siapin."
"Iya deh."
"Udah, ayo! Cepet-cepet, nanti telat!" Teriak Bunda berusaha membakar kembali semangat Zheya. Ya, ia tahu anaknya yang satu ini memang masih labil.
"Siap, Bunda!" Sahut Zheya berdiri tegak dan hormat kepada Bunda. Membuat Bunda sontak terkekeh geli. Cewek itu melenggang menuju kamar mandi yang tersambung dengan dapur tidak jauh dari kamar Zheya.
Sementara Zheya mandi, Bunda menyiapkan seragam yang harus cewek itu kenakan hari ini. Setelahnya, menyiapkan sarapan yang sudah ia masak.
Beberapa menit berlalu, Zheya keluar dari kamar mandi hanya dengan berlapiskan sehelai handuk dan berlari kecil menuju kamar tidurnya. "Zheya, jangan lari-lari. Nanti kamu kepeleset," Ingat Bunda pada Zheya.
"Iya, Bun. Ini Zheya lagi jalan biasa kok!"
Sebenarnya mau seberapa kali Zheya bilang 'tidak apa-apa', Bunda tahu jelas itu adalah 'apa-apa'. Karena bagi Zheya, Bunda memang selalu memiliki kamus tersendir–GABRUKK!
Benar bukan, Bunda memang selalu benar. Zheya terpeleset di atas keset kamarnya sendiri.
"Zheya! Udah Bunda bilang ati-ati. Kamu nggak bakal telat," Kata Bunda lagi.
"Iya, Bunda,"
Menit-menit berlalu dengan cepat, keribetan demi keribetan menghampiri Zheya. Namun cewek itu tampaknya telah berhasil melewati segalanya. "Bunda, Zheya berangkat dulu ya." Pamit Zheya pada Bunda yang menunggunya di meja makan. Ia begitu buru-buru sampai melewatkan Bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Form [butuh revisi]
Teen FictionKisah tentang Darrelyon Sterling, si air tanpa wadah yang mencari-cari bentuk cintanya.