Wish One

7.1K 563 88
                                    


-

-

-

"Jangan bilang itu dia! "

Sambil memejamkan mata, Kyungsoo berdoa dengan seluruh kepatuhannya pada semua ajaran Tuhan selama tujuh tahun ini.

"Tuhan, ku mohon jauhkan dia dari hidupku! " dia bergumam kembali, mengutuk hal yang telah ia setujui tadinya, dengan Pak Lee. Seorang atasan yang memiliki kebiasan memarahinya, walau tak penting sekalipun, pria paruh baya itu akan tetap bercicit riuh padanya.

Kedua tungkai kaki mungilnya terasa ngilu, menahan badannya yang digungcang ketakutan akan kelemahan benteng yang coba ia bangun, selama kepergian pria itu dari hidupnya.

Pria dengan garis wajah tegas, dan postur tubuh tinggi kekar, yang mencoba mengecoh hatinya dengan kilatan sempurna yang melintasi garis ambang kesadarannya.

Kyungsoo berdeham, lalu mencari pegangan untuk sekedar melepaskan rasa gugupnya. Ia perlahan memundurkan tubuh mungilnya yang di lapisi ropi biru, dengan lipatan yang mengikuti lekuk tubunya. Yang mana itu semua bertambah sempurna, seiring berjalannya waktu, selama tujuh tahun ini.

Penampilan sopan, dengan sebuah nama pengenal yang berlambangkan bendera Korea Selatan, yang tergantung di leher putihnya, mengindikasi bahwa dia bukanlah wanita biasa, seperti tujuh tahun yang lalu.

Wanita yang hanya bisa memohon, bahkan menurut, tanpa memiliki kekuatan secara fisik maupun finansial. Wanita yang deperlakukan layaknya sengogok sampah yang tak berharga. Wanita yang digunakan sebagai alat tukar untuk sebuah kepuasan. Namun kali ini, Tidak lagi!

Bola matanya pun mulai tak seimbang. Inginnya dia membuang pandangannya, dari pria yang melangkah gagah menuju posisinya saat ini. Tapi apa? malah pandangannya seperti terkunci rapat, dengan sosok tinggi bertubuh tegap, yang memancarkan aura keperkasaan yang membuat beberapa bagian tubuhnya tercubit geli. Gelenyar aneh menjalar pada urat darahnya. Perasaan seperti dimabuk kembali, telah membuatnya beberapa kali mengenyahkan ingatan di malam itu. Malam yang menurutnya, menjadi sebuah penyesalan sampai sekarang ini.

Bagaimana tidak menyesal? Malam itu adalah, malam dimana ia lah yang menyerahkan diri pada Park Chanyeol. Bukan dengan paksaan, atau bujukan. Ia hanyut dengan kata hatinya sendiri, hingga keselarasan pikirannya sekarang telah menjelaskan tentang konsep, berfikirlah sebelum berbuat. Agar tak menyesal dikemudiannya. Ya, setidaknya itulah pedomannya kini. Lebih berhati-hati akan membuatnya tidak jatuh pada lobang yang sama.

Ia yang merasa bodoh, dan tertipu, lalu mengeras perlahan. Mengeraskan hati, pikiran dan cara pandang. Hingga sebuah kebencian telah menguasainya. Hanya ada satu kata untuknya saat ini. Jauhi dan hindari. Tentu saja itu untuk, Park Chanyeol. Lelaki yang meninggalkannya, dengan sejuta rasa kekecewaan yang menggantung. Lelaki yang membuat ia merasakan, betapa buruknya mencintai sampai ke dasar. Hingga rasanya ia tak mampu lagi kembali ke permukaan. Namun walaupun begitu, ia masih mampu berdiri dan melangkah, walau tak seringan dulu, walau tak semudah dulu, walau ia harus menahan, dan melawan rasa sakit di hatinya.

Wajahnya kian menampakan ekspresi tegang, walau sudah berusaha menyembunyikannya dengan mencekal tas, yang tergantung di bahunya. Tetap saja, ia merasa dunia akan runtuh dikala pria itu berjalan dengan senyum tanpa dosa, dan tanpa rasa kemanusiaan itu. Perjalanan yang panjang haruskah terhenti ketika pria itu datang lagi? Tidak akan! Tekadnya menggebu.

"Apakah aku masih terlihat bergetar? " ucapnya dalam hati. Meyakinkan dirinya sendiri, jika semua akan berlalu dengan baik, walau di hari yang terkutuk ini.

Pria bertubuh jangkung itu seakan menelanjanginya dengan tatapan penuh pesona, yang tersirat dari mata coklat itu. Tidak hanya dia, mungkin semua wanita yang berada di sana juga ikut terpana dengan seorang Park Chanyeol. Pria pemilik pesona bak ksatria berkuda putih.

One WishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang