#9 Lia POV

16 3 0
                                    

Ttokk..tok..tok..

Aku mengetuk pintu no.7. Yah aku mengetuknya karena menurutku angka 7 adalah keberuntunganku.

Aku tak bersuara. Aku takut ketahuan bahwa aku ada di asrama santri.

Jika ketahuan, hukumannya berat yaitu membersihkan wc santriwati selama seminggu.

"lama banget sih? Aku udah nggak tahan"tanyaku dalam hati.

Aku mengetuknya lebih keras.

Ttoookkk....

Tanganku sakit sekali setelah mengetuk kepala pemilik kamar ini.

Dia membukanya secara tiba-tiba.

Wajahnya heran melihatku. Tangan kanannya mengusap-usap kepalanya. Yah mungkin karena ketukanku.

"inguss.? Ngapa..."

Tak habis kata yang akan di ucapkannya. Ku sekap mulutnya menggunakan tangan kananku.

Lalu aku mendorongnya, sampai masuk kedalam kamar.

Brakkkk..

Aku menendang pintu kamar sampai akhirnya tertutup sempurna.

"maaf yah aku mengganggumu. Aku tak punya cukup tenaga untuk sampai di kamarku." aku menunduk karena aku malu telah masuk ke kamar santri dan berlaku tidak sopan kepadanya.

"kamu nggak boleh kesini." kata Lufi bingung.

Tak ku hiraukan. Aku langsung mengambil beberapa pakaian Lufi di dalam lemari dan menyusunnya hingga membentuk bantal.

"bantu aku yah. Sekali saja, plisss..plisss..plisss" pinta ku.

Lufi masih heran melihat tingkahku.

"maaf yah. Aku mengganggumu, aku benar-benar tak bisa kembali" kataku sambil menangis.

Ku lihat Lufi sudah simpati terhadapku. Aktingku ternyata berhasil.

Diapun mengijinkan aku nginap di kamarnya. Aku segera beranjak ke sofa panjang sambil membawa bantal buatanku di sudut ruangan samping kulkas besarnya.

"woaahh kulkasnya gede amat yah.? Tamu datang juga nggak di persilahkan minum" aku mengomel dalam hati.

Aku segera menutup mata agar tak ada pertanyaan yang harus ku jawab.

Tanpa sengaja akupun terlelap..

"aku.. Tidak aku tak menyukainya. Cintaku hanya untuk Johan. Jangan menyakitiku lagi ku mohon" aku tak sengaja ngigau, dan suaraku cukup keras.

"Si ingus ngigau kok suaranya kenceng amat yah.? Johan? Dia cinta Johan.?" kata Lufi dalam hati sembari memandangiku di atas sofa.

Saat Lufi asik memandangi wajahku. Alvin pun kluar dari kulkas.

"busett.. Nyaman banget tempatmu. Aku boleh kapan-kapan kesini lagi.?"
Kata Alvin

"apa? Nggak aku udah nggak terima tamu. Cukup hari ini saja." kata Lufi agak jengkel karena ketenangannya di ganggu.

"kampret pelit amat! Aku akan..." perkataan Alvin terpotong.

Dia melihat seorang gadis pujaannya tertidur lelap di atas sofa.

"anjirr tega banget kamu menyuruhnya tidur di sofa, kamu kan laki harusnya ngalah ama perempuan."

"jangan asal nuduh dong, dia yang sekap aku. Dia yang nyelonong. Baru saja aku mau nawarin tidur di kasur, eh malah langsung tidur."

"alesan kamu"

Alvin mendekatiku.

"Fii...Lufii. sini dulu liat Lia"

"nggak ah. Mood ku jadi buruk ketika aku melihatnya"

"anjirr.. Kasar yah kamu.. Ini si Lia keringatnya banyak banget."

"yang bener? Ah mungkin dia kepanasan kali. Aku kan nggak nyalain ac."

Alvin meletakkan punggung tangannya di dahiku.

"astagfirullah. Badannya panas sekali"
Alvin keget karena demam Lia tinggi sekali.

"masa sih.?"

"iya nih. Coba kamu kesini dan periksa. Aku mau buat kompresan dulu. Sapu tanganmu ada nggak.? Soalnya punya ku sudah kotor." kata Alvin sembari mencari-cari wadah dan sapu tangan.

"kamu masuk aja ke toilet disana ada handuk miniku. Terus kamu buka lemari biru di pojokan disana ada wadah. Kamu ambil airnya di galon aja."

Lufi mendekati Lia dan mengecek demamnya.

"ya ampun keringatnya. Apa yg telah terjadi pada anak ini.?"

"Lufi kamu jangan menyentuhnya"
Alvin berteriak dari dalam toilet.

Lufi pun berniat memindahkan Lia ke atas kasur.

Brakkk...

"adduh. Sakit tau" sambil memegang perutnya karna di cubit oleh Alvin.

"akukan sudah bilang jangan menyentuhnya. Ini kamu pegang." sambil memberikan wadah berisi air dan handuk mini.

"iya iya codot" Lufi pun mengambilnya.

Alvin mulai menggendongku dan meletakkanku di atas kasur dengan lembut agar aku tak bangun.

Baju Alvin basah karena keringat Lia.

"nih kompresnya codot." sambil menyerahkannya

"Fi ini gimana.?? Jilbabnya menghalangi."

"buka aja karena ini keadaan darurat, Allah pasti ngerti kok."

Membuka jilbabku dan memeras handuk mini lalu meletakkannya di dahiku.

"Vin lihat." menunjuk luka lebam pada pundak sebelah kiriku.

Aku mulai ngigau lagi.

"maafkan aku.. Sungguh aku tak tertarik dengan Alvin cintaku hanya untuk Johan". Katakuu

Alvin dan Lufi saling bertatapan mereka heran melihat tingkahku.

Semakin lama keringat ku sudah berkurang. Demamku mulai turun dan aku pun mencoba membuka mataku.

"adduh... Pundakkuu.." aku meringis kesakitan.

"Lia, apa yang telah terjadi?" kata
Alvin sambil memberikannya jilbab.

"Maaf Fin apa aku berkata kasar tentangmu.?" kataku smbil menunduk.

"tidak. Sejak tadi kamu terus minta maaf, siapa yang tega memperlakumanmu seperti ini Lia?"
Kata Alvin sambil menggenggam tangan Lia.

Lufi yg sejak tadi menjadi penonton mulai bergerak.

"Lia, kami ini akan menjadi temannu. Kami akan membantumu kamu katakan saja sejujurnya!" kata Lufi sembari mengambilkan air hangat untukku.

"aku..aku..aku.." tangisankuu pecah aku tak sanggup lagi menahannya.

Alvin langung berdiri dan menempatkan kepalaku di dadanya. Aku sekarang ada di dalam pelukan yang sangat hangat.

Bukannya malah berhenti, tangisanku semakin kencang.

"Tak apa Lia. Menangislah dipelukanku karna kau akan menjadi masa depanku" kata Alvin sambil mengusap-usap lembut kepalaku.

Sungguh aku merasa bahagia ternyata  Alvin dan Lufi berada di pihakku.

"aku harus jujur kepada kalian!" kataku sambil melepas pelukan Alvin.

===========================
Apakah Lia akan mengakui semuanya di depan kedua cogan itu.?

Kalo perempuan tuh paling enak curhatnya sama cowok.

Ikuti terus yahhh...

.
.
Makasih telahh membacanyaa
:) :) :)
.
.
.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Find A MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang