Mingyu terjaga sepanjang malam, menatap ke langit-langit, tidak bersuara.
Dia tidak berpikir dia akan mengeluarkan air mata lagi setelah menghabiskannya beberapa jam yang lalu. Dia mati rasa. Tidak hanya fisik, tapi secara mental dan emosional. Tidak pernah membayangkan bahwa dia akan kehilangan Wonwoo secepat ini. Sial, dia bahkan tidak pernah berpikir dia akan kehilangannya.
Mingyu memandang kosong, tubuhnya terbaring tak berdaya pada tempat tidur, seseorang mungkin akan berpikir dia kembali koma jika kedua matanya tidak terbuka. Dia tidak lagi bisa merasakan sekelilingnya, dia tidak bisa melihat apapun yang ada di sekitarnya lagi. Hanya ada satu wajah dalam kepalanya, hanya ada satu orang dalam benaknya. Untuk pertama kalinya setelah dia terbangun, dia menutup kedua matanya.
“Hey, dimana─“
“Ayo kita putus.”
Dada Mingyu terasa sesak ketika dia mengingat kembali percakapan terakhirnya dengan Wonwoo.
“A─apa?”
“Aku tidak suka mengulangi kata-kataku.”
“Gyu, jangan bermain-main denganku.”
Tanpa peringatan, air matanya kembali mengalir menganak sungai. Air mata yang tak berhenti.
“Maafkan aku.”
“Wonwoo.”
“Wonwoo aku─“
“WONWOO!!!”
Sebuah teriakan membangunkannya. Suara klakson bus yang keras terus terngiang dalam kepalanya. Mingyu bangun, butiran peluh membasahi wajahnya yang dipenuhi bekas air mata. Dia terengah-engah dan dia tidak menyadari bahwa dia menangis dalam tidurnya.
Pagi sudah menjemput dan Mingyu baru menyadari bahwa dia semalam sudah tertidur ketika Seungcheol memasuki ruangannya setelah sebuah ketukan singkat.
Seungcheol sudah berpakaian rapi dengan setelan formal ketika dia masuk dengan membawa takeout.
“Kau sudah bangun.” dia tersenyum. “Aku membawakanmu makanan.”
Mingyu mendorong kepalanya lebih rendah pada bantal.
“Apa kau baik-baik saja?” pertanyaan retoris yang tidak butuh jawaban.
Mingyu mengusap air mata dari wajahnya dan menutup matanya dengan punggung tangannya. Dia merasakan genggaman tangan Seungcheol pada bahunya.
“Aku tahu ini berat, Gyu. Sejujurnya aku juga merasakannya.” dia memberi jeda. “Tapi ini sudah tiga tahun. Aku yakin dia juga ingin kau pulih dan move on. Seperti yang kami lakukan, perlahan-lahan.”
Gerakan itu menenangkan. Mingyu merasa dia butuh move on juga. Tiga tahun adalah waktu yang lama. Dan dia tidak akan pernah pulih jika dia terus merajuk pada dirinya sendiri sedangkan teman-temannya terus maju kedepan. Tapi semuanya ini adalah suatu kejutan baginya. Bagaimana dia harus menerima fakta bahwa orang yang paling penting baginya sudah pergi, sudah lama pergi?
Dia mengingat kembali percakapan semalam.
“B─bagaimana itu terjadi?” Mingyu tidak tahu dia masih punya energi untuk bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resurrection 「meanie」
Fanfiction(COMPLETED) Sebuah teriakan melengking, suara klakson yang keras, tabrakan hebat... apakah dia kembali hidup? Original story ©SEISDEMAYO on LiveJournal Pictures ©MildXWild Translation & artwork ©jsanserenity 『Please be noted that this is just a tran...