05. Graffiti

175 27 4
                                    

Setelah berjalan lumayan jauh menuju pantai, mereka pun sampai.

"Yeay~panta dan laut." Taehyung melompat-lompat senang. Melihat Taehyung yang sudah berlarian kesana kesini dan sudah melepaskan sepatunya, yang lain juga langsung ikut membuka sepatunya dan berlari sama seperti Taehyung.

Mereka sungguh bahagia. Jika ini mimpi, mereka pasti tidak ingin bangun dari mimpinya. Dan jika ini nyata, mereka pasti akan meminta waktu untuk berhenti. Apalagi, jika mereka tahu ini adalah yang terakhir kalinya.

"Hyung! Kita kesana!" Jungkook berteriak sangat keras.

"Ayo!" Jawab semuanya.

"Jungkookie~" Taehyung dan Jimin berusaha mengejar Jungkook.

"Hyung tidak akan bisa menangkapku." Ledek Jungkook.

"Kamu sudah membasahi baju kami dan kamu kabur begitu saja? Sini kamu, Jungkookie kami akan membalasnya."

"Kalian hati-hatilah. Banyak sekali karang di sini." Seokjin memberi peringatan pad ketiga adiknya yang sangat nakal itu.

"Maafkan aku. Karena saranku kalian malah jalan kesini. Kalian pasti lelah." Namjoon menundukkan kepalanya.

"Tidak apa-apa. Ini indah,kok." Hosoek menepuk pundak Namjoon.

Yoongi tersenyum melihat pemandangan indah laut yang biru. Sudah lama dia tidak merasa sesejuk ini.

"Bagaimana kalau kita mengambil foto untuk kenang-kenangan?" Seokjin mengeluarkan ponsel pintarnya.

Namjoon, Hosoek dan Yoongi mengangguk.

"Taehyung! Jimin! Jungkook! Kemarilah! Kita akan emnagmbil foto." Teriak Seokjin untuk memanggil ketiga anak yang masih asik kejar-kejaran itu.

Seokjin melihat kesekeliling, lalu menghampiri seseorang. "Maaf, bisa bantu kami? Tolong fotokan kami bertujuh." Seokjin meminta tolong.

Mereka bertujuh pun berpose dengan senyum lebar mereka. Mereka sangat bahagia.

"Terima kasih." Seokjin menundukkan kepalanya.

"Hyung! Lihat fotonya." Ponsel Seokjin di rebut.

"Pemandangannya sangat indah." Jungkook merasa terkesan.

"Aku akan mencuci foto itu, lalu membagikan kepada kalian. Ini kenangan kita." Seokjin tersenyum lebar. Semuanya menatap Seokjin. Mereka merasa, ucapan Seokjin seperti menunjukan bahwa ini yang terakhir.

Seokjin berdiri di kelas kosang yang mulai gelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seokjin berdiri di kelas kosang yang mulai gelap. Ini bukan kelas tidak terpakai yang sering mereka gunakan. Ini adalah kelas yang di gunakan setiap pagi hinggah sore oleh para murid. Seokjin mengeluarkan ponselnya. Dia memoto kelas itu. Foto yang di hasilkan tidak seperti yang dia bayangkan. Apa mungkin karena kelas yang gelap ini atau mungkin karena dia menggunakan ponsel?

"Sepertinya aku harus membeli sebuah kamera."

Seokjin terus tersenyum-senyum sendiri dengan foto yang sedang terpampang di layar ponselnya. Foto yang baru saja di ambil tadi.

Dia melihat pot bunga yang memiliki sebuah coretan kecil. Yaitu 'H'. Seokjin mendekati pot tersebut, lalu mengangkat pot itu untuk melihat bagian bawahnya. Ternyata bukan huruf 'H' saja. Di bawah pot itu bertuliskan 'pot bunga Hoseok'. Seokjin tersenyum kecil. Dia meletakkan kembali pot bunga itu seperti posisi sebelumnya.

Dia melihat keseliling. Dia belum pernah memperhatikan sebegitu detailnya kelas ini. Di dekat jendela ada beberapa coretan. Bukan hanya di situ, di dinding juga sangat banyak coretan. "Lewat atau mati" coretan itu menutupi tanggal dan nama-nama.

Akahkah ada siswa seperti mereka. Mendapat hukuman karena telat, lalu bolos kelas. Apakah ada guru-guru yang gusar dan lesu, serta beberpa tugas sekolah dan pekerjaan rumah yang terus menumpuk?

Akankah ada murid seperti Seokjin. Muris yang memberitahu apa yang di lakukan temannya?

Seokjin mendekatkan dirinya agar bisa melihat coretan-coretan lebih jelas. Ada beberapa nama orang yang terpampang di dinidng. Mungkin alumni sekolah ini?

Jika benar, berarti disini akan ada nama ayahnya Seokjin. Karena ayahnya Seokjin adalah alumni sekolah ini. Ayah Seokjin percaya, Seokjin bersekolah di tempat yang sama, baik itu SMA atau universitas, itu adalah salah satu menjaga martabat keluarga.

Seojin menmindai semua nama yang ada di dinding. Dia menemukan nama ayahnya. Tapi ada sebuah coretan kecil di bawahnya.

'Semuanya berasal dari sini.'

Jimin dan Hoseok berjalan menuju sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jimin dan Hoseok berjalan menuju sekolah. Hoseok menerima panggilan, sedangkan Jimin memainkan bayangan Hosoek. Dia menginjak-injak seolah dia sedang menginjak Hoseok. Hosoek tertawa kecil melihat kelakuan Jimin.

"Jimin sudah dewasa." Kata Hoseok.

Entah apa yang mereka pikirkan. Perjalanan sekolah dari rumah mereka sekitar 2 jam. Jika mereka menaiki bus, maka perjalanan akan menjadi 30 menit atau bahkan bisa menjadi 20 menit jika melewati jalan utama.

Tapi Hoseok mengajak Jimin berjalan melewati jalan-jalan pintas dan gang-gang kecil. Bahkan memanjat jembatan.

Jimin selalu masuk rumah sakit dan setelah keluar dari rumah sakit, dia selalu berpindah sekolah yang lebih jauh dari sebelumnya. Dia pernah berpikir tidak apa-apa tidak memiliki teman. Namun saat bertemu dengan Hoseok yang selalu menemani Jimin pulang dan berangkat sekolah padahal arah rumah mereka yang berbeda, Jimin membuang jauh pikirannya itu. Dia ingin memiliki teman.

Jimin berharap, bayangan yang sedang bermain dengannya ini selama 2 jam akan selalu bersama dengannya.

Jimin terus mengganggu Hoseok yang masih menerima panggilan. Hoseok menutup panggilan itu, lalu mengejar Jimin.

"Hyung! Berhentilah mengejarku." Mohon Jimin yang masih berlari menghindari Hoseok.

"Kamu saja tidak berhenti, Jimin."

Di bawah terik matahari yang melelehkan sebuah es dengan di iringi suara jangkrik yang memerah di telinga Jimin. Jimin Mulai merasa takut. Berapa hari lagi yang tersisa untuk Jimin?

***

Special thanks for BTS and A.R.M.Y

March 29th 2019

Follow my account
IG : nairaputri_29
Twitter : nairaputri29

[Special update; Celebration my birthday]

•SEBUAH DONGENG KECIL•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang