♡Prolog♡

26 2 0
                                    

Kegelapan begitu cepat mendominasi. Tangan kecilku gemetar melihat kondisi sekitar yang terasa sunyi. Dadaku terasa sesak tatkala tak ada sedikit pun cahaya yang mampu ku lihat sebagai petunjuk jalan. Sebuah tangan menggenggam tanganku erat. Dan dalam rasa takut itu hatiku menghangat, kudengar ia bersuara yang langsung membuatku merasa tenang.

"Jangan takut, aku sudah menggenggam tanganmu." Ujarnya sambil memperlihatkan genggaman tangan kami.

"Bisakah aku memintamu untuk tidak melepaskan tanganku? Aku takut kegelapan." Ujarku dengan nada gemetar.

"Aku akan tetap menggenggam tanganmu, jadi jangan khawatir lagi." Bohong, nyatanya kau akan pergi setelah ini. Aku berharap aku tidak terbangun lagi dari mimpi ini. Karena jika aku terbangun tak kutemukan kau lagi dalam hidupku.

Aku membuka mataku perlahan, mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina mataku. Mimpi itu lagi, jangan tanyakan berapa kali aku bermimpi tentangnya. Nyatanya mimpi itu terus berulang dan berakhir ketika ia melepas genggamannya dan menghilang dari pandangan juga kehidupanku.

Aku tak pernah menemukannya lagi, meski besar usahaku mencarinya hingga terasa lelah dan tak sanggup lagi. Aku selalu berharap suatu saat ia akan kembali dan mempertanggung jawabkan rasa yang tertinggal bersamaku beserta kerinduan yang selama ini mendekapku selama kepergiannya juga menanyakan alasan kepergiannya yang menyapaku tanpa permisi.

"Kemana kamu pergi? Bagaimana aku dapat kembali terbang saat sayap itu telah patah dan menghilang? Rindu ini masih enggan menjauh dari hatiku, ia tetap mendekapku erat. Kembalilah, bawa aku terbang bersamamu. Aku merasa tak mampu lagi bertahan disini."

~~Seana Latifha~~

<<<¤¤¤>>>

Aku menyapu seluruh sudut kamarku, mencari sebuah benda yang sudah lama ku simpan. Tak ingin ku biarkan hati ini kembali terjamah oleh sosoknya, hingga membuatku harus menyimpan rapat tentang namanya yang selalu ku rindu.

Hingga akhirnya aku menemukan benda itu, sebuah kotak berisikan foto kebersamaan kami waktu kecil. Entah kenapa hari ini, senja ini, dan detik ini aku ingin kembali mengenangnya. Aku membuka kotak yang tampak sudah usang itu. Ku lihat foto kami yang sedang tertawa lepas seolah kita tidak akan pernah terpisahkan di masa mendatang. Masih ku ingat jelas sosoknya, meski dirinya kini telah tak lagi disampingku. Matanya yang selalu berbinar, lesung pipi yang selalu menjadi objek terbaik saat melihat wajahnya, bibirnya yang mungil dan kemerah-merahan, tawa yang selalu ku lihat menghiasi cantik rupanya.

Ah, andai waktu bisa mengulang segalanya. Saat dirinya masih menjadi gadis kecil yang cengeng dan cerewet. Dia yang selalu menjadikanku sayap pelindungnya, kini sayap itu telah menjauh dan meninggalkannya. Aku tahu tak seharusnya aku menyimpan perasaan seperti ini, aku sudah berkali-kali mencoba melupakannya namun berkali-kali juga aku gagal. Hingga aku memutuskan untuk menyerahkan hatiku pada-Nya. Dia Yang Maha Membolak-balikan hati manusia, aku tak punya kuasa apapun selain menerima segala kehendak-Nya.

Mendadak otakku memutar kembali kenangan antara aku dengannya. Saat itu ia baru saja belajar bersepeda, usianya baru menginjak 6 tahun begitupun usiaku kami hanya terpaut satu tahun, aku mendahuluinya dengan sepedaku tapi kudengar dari belakang ia menangis. Aku yang terkejut memutar kembali laju sepedaku untuk mendekatinya.

"Kamu kok nangis?" Kulihat matanya sudah merah, dia tampak mengusap-usap lututnya yang memerah.

"Oh kamu jatuh? Biar aku bersihkan lukamu." Aku mendekatinya, meniup luka yang sedikit mengeluarkan darah itu. Dia masih menangis tapi tidak seperti tadi, kali ini ia sudah lebih tenang. Aku melihat mata itu lekat, dia menatapku dengan tatapan sendu. Aku jadi ingin tertawa jika melihatnya dengan wajah seperti itu, sangat menggemaskan.

"Siput itu sudah mati." Ujarnya dengan kembali menangis, dia bahkan sudah sesenggukan.

Aku yang bingung dengan ucapannya melempar pandangan mencari objek yang membuatnya menangis. Ternyata alasannya menangis bukan karena dia terjatuh, tapi karena ia baru saja menginjak seekor siput sampai siput itu sudah tak berbentuk. Aku langsung tertawa terbahak-bahak, tak kusangka ada makhluk seperti dia di muka bumi ini.

"Kamu nginjek siput? Ya ampun aku fikir kamu jatuh tadi." Ujarku sambil memegang perut karena tak kuasa menahan tawa.

"Kamu baru saja membunuh siput loh, lihat! Dia sampai hancur gitu..ck..ck.ck." Ujarku sambil menggelengkan kepala mencoba menggodanya. Seperti dugaanku, dia langsung menangis kencang di telingaku. Aku memegang pipi bulatnya, menghapus jejak-jejak air mata disana. Tak kuasa melihat dia menangis seperti itu, melihat air matanya terjatuh membuat hatiku terluka.

Dan saat itu aku menyadari bahwa dari sekian banyak hal yang membuatku begitu rapuh, salah satunya ketika melihat air matanya terjatuh.

"Sudah, jangan menangis lagi! Itukan hanya siput." Ujarku sambil terus mengelus pipinya.

"Tapi siput itu juga ingin hidup seperti kita, dia juga pasti punya keluarga." Aku tersenyum mendengar kalimat itu keluar dari bocah berusia 6 tahun ini.

"Lihat! Lututmu sekarang berdarah." Ujarku beralih mengelus lututnya dengan sesekali meniupnya.

"Sudah, kita do'akan saja semoga siput itu tenang disana. Kamu kan nggak sengaja menginjak siput itu." Ujarku sudah membelakanginya.

"Naiklah! Biar aku gendong, dengan lutut berdarah seperti itu kakimu bisa kaku."

Dia mengalungkan tangannya ke leherku. Sambil sesekali sesenggukan, ku dengar ia bersuara.

"Terima kasih sayap pelindungku." Ujarnya menyandarkan kepalanya dibahuku.

"Illahi! Tolong jaga ia, lindungi ia dimanapun dirinya berada. Aku tahu tak seharusnya aku membiarkan setan tertawa karena melihatku memikirkan seseorang yang tidak halal untukku. Hanya Engkau tempatku berharap, ku mohon bantu aku melupakannya. Izinkan kulabuhkan hatiku sepenuhnya pada-Mu."

~~Fasya Al-Falaqi~~

5 September 2020

Note : Judul awal "Sayap Pelindungku"

Hope (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang