"Bianca!" panggil Marchel dengan lantang ketika sudah berada di depan kelas bianca.
Bianca yang mendengar namanya dipanggil langsung menoleh, ia mengernyitkan dahinya heran.
Tumben Marchel kesini, gumam Bianca dalam hati.
Bianca menyambut lelaki itu dengan senyuman hangat. Ia menghampirinya. Dan bergelanyut manja di tangan Marchel. Namun Marchel segera menepis tangan Bianca.
"Keterlaluan lo," ujar Marchel.
"Maksud kamu apa sih? Hmmm?" Bianca tidak mengerti apa yang dimaksudkan Marchel.
"Lo kan yang nyuruh pak Arif buat naruh bangkai di loker Taran?!"
Bianca membelalakkam matanya kaget, ia menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya. Seolah kaget. Kenapa Marchel bisa tau? Tanya Bianca dalam hati.
Bianca tergagap sendiri. Pasalnya ia sudah membungkam mulut Arif, tukang kebersihan sekolah dengan uang. Tapi masih saja Marchel mengetahuinya.
"Nggak kok, fitnah banget tuh tukang bersih-bersih." Elak Bianca, tak mau disalahkan.
"Heh Bi, udah ada saksi masih aja ngelak," ujar Alvin.
Marchel memang ditemani oleh kedua sahabatnya, Alvin dan Jun. Dia telah menceritakan semuanya kepada mereka. Alvin dan Jun pun ikut geram ketika Marchel menceritakan semuanya.
Alvin dan Jun sudah lama tidak menyukai Bianca. Menurut mereka Bianca seolah-olah menjadi ratu di Adylon, karena kekuasaan ayahnya yang menjadi kepala sekolah sekaligus orang kepercayaan bokapnya Marchel.
"Iya, kayak tukang bajaj lo." Timpal Jun.
"Apa hubungannya sama tukang bajaj?" bisik Alvin di telingan Jun. Jun hanya melirik sekilas Alvin dan nampak berpikir.
"Apaan sih, gue beneran nggak tau apa-apa." Bianca masih aja tidak mau mengakui kesalahannya. Dia seolah-olah tidak mengetahui apapun. Dan itu semakin membuat Marchel geram.
"INI PERINGATAN. JANGAN PERNAH GANGGU TARAN LAGI!" ujar Marchel dengan menekankan setiap kata.
Jeda. "Atau lo akan menanggung akibatnya," ujar Marchel sadis tepat di telinga Bianca. Teman-teman Bianca yang ada di belakangnya bergidik ngeri mendengar ancaman Marchel.
Bianca terus mengumpat dalam hatinya ketika Marchel dan teman-temannya meninggalkan kelasnya.
"Sialan. Cewek gatel itu pasti udah ngerasa berkuasa di sini karena Marchel membelanya." Ujar Bianca dengan mata yang memerah."Udahlah Bi, lo nyerah aja. Lo nggak takut ancaman Marchel?" tanya Kinant ragu-ragu.
"Gue ngga bakal nyerah semudah itu. Kalo gue nyerah nanti cewek gatel itu kesenengan. Dan gue ngga akan biarin dia bahagia semudah itu."
"Tapi Bi, kayaknya ancaman Marchel itu beneran deh," ujar Alice.
"Dia nggak bakal ngapa-ngapain gue. Dia masih menghormati bokap gue yang jadi orang kepercayaan bokapnya. Jadi kalian tenang aja," ujar Bianca yang di sertai dengan senyuman liciknya.
"Lo yakin itu bisa menjamin?" tanya Alice yang masih sedikit ragu. Perkataan Marchel tadi masih terngiang di telinganya. Meski bukan ditujukan kepadanya, tapi tidak menutup kemungkinan jika dia juga akan terseret dengan masalah yang bersangkutan dengan Bianca.
"Tentu saja," ujar Bianca mantap.
"Lo masih punya rencana untuk nyingkirin Taran?" tanya Kinant.
"Sebaiknya lo pikirin mateng-mateng dulu deh Bi. Jangan sampai lo ceroboh. Nanti ujung-ujungnya senjata makan tuan lagi," saran Alice.
Bianca nampak mencerna perkataan dan saran dari temannya itu. Ia harus memiliki rencana yang di kemudian hari tidak akan jadi boomerang bagi dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damn! I Love You
RastgeleHIATUS! Masa lalunya membuat dia terjerat dalam rasa sakit yang membuat dirinya menutup hatinya hingga sekarang. Namun sebuah pertemuan sederhana dengan pria itu, membuat hatinya perlahan terbuka. Awal pertemuan yang nampak konyol, membuat keduan...