6. Cinta Bersemi

10 1 0
                                    

Semua tenaga hilang. Terasa lemah. Ngilu di beberapa bagian tubuhku membuat hati terenyuh ingat mama papa. Aku butuh mereka saat ini. Aku dimana ini? Tetap jawaban yang rasional menurutku tak kunjung datang. Aku membuka gaun yang sudah compang camping,  kusut tak karuan. Ku lempar ke lantai dengan hati kesal. Aku melihat bayanganku di cermin berbingkai kayu keemasaan. Dirumah lelaki yang bahkan aku tidak mengenalnya. Apa yang sedang terjadi. Mengapa aku begitu saja percaya padanya. Apa mungkin karena dia satu - satunya sosok yang menolongku? Akh aku masih lelah untuk memikirkannya. 

ZRAAA

Aliran deras air shower ini menyejukkan tubuh yang hangat. Darah ini menjerit. Panas dingin. Detak jantung yang acak mulai beraturan. Ritmenya normal. Aku memegang dahiku. Sudah dingin. Pelipisku terasa perih. Ku gosok pelan sekali saat terkena cairan sabun. Di sekelilingku begitu rapi. Bersih. Beberapa handuk sudah berjejer,  pasta gigi,  sikat gigi,  hair dyer,  piyama perempuan. Aku serasa di rumah. Ada sisi positif yang aku terima. Syukurlah. Namun,  masih saja aku bingung. Jika ingatanku tidak salah, lelaki itu yang berdiri di depan kedai kemarin. Dia menawari kami untuk masuk ke kedainya. Apa lagi ini? Iya aku ingat. Dia lelaki itu. Saat itu memang aku merasakan hal lain. Dia menatapku begitu dalam. Lama. Memerhatikanku. Hanya pemikiranku mungkin dia tau jika aku ini seorang artis,  dia hanya penggemar. Pikiranku simple. Namun? Apakah benar dia penguntit?

AKH....

Terus? Kejadian di kapal ikan itu? Bagaimana aku sampai di sana? Terakhir bukannya aku dengan Destan. Sungguh rumit. Kepalaku jadi sakit jika mengingatnya. Disaat seperti ini harusnya ada paparazi yang menguntitku, jadi keberadaanku diketahui orang.

Ku matikan kran. Aku bergegas mengambil handuk dan mengeringkan tubuhku. Ku pakai piyama warna merah jambu motif bunga. Wangi pengharum pakaian seperti di rumah. Lebam dipergelangan tangaku masih sakit sekali. Seperti bekas ikatan. Aduh! Kenapa aku lupa kejadian lalu.. Sabilanry! Otakmu kenapa?

Tok tok

"Aku masuk" katanya pelan

Dia masuk,  aku melihat matanya. Matanya begitu sendu. Ada perasaan cinta yang hangat. Mematung. 10 menit kemudian,  dia mendekatiku. Tangannya mulai mengangkat membetulkan handuk piyamaku yang terbuka di bagian pundak kananku. Dia memegang tanganku. Jantungku berdetak keras. Dia mulai lagi,  memelukku. Hangatnya. Rasanya hangat tubuhnya meresap ke seluruh anggota tubuhku. Semakin hangat. Lama dia memelukku, sampai aku bisa mendengar detak jantung tak karuannya. Perlahan irama jantung kita mulai sama. Pelan pelan. Aku memejamkan mata. Membayangkan kehangatan. Dia melepas pelukannya. Wajahnya dekat sekali. Wajah tampannya menari nari di bola mataku. Aku menelan ludah kering. Wajahnya makin dekat. Aku harus bagaimana? Dia menciumku dengan lembut. Menyapu bibirku dengan lembut,  hangat. Dan aku terbius olehnya. Mataku terpejam. Hasrat apa ini?  Aku bergetar. Aku lemas. Aku diam - diam menyukainya. Dia memainkan bibirnya. Nafasnya memburuku. Aku bisa merasakannya. Dia berhenti. Aku mundur dan berpaling.

"Aku mencintaimu"

Aku diam. Bingung.

"Katakanlah sesuatu Sabil,  aku serius."

"K ..ka ..mu, siapa?" suaraku bergetar

Dia memelukku lagi dari belakang. Jantungku. Rasanya. Jantungku. Aku berteriak dalam hati.

"Rino Haru"

Rino, aku benar - benar tidak tau siapa dia.  Frustasi.

"Aku sudah menyiapkan dress untukmu. Kita akan makan malam.Tidak perlu lapor polisi, kamu baru menghilang kurang dari 24 jam. Aku sudah mengurus semua. Keluargamu tidak akan curiga dengan apa yang terjadi. Percayalah,  semua demi kebaikanmu. Besok aku akan mengantarmu ke klinik. "

Cahaya Kehangatan 1, 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang