•Eleven•

562 28 0
                                    

"Tuh liat, suhu badan lo udah sampe 38.7 derajat, itu panas banget Dirga," ucapku sambil mengecek thermometer yang baru dipakai oleh Dirga.

"Panas apaan dah, nih jidat gue dingin," ucapnya sambil memegang keningnya.

Aku pun menaruh tanganku di atas keningnya, "Ini panas Bego!"

Dirga pun diam.

"Lo minum obat gih," ujarku sambil menepuk punggungnya dari belakang.

"Males," ucapnya.

Aku pun menghela napas dengan berat.

"Obatnya dimana?" tanyaku.

"Kalo ga salah sih di laci sebelah sana," ujarnya sambil menunjuk sebuah laci.

Aku pun berjalan ke arah laci tersebut, membukanya dan mengambil obatnya.

Lalu, berjalan ke arah dapur dan mengambil segelas air putih.

"Nih, minum, buruan," ujarku.

"Sirup?" tanyanya sambil mengangkat salah satu alisnya.

"Gaada lagi, tinggal yang ini," ucapku.

"Males ah gue, kalo yang sirup," ujarnya.

"Semuanya aja males."

Aku pun duduk di sebelahnya,

"Yaudah nih gue suapin buruan," ujarku sambil mengambil sendok di sebelah obat tersebut.

Terlihat diujung mataku, Dirga sedang tersenyum.

Aku pun mulai mengarahkan sendok tersebut ke arah mulut Dirga.

"Mangap."

Dirga pun tertawa kecil dan membuka mulutnya, lalu aku pun menyuapinya.

Lalu, Dirga mengambil air putih dan meminumnya.

"Nah sekarang, lo tidur gih," ucapku.

Dirga pun menatapku dan tersenyum, "Males,"

Aku memukul lengannya pelan.

"bosen." ucapku sambil duduk disebelahnya.

"Gue tau!" serunya.

Aku menatapnya bingung.

Dirga bangun dari duduknya dan berlari ke arah tangga dan naik ke atas.

Mau kemana?

Tiba-tiba Dirga datang dan muncul lagi sambil membawa gitar akustik coklatnya.

Dia jalan dan duduk di sampingku.

Aku masih menatapnya bingung.

"Oke. Sebelum gue mulai, gue mau tanya sama lo," ucapnya.

"Apa?" tanyaku.

"Seberapa tau lo tentang gue?" tanyanya balik.

Tau banget sih.

Eh.............

Engga juga sih, malahan aku gatau apa-apa tentang dia.

"Err....."

"Yaudah coba gue tanya, apa makanan favorit gue?" tanyanya lagi.

"Nasi goreng?"

Dirga menggelengkan kepalanya.

"Martabak?"

"Bukan,"

"Steak!"

"Engga."

TRB [2] : UnpredictableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang