Sang Penggoda

198 12 0
                                    

Setelah ritual selesai, rasa sepi semakin terasa. Aku ingin menghabiskan malam ini dengan bersenang-senang. Menutup semua kekecewaan. Saat gelora ini masih di puncak justru kekasihku pergi. Untuk menghilangkan suntuk, kuputuskan keluar rumah menuju diskotik. Daripada bete lebih baik aku clubing. Sendiri telusuri malam ini dengan rasa marah dan kecewa. Kustop taksi yang melintas. Taksi tersebut berhenti tepat di depanku. Segera kubuka pintu mobil dan masuk taksi.

"Mau kemana Mbak?" tanya sopir taksi padaku.

"Antar saya ke diskotik 'Roly'Pak! cepet ya," jawabku.

"Baik, Mbak," Sopir segera melajukan taksi menuju diskotik yang aku tunjukkan padanya.

Taksi yang kutumpangi sudah berhenti persis di depan diskotik. Aku segera masuk, mencari tempat duduk yang paling strategis. Memesan minuman beralkohol. Disana aku mabuk dan berjoget. Setengah sadar dari mabuk kulihat ada laki-laki mendekatiku.

"Sendiri saja cantik?"sapanya padaku, sambil mencolek pipi.

"Ya," jawabku singkat.

Kemudian lelaki itu duduk di sampingku sambil merangkul pinggangku. Dalam setengah sadar aku diamkan saja, lagian laki-laki itu lumayan ganteng. Bisa untuk menggantikan Mas Herman malam ini. Kami mengobrol basa-basi. Hingga malam makin larut, kuputuskan untuk pulang. Dia menawarkan untuk mengantar pulang malam ini. Karena keadaanku yang mabuk berat, akhirnya aku terima tawarannya. Mobil kami melaju arah rumah.

Dalam keadaan setengah sadar kulihat dia selalu memandang wajahku. Namun aku biarkan saja. Mobil sport hitam telah berhenti di depan rumah kontrakan. Mobil di parkirkan. Kami turun, melangkah masuk rumah. Kuberikan kunci pintu agar dia membukanya. Pintu terbuka dan kami masuk, entah apa yang terjadi yang penting aku bahagia malam ini.

Kami langsung menuju kamarku, setengah sadar aku masih sempat meracau. aku yang sudah mabuk berat melihat kasur langsung saja merebahkan tubuh. Dan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Antara sadar dan tidak hanya merasakan sentuhan-sentuhan kenikmatan. Pagi harinya aku kaget saat terbangun ada lelaki di sampingku, tapi bukan Mas Herman. Aku benar-benar tak ingat apa yang kami lakukan semalam.

"Selamat pagi cantik," lelaki itu menciumku.

Aku menghindar, karena baru tersadar kalau aku telah tidur dengan lelaki asing tadi malam.

"Sudahlah, cantik! sini, jangan menghindar, bukannya Kamu menikmatinya tadi malam?" Dia malah tertawa seolah puas dengan semua yang terjadi. Aku kebingungan sebenarnya apa yang terjadi tadi malam. Pengaruh alkohol hingga membuat tidak sadar dengan apa yang di lakukan.

Aku beranjak dari tempat tidur, kulihat tubuh ini sudah tanpa busana. Segera aku tarik selimut kugunakan membungkus tubuh ini. Wajahku memerah menahan marah, kebingungan.

"Bisa tinggalkan rumahku sekarang juga?!" Suaraku meninggi, marah dan mengusirnya.

"Sabar cantik tidak usah emosi, yang penting Kita Happy, atau gimana kalau Kita ulangi pagi ini!"Jawabnya. Mendengarkan jawabnya aku semakin emosi, dan muak melihat mukanya.

"Plak!" aku menamparnya.

"Pergi, Atau aku akan teriak!"Mataku melotot menatap tajam. Dia terperanjat kaget, matanya memerah. Sambil memegangi pipinya bekas tamparanku, hampir saja dia balik membalas. Aku reflek mundur. Pemuda asing itu menahan amarah.

"Dasar wanita jalang!" makinya kasar sambil berbalik badan, mengambil tas lalu melangkah keluar.

Akhirnya lelaki itu pergi meninggalkan rumahku. Aku hanya bisa menangis menyesali yang terjadi. Mabuk benar- benar membuatku lupa. Semua gagal menjadi berantakan. Emosiku yang naik turun justru membuat kerugian sendiri. Dan semua itu karena Ida. Benar-benar karena teleponnya pada Mas Herman, membuat aku seperti ini. Seandainya dia tidak menelepon mungkin kejadian ini tidak akan terjadi, dan Mas Herman masih di sini.

Aku menghela nafas, menghembuskannya. Kulangkahkan kaki mengambil segelas air putih. Meneguk air putih bisa mengurangi emosi. Aku terduduk lemas tidak berdaya di kursi. Seakan tulang-tulangku melemah. Hanya air mata ini yang terus menetes menyesali semua yang terjadi. Nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terjadi. Apa yang harus kulakukan hanyalah menyimpannya. Aku harus bisa merahasiakan semua ini dari Mas Herman. Kalau bisa akan selalu tertutup rapat aib ini. Bahaya kalau dia tahu, semua akan berantakan. Sia-sia usaha selama ini. Padahal selangkah lagi akan berhasil.

Hari itu hanya kuhabiskan waktu di kamar. Jengkel, marah, sedih, bercampur menjadi satu. Rasanya bagai diaduk aduk. Aku gagal merayu Mas Herman dan berakhir ditiduri orang asing.

Aku merasa jijik dengan diriku. Segera kuberlari ke kamar mandi.

Aku mengguyur seluruh badan berulang-ulang. Walau disabun berulang-ulang tetap rasanya kotor. Menangis, menjerit meratapi nasib di kamar mandi. Magrib berkumandang, akhirnya keluar kamar mandi. Aku ganti semua sprei, selimut, bantal. Supaya bau tadi malam hilang. Sekaligus melupakan yang telah terjadi. Kembali Kurebahkan tubuhku di kasur. Namun bayangan adegan tadi malam setengah sadar masih saja terbayang.

Ku akui sebenarnya juga menikmati sentuhan lelaki asing itu, permainan ranjangnya juga luar biasa.

"Pergiii!"Aku berteriak mengusir bayangan itu. Bagaikan orang gila aku terus berteriak.

Tujuan dan cintaku hanya pada Mas Herman, tidak ada yang boleh merusak semua. Sebelum Aku benar-benar menikah dengannya. Kucari ponsel, mencari kesana kemari ternyata ponsel jatuh di bawah ranjang. Setelah ponsel kuambil dari bawah ranjang mulai kuketik pesan untuk Mas Herman.

[Sayang ... jangan lama-lama dirumah, love you, ummmaaach.]

Tak lupa aku mengirim foto lewat WhatsApp yang memakai baju tidur sexy sambil tiduran. Dengan tambah tulisan 'mau dong sayang dipeluk' Tinggal menunggu respon Mas Herman saja, setelah membaca pesanku pasti dia akan segera kesini lagi.

***

Muara CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang