Maafkan menunggu lama, terima kasih buat yang menunggu dengan sabarHERMAN
Sudah dua bulan aku di sini, di pelosok pedalaman. Sepi, komunikasi dengan keluarga maupun Sita susah. Ponsel juga hanya tergeletak tak berfungsi karena sinyal yang tak bersahabat. Hal yang menguntungkan bagi Ida, karena setidaknya suami tercinta nggak bisa terus menghubungi kekasih gelapnya. Aku harus menahan kesakitan karena galau tak bisa menghubungi Sita.
Aku lempar ponsel keranjang. Busyet dah, kenapa sih sinyal nggak ada. Beruntung pagi ini ada urusan ke kota. Akhirnya ada kesempatan sehingga sinyalnya penuh. Syukur deh.
Wajahku berseri. Ada beberapa pesan masuk sekaligus. Aku amati satu persatu. Dari Ida, dia menanyakan kabarku di sini. Ada juga dari beberapa teman bertanya tentang pekerjaan dan lain-lain. Mataku tertuju pada sebuah nama pesan masuk. Ada notifikasi pesan dari kekasihku juga. Segera kubuka pesan tersebut.
Pesan yang dikirim empat puluh hari yang lalu. Aku jadi semakin merasa tidak enak hati karena sinyal jadi tidak bisa membaca dan membalas pesan darinya. Karena tugas di pedalaman, aku jadi kesulitan menghubungi kekasihku itu. Satu persatu pesan yang masuk kubalas. Dan segera kutelepon Sita. Namun gagal tidak bisa tersambung.
Hatiku gusar, ada rasa takut dia marah. Rasa cemas telah menggelayuti jiwa. Bingung jika Sita marah. Kalau istriku, dia nggak pernah marah, dia lebih tahu sifat suaminya. Sebenarnya beruntung juga memiliki istri seperti dia. Ida adalah wanita mandiri, tidak cengeng ataupun manja. Uang juga ada. Terkadang, dia juga menutup hutang-hutangku.
Semenjak dengan Sita uangku terkuras habis. Namun bagiku tidak masalah yang penting dia senang. Kalau aku tidak ada uang, Ida tidak keberatan untuk memberi. Cukup kasih alasan lagi ada masalah keuangan. Tapi gara-gara kecerobohanku, tidak menghapus semua panggilan telepon ataupun sms menjadikan dia curiga. Tapi beruntung dengan penjelasan yang kuberikan, dia sepertinya sudah tidak mempermasalahkan lagi.
Aku juga butuh hiburan wanita seksi seperti Sita. Sebenarnya istriku cantik, menarik juga, kadang ada rasa bosan dan ingin mencicipi yang lain. Kesetiaan menjadi penghianatan sejak bertemu Sita. Seakan terlupa keluargaku. Masuknya Sita dalam kehidupanku dengan sifat manjanya, mampu menggoda. Pelayanan dia di ranjang juga liar, aku suka wanita jalang seperti itu. Hidup juga perlu variasi bukan? Seperti menu makanan yang bermacam-macam. Tidak selalu sayur yang sama. Sebagai bagian dari penyemangat. Ah, kemana Sita? Kenapa telepon, berkirim pesan juga tidak dibalas.
Kukirim ulang pesan untuknya, semoga saja nanti dibalas. Pikiran selalu tertuju padanya, kekasih hati, bayangan paras wajahnya selalu menari-nari di pelupuk mata. Sambil ngopi di kafe, kepul asap rokok menemani penantian balasan pesan dari Sita. Aku duduk sendiri di sudut kafe, memandang ke luar. Sudah beberapa batang rokok aku hisap, tapi belum juga ada balasan dari Sita. Kulihat arloji terus berdetak, tidak terasa sudah satu jam aku disini tanpa kepastian jawaban dari Sita. Aku mulai resah, sebenarnya ada apa dengan dirinya. Tidak biasanya dia mengabaikan pesan dariku.
Tiba-tiba ponselku berbunyi, nada panggilan pesan. Segera kuraih ponsel untuk memastikan siapa yang mengirim pesan. Mataku berbinar ketika notifikasi tertulis nama Sita. Segera kubaca balasan darinya. Dia mengabarkan kalau sangat merindukanku, tapi juga kesal kenapa sudah sebulan ini tidak memberi kabar, dihubungi juga sulit. Wajar dia begitu karena tidak tahu kalau susah sinyal di sini.
Jengkel rasanya, baru saja mulai bicara malah ponsel mati. Akhirnya aku berdiri dari tempat duduk, melangkah pergi meninggalkan kafe dengan penuh kemarahan dengan diri sendiri. Kulajukan mobil menuju tempat di mana aku bertugas. Melewati sawah, hutan-hutan dan belukar.
Di tengah jalan aku terus menggerutu, rasa kangenku kepada Sita sudah memuncak. Akhirnya sampailah aku di tempat kerja. Kubereskan semua pekerjaan yang belum kelar. Karena aku akan mengambil cuti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muara Cinta
RomanceBagaiamana seorang Ida, dengan bijaksana dan elegan bisa mengalahkan Sita sang penggoda. Hingga dia kalah telak