IDA

211 10 2
                                    



Menjadi seorang istri yang baik adalah dambaan kaum hawa. Seperti lagu Bang Roma

Hanya istri salehah perhiasan dunia.

Begitu juga denganku. Setelah memutuskan menikah dengan Mas Herman, Aku harus berusaha menjadi istri idaman. Mengurus rumah dan suami tentunya.

Hidup kami yang sederhana menjadikan kami tak ragu untuk menjalani pernikahan ini.Kami tinggal dikontrakan. Mesti penghasilan Suamiku kecil tapi Aku cukup bahagia.Apalagi Aku juga kerja, jadi tidak kekurangan  buat menghidupi Kami berdua.

Selama itu pernikahan kami tidak ada kendala apapun. Selang tujuh bulan usia pernikahan kami, Alhamdulillah Allah menitipkan benih di rahimku. Sembilan bulan di kandungan lahirlah Putri cantik buah hati Kami. Akhirnya Kami memutuskan membeli rumah setelah tabungan Kami cukup. Walau rumah yang Kami beli kecil tapi cukuplah buat berteduh dari terik matahari maupun hujan.

"Mas... akhirnya Kita bisa tinggal di rumah sendiri ya!" ucapku pada Mas Herman.

"Iya" jawabnya datar.

Hidup Kami hampir tak pernah ada masalah. Rumah kecil yang  kami tinggali membawa keberkahan. Seandainya saling selisih pendapat juga bisa terselesaikan dengan baik. Selalu ada kebahagian di setiap masalah.

***

Selang tiga tahun usia pernikahan, keluarga Kami dilimpahi rejeki. Mas Herman pindah kerja ketempat yang lebih baik. Ekonomi Kami semakin bagus. Fasilitas  yang kami miliki juga makin bertambah. Lumayan Ada mobil, motor. Tapi semua harus aku bayar dengan berjauhan dengan Suami. Karena kerja Mas Herman di luar kota, bahkan kadang ke luar pulau antar provinsi.

Ceritanya kita LDR selama bertahun- tahun.

Komunikasi tetap lancar diantara kami. Hidup rukun, walau jarak jauh. Si kecil pun tumbuh menjadi anak yang pintar. Kami sudah terbiasa ditinggal berdua.

Hingga terbentuklah kemandirian dalam diri Kami berdua. Semua bisa kuatasi sendiri saat Mas Herman berada jauh dari Kami. Tidak mengeluh ataupun menangis, karena sudah ikhlas menerima segala risiko jika hidup terpisah karena mencari rejeki.

Pasang lampu, genteng apalah itu bisa aku handle. Intinya mandiri tanpa merasa sedih ataupun kerepotan. Kami hanya bisa bertemu beberapa bulan sekali. Itupun jika Suamiku cuti atau Mungkin dinas dalam kota dekat rumah kami. Jatah tidur hotel dibuat Suamiku tidur rumah.

Kuncinya saling percaya. Tanpa harus saling mengawasi. Apalagi kesibukanku dalam bekerja hingga tidak terlintas sedikitpun prasangka buruk atas Suamiku. Mas Herman masih tetap  menjadi ayah yang baik dan juga kebanggaan anaknya.. Perlakuan denganku pun sama.



Selang tujuh tahun pernikahan, aku merasa ada sesuatu yang tersembunyi. Sampai akhirnya perbedaan itu terlihat. Insting seorang istri lebih tajam. Dulu yang sering telepon sekarang sudah tidak. Jarang-jarang kasih kabar alasannya lagi sibuk. Tapi semua itu tertepis dengan prasangka baik. Karena Aku juga percaya, Allah bersama prasangka hamba-Nya. Kalau Kita berprasangka baik pasti Allah memberikan jalan terbaik.

Aku tipe orang yang selalu bersikap positif, percaya pada takdir. Bagiku semua yang terjadi di dunia ini sudah tertulis di lauh mahfuz, jadi tak perlu ditakuti atau disesali. Berjalanlah maju seperti air mengalir. Banyak berdoa yang terbaik. Kita punya Allah jadi tak perlu takut. Serahkan sama Allah saja Sang pengatur kehidupan.

Kepo? Cari tau tentang Suami? Buat apa?

Kepercayaan telah aku tanamkan sejak awal pernikahan. Aku lebih sibuk untuk memikirkan bagaimana mengurus rumah agar kelihatan rapi, di kerjaan juga beres, anakpun terurus dengan baik. Itulah yang selalu Aku lakukan.

Muara CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang